MELACAK DALIL KEHARAMAN FACEBOOK

by -263 views

fesbuk, FacebookDalam beberapa hari terakhir ini telah terjadi pemberitaan ramai terkait dengan isyu pengharaman Facebook (FB) dari sekelompok ulama pondok pesantren di Jawa Timur. Berdasarkan hasil Bhatsul Masail XI Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiat Lirboyo, Kediri, 20-21 Mei 2009 yang lalu menyimpulkan bahwa hukum FB itu haram.

Fatwa pengharaman FB tersebut kemudian mengundang pro dan kontra dan mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, baik ulama sendiri, pengamat sosial, masyarakat luas, maupun dari para pengguna (user) FB sendiri. Bagi yang pro menilai bahwa pengharaman tersebut sebagai respon positif dari kalangan ulama yang memiliki tanggung jawab moral publik. Sedangkan bagi yang kontra menilai sebagai campur tangan agama terhadap masalah-masalah publik yang seharusnya tidak perlu dicampuri oleh fatwa-fatwa. Menurut yang kontra, ulama terlalu berlebihan menyikapi FB sebagai salah satu perkembangan teknologi informasi yang tidak dapat dihindari.

Setelah mengikuti pemberitaan di atas, menurut penulis, ada sesuatu yang menarik dari kejadian tersebut, dimana surat kabar Associated Press (AP) begitu semangat memblow-up sedemikian rupa, dan kemudian dilansir ulang oleh media massa nasional dan lokal. Namun, respon balik dari pemberitaan tersebut justru isyu-isyu yang kurang sedap yang diarahkan kepada para ulama sendiri.

Beberapa respon negatif dari pemberitaan tersebut muncul dari para pengamat sosial, kelompok Islam liberal, dan khususnya dari kalangan user FB itu sendiri. Banyak komentar-komentar miring dari fatwa pengharaman FB di dunia maya, seperti: ulama nggak usah ikut campur urusan IT deh!, harusnya yang diharamkan jangan FB, tapi nikah sirri, ulama kurang kerjaan!, ulama nggak ngerti apa sesungguhnya FB, bahkan ada juga yang mengatakan: agamamu-agamamu, fesbukku-fesbukku, dan lain sebagainya. Intinya, banyak pihak yang justru mencibir munculnya fatwa pengharaman FB tersebut.

Dari fenomena tersebut, menurut hemat penulis, ada sesuatu yang salah dan perlu diluruskan agar isyu pengharaman FB dapat dilihat secara jujur dan proporsional. Dalam kajian dalam Bhatsul Masail XI Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Se-Jawa Timur di atas sesungguhnya cukup beralasan. Menurut Tim Perumusnya, Masruhan, bahwa: jika FB digunakan untuk PDKT (pendekatan) dengan lawan jenis, hukumnya haram. Menurutnya, untuk mengetahui karakteristik lawan jenis yang ingin dijadikan suami atau istri, Islam memberikan pedoman dan aturan sendiri. Karena itulah, tidak dibenarkan menggunakan Facebook sebagai media untuk pendekatan kepada lawan jenis.

Baca Juga:  Alat Berat Jatuh, 20 Jamaah Terluka di Masjidil Haram

Demikian juga menurut jubir forum tersebut, Nabil Haroen menambahkan, sekitar 700 kiai (ulama) sepakat untuk menyusun panduan dalam menjelajahi internet. Hal itu dilakukan setelah para kiai menerima pengaduan soal FB dan situs-situs lain di internet. Termasuk, kekhawatiran soal seks terlarang atau pornografi. Sehingga, FB dinyatakan haram, terutama jika digunakan untuk bergosip dan menyebarkan kebohongan. Demikian juga bahwa FB haram jika para pemakainya membincang tentang masalah intim secara terbuka atau mendukung perilaku vulgar.

Harus diakui bahwa FB merupakan fenomena. Sebagaimana artikel penulis sebelumnya yang berjudul, Facebook, potret social dan tantangan terhadap nilai-nilai agama, bahwa FB telah mendorong secara langsung dan tidak langsung pada pembentukan karakter social yang dapat mengancam terhadap nilai-nilai agama. Hal ini disebabkan karena massifnya penggunaan tersebut dengan berbagai fasilitas yang dapat mengantarkan para penggunanya untuk melakukan sesuatu yang menyimpang.

Meski FB merupakan produk teknologi yang dapat mengkhawatirkan, namun FB hanyalah sarana belaka. FB bagaikan pisau bermata dua, yaitu dapat untuk kebaikan dan juga sekaligus dapat untuk keburukan atau dosa. Kemungkinan itu terbuka lebar, dan semua terpulang kepada para usernya, untuk kebaikan atau untuk keburukan.

Posisi FB sebagai sarana teknologi yang netral tersebut, tentu, secara hukum tidak dapat diberi hukum secara mutlak, halal total atau haram total. Karena dalam tinjaun kaidah fikih bahwa hukum muncul sesuai dengan iillat-nya (petunjuknya), alhukmu yadullu ma’a illatihi. Demikian juga FB jika digunakan untuk hal-hal negatif dan perbuatan dilarang, maka hukum menggunakan FB menjadi haram (dilarang).

Jika dilihat dari tinjauan kaidah fikihnya, bahwa keharaman FB bukan terletak pada substansinya (FB sebagai sarana teknologi), namun terletak pada penyikapan orang terhadap FB untuk hal-hal negatif. Artinya, ada sesuatu yang menjadi kekhawatiran jika FB digunakan secara salah, dan memang sebagian orang telah menyalahgunakan dan sangat mempengaruhi karakteristik social. Dalam bahasa kaidah fikih, ulama mendasarkan kepada dalil Saddu adz-dari’ah. Jadi pesan moral yang disampaikan oleh para ulama Jatim tersebut sebagai hal yang sudah benar adanya, apalagi ulama memiliki tanggung jawab untuk melindungi moral public dari perbuatan dosa atau maksiat.

Baca Juga:  Praja dan Staf IPDN Tahu Skandal Rektor, Tapi Bungkam

Apa itu Saddu al-Dzari’ah?

Saddu artinya menutup celah atau mencegah sesuatu. Sedangkan dzari’ah bermakna wasilah (pengantar/penghubung). Secara istilah dapat didefinisikan sebagai setiap amalan yang secara lahir boleh namun dapat mengantar kepada sesuatu yang dilarang atau diharamkan.
Jadi, Saddu Dzari’ah adalah mencegah wasilah-wasilah yang lahirnya boleh namun bisa mengantar kepada sesuatu yang dilarang guna menolak terjadinya kerusakan.

Dalam konsep umum dalam kerangka hukum Islam, Saddu adz-dzari’ah merupakan salah satu kaidah pokok dalam syari’at Islam berdasarkan dalil Al-Qur`an dan Sunnah. Diantaranya, adalah firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’am : 108). Dilihat dari aspek pendalilan, Allah SWT secara tegas melarang mencerca sesembahan-sesembahan orang-orang kafir, sehingga hal tersebut dapat berbalik yang menyebabkan mereka mencerca Allah.

Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa`ina”, tetapi katakanlah : “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.” (QS. Al-Baqarah : 104). Kalimat “Raina” dalam bahasa orang Yahudi adalah cercaan bagi orang yang diajak bicara maka hal tersebut dilarang sebab bisa mengantar orang-orang Yahudi untuk mencerca Nabi SAW karenanya.

Berkata Ibnu Rusyd: “Bab-bab Dzari’ah dalam Al-Kitab dan Sunnah panjang penyebutannya dan tidak mungkin dibatasi”. Dan Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in menyebutkan sembilan puluh sembilan contoh Saddu Dzari’ah dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Dzari’ah dari sisi wajibnya untuk ditutup atau dicegah, terbagi tiga dalam pendapat para ulama: Pertama, apa yang disepakati oleh umat tentang wajibnya ditutup atau dicegah. Contohnya seperti dalam kandungan dua ayat di atas. Kedua, apa yang disepakati oleh para ulama tentang tidak wajibnya untuk ditutup. Seperti melarang menanam anggur dengan alasan akan dijadikan sebagai minuman yang memabukkan. Ketiga, adanya perbedaan pendapat dikalangan para ulama, yaitu pada wasilah-wasilah yang boleh namun kebanyakannya bisa mengantar kepada suatu yang diharamkan. (al-atsariyyah.com, 24 November 2008).

Baca Juga:  125.406 Siswa Lulus SNMPTN 2014

Jika dilihat secara eksplisit, bahwa dalil Saddu adz-dari’ah itu tidak ditemukan dalam nash, baik al-Quran maupun Hadits Nabi. Namun, merupakan sebagai hal pencegahan dari tindakan yang dapat merusak nilai-nilai agama.

Sebagai contoh konkrit, bahwa olah raga bilyard secara substansinya tidak dilarang oleh agama. Namun jika bilyar menjadi sebab terlanggarnya aturan-aturan Allah dan rasulnya, seperti percampuran laki-laki dan perempuan bukan muhrim, melupakan sholat atau tindak perjudian, maka bilyard, dalam konteks itu, hukumnya haram. Demikian juga sarana FB sebagai sarana teknologi informasi secara substansi tidak ada masalah, atau tidak dilarang oleh agama. Namun jika FB digunakan untuk hal-hal negatif, seperti untuk sarana gosip, selingkuh, pamer (narsisme), mencerca orang dan lain sebagainya, maka penggunanan FB tersebut menjadi haram. Artinya, haram tidaknya FB tergantung dari konteksnya. Apalagi beberapa alasan disebutkan FB dijadikan sebagai sarana selungkuh dan gosip, dimana kedua hal tersebut terbuka dilakukan melalui sarana lainnya.

Jadi, dilihat dari kaca mata hukum itu merupakan hal yang biasa dalam kajian hukum Islam. Namun pemberitaan itu menjadi menarik karena menyangkut banyak kepentingan atau melibatkan user yang banyak. Disamping itu mungkin juga terdapat agenda terselubung dari media-media Barat seperti AP tentang masalah ini yang dapat menimbulkan kesan bahwa Islam itu anti teknologi dan pada titik tertentu Islam itu anti kemajuan dan kemodernan. Benahkah itu, anda dapat menilai sendiri? Wallahu a’lam bisha-shawab (Thobieb Al-Asyhar, penulis buku-buku keislaman dan redaktur www.bimasislam.depag.go.id). sumber : bimasislam.depag.go.id

About Author: Damar Alfian

Gravatar Image
Damar Alfian adalah seorang penulis dan kontren kreator di Bandung, Jawa Barat. Dia juga sebagai kontributor di beberapa media online.