Rencana pemerintah memberikan subsidi langsung untuk gas Elpiji 3 kilogram (kg) membuat harganya kembali ke harga keekonomian. Subsidi langsung yang diberikan membuat harga Elpiji menjadi Rp45 ribu per tabung, padahal harga sebelumnya hanya mencapai Rp17–19 ribu per tabung.
Skema ini mengubah subsidi Elpiji 3 kg sebesar Rp26 triliun menjadi pemberian subsidi langsung kepada masyarakat golongan miskin dalam bentuk Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang di dalamnya berisi saldo sebesar Rp42–45 ribu.
Direktur Institute Development of Economics dan Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menjelaskan, dengan harga Elpiji 3 kg yang naik tentunya masyarakat miskin yang terkena dampak tersebut, walaupun sudah diberikan subsidi langsung. Pasalnya, naiknya harga gas melon diikuti naiknya harga kebutuhan pokok lain di pasaran.
“Karena begitu, gas Elpiji 3 kg naik semua, harga yang lain naik, itu menjadi konsumsi dari masyarakat miskin. Ada dampak lagi, belum second round effect,” tegas Enny kepada Okezone, di kantornya, Jakarta, belum lama ini.
Menurutnya, pemerintah harus melihat keseluruhan dampak dari naiknya harga gas Elpiji 3 kg. Jangan melihatnya dari gas yang naik, namun tidak memikirkan kenaikan harga lain.
“Ini yang harus diperhatikan adalah baik dampak langsung dan tidak langsungnya karena dalam kenyataan, kita melihat bagaimana struktur persaingan usaha itu persaingan tidak sehat. Banyak terjadi kartel dan sebagainya. Itu yang akan memicu, begitu fleksibelnya harga untuk naik dan ketika turun akan sangat rigiditas (kekakuan harga). Itu yang akan menjadi dampak signifikan terhadap masyarakat miskin,” paparnya.
Di sisi lain, Enny pun menyoroti kebijakan tersebut, apakah bisa mengompensasi kebutuhan masyarakat.
“Katakanlah, ketika gas Elpiji dinaikkan, misalnya konsumsi rumah tangga per bulan habis tiga sampai empat tabung untuk 3 kg. Kalau naik Rp10 ribu, apa kebutuhan kompensasinya hanya Rp40 ribu? Tentunya enggak bisa sesederhana itu perhitungannya,” tukasnya.
(okezone)