Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir langsung bereaksi mendengar tudingan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli soal dugaan praktik mafia di bisnis listrik prabayar.
Dia membantah nilai manfaat dari listrik prabayar lebih kecil dari nilai isi harga beli karena ulah mafia, tetapi murni karena perhitungan administrasi dan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang dibebankan ke pelanggan listrik.
Menurutnya, banyak rakyat kecil pengguna listrik prabayar harus menanggung beban administrasi lebih mahal karena ketidakmampuan mereka membeli pulsa (token) listrik dengan nominal besar. Akibatnya, akumulasi biaya administrasi dan PPJ menjadi lebih besar untuk beberapa kali transaksi isu ulang yang dilakukan.
“Memang kadang-kadang masyarakat yang miskin sekali ini untuk bayar Rp 100 ribu dia beli dua tiga kali,” kata Sofyan.
Mantan Dirut BRI itu menegaskan PLN akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) guna menindaklanjuti instruksi Menko Maritim.
“Kami harus melakukan pengkajian dengan Kementerian ESDM, saya pikir itu hal yang sangat urgent dimana kita bisa perbaiki sehingga beban masyarakat akan semakin lebih ringan,” tutur Sofyan.
Merujuk pada situs resmi PLN, token listrik prabayar bisa dibeli di Loket Payment Point Online Banking (Mitra Bank), melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sejumlah bank (Bank Mandiri, Bank BCA, Bank BRI, Bank Danamon, Bank BNI, Bank Bukopin, Bank OCBC-NISP) dan minimarket.
Adapun nominalnya terdiri dari Rp 20 ribu, Rp 50 ribu, Rp 100 ribu, Rp 250 ribu, Rp 500 ribu, dan Rp 1 juta. Daya listrik yang diperoleh tiap token berbeda, tergantung lokasi dan golongan rumah tangga pelanggan.
Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Rizal Ramli menduga ada permainan mafia di bisnis listrik isi ulang atau prabayar yang dijalankan PLN. Pasalnya, nilai manfaat riil yang diterima masyarakat dari nominal pulsa listrik yang dibelinya hanya sekitar 70 persen.
“Mereka (masyarakat) beli pulsa Rp 100 ribu ternyata listriknya hanya Rp 73 ribu. Itu kan kejam sekali, 27 persen disedot oleh provider yang kalau boleh dibilang setengah mafia. Untungnya besar sekali,” ujar Rizal usai menghadiri rapat koordinasi kelistrikan di kantornya, Senin (7/9).
Menurut Rizal, ada permainan monopoli di PLN selaku penyedia layanan (provider) yang mengakibatkan ada kewajiban bagi masyarakat untuk beralih ke meteran prabayar. Padahal, membeli token listrik prabayar tidak semudah membeli pulsa telepon. (cnnindonesia.com)