Akses utama warga Desa Situdaun, Kec. Tenjolaya, Kabupaten Bogor ke pusat pemerintahan (kecamatan) dan perekonomian terputus karena kondisi jembatan Cinangneng yang tidak memadai. Warga mendesak agar Pemerintah Kabupaten Bogor segera membangun jembatan permanen di atas Sungai Cinangneng yang menghubungkan desa mereka dengan Desa Cibitung Tengah sebagai akses utama ke pusat pemerintahan dan perekonomian.
Apalagi, kondisi jembatan yang tidak layak ini sudah berlangsung lebih dari dua puluh tahun, Saat ini, jembatan yang menghubungkan kedua desa sebagai akses utama ini hanya berupa jembatan rapuh yang terbuat dari bambu. Jembatan sepanjang 25 meter dan lebar 2,5 meter itu hanya terbuat dari susunan bambu yang diikat seutas tali dengan ketinggian lima meter di atas permukaan air sungai. Selain tidak bisa dilalui oleh kendaraan bermotor, jembatan yang sudah rapuh ini juga mengancam keselamatan warga yang melintas. Sebab, beberapa bambu sudah rapuh sehingga tidak jarang ada warga yang terperosok.
Salah seorang warga Situdaun, Rusmat (50), Kamis (3/3) mengatakan sampai saat ini kegiatan perdagangan, pendidikan, serta perekonomian warga di wilayah Cidaun tersendat bahkan tidak bisa berkembang. Sebab, seluruh pusat pemerintahan ada di seberang Sungai Cinangneng. “SMP, SMA, pasar, sampai kantor kecamatan semuanya ada di seberang. Sementara, dengan kondisi jembatan yang hanya terbuat dari bambu, tidak bisa diakses dengan kendaran bermotor,” kata Rusmat.
Dicontohkan Rusmat, untuk ke pasar saja, warga terpaksa memilih ke Pasar Ciampea atau Pasar Bogor dengan pertimbangan ketersediaan angkutan umum serta lebih mudah dijangkau. Sementara, pasar Cipaku yang merupakan pusat pasar di Tenjolaya sulit untuk dijangkau. “Paling pakai ojek, ongkosnya juga sudah berapa. Jadi, akhirnya memilih ke kecamatan lain tetapi mudah ditempuh,” tuturnya.
Kepala Desa Situdaun, Moch. Asep yang ditemui “PRLM” mengatakan sudah berulang kali pihaknya mengajukan pembangunan jembatan ke Pemkab Bogor. Hanya saja, karena banyak jembatan yang harus dibangun di wilayah Kabupaten Bogor, maka rencana itu tidak terealisasi. Sementara, dana PNPM Mandiri tidak bisa memenuhi permohonan warga karena nilai pembangunan jembatan diperkirakan mencapai lebih dari Rp 500 juta. “Kami juga sudah mengajukan permohonan ke tingkat provinsi. Katanya tahun ini mau ada realisasi pembangunan jembatan. Namun, enggak tahu, sampai sekarang belum ada survei atau tanda-tanda bakal dibangun,” kata Asep.
Akibat akses ke pusat perekonomian terputus, para petani yang ada di wilayah Desa Situdaun juga tidak bisa berkembang. Bahkan, sejumlah hasil kerajinan maupun hasil pertanian harus dijual dengan harga yang jauh lebih mahal karena ongkos angkutnya yang mencapai dua kali lipat. Selain itu, kondisi ini juga menyebabkan harga kebutuhan pokok di Desa Situdaun juga lebih mahal dibandingkan desa lainnya yang bisa mengakses pusat perekonomian. “Kan, kebanyakan belanjanya jadi jauh, kalau enggak ke wilayah Pasar Bogor, ya, ke Pasar Ciampea yang jauh. Akibatnya, harga jual barang kebutuhan pokok di sini juga mahal sehingga daya beli warga menurun,” ungkap Asep.
Kondisi yang telah berlangsung lebih dari dua puluh tahun ini juga menyebabkan ratusan pelajar dari Desa Situdaun kesulitan melanjutkan sekolah. Sebab, satu-satunya sekolah lanjutan yang ada hanya di sekitar pusat pemerintahan Tenjolaya. “Ongkos ke sananya saja sudah mahal karena harus muter. Beda jika jembatan bisa dibangun sehingga aksesnya lebih mudah,” katanya. Selain itu, hasil pertanian juga bisa dijual dengan harga yang kompetitif.
Padahal, pihak desa sudah membebaskan beberapa meter lahan yang rencananya bisa dijadikan akses jalan dari jembatan ke arah jalan besar. “Sejumlah tanah sudah dihibahkan warga untuk dibangun jalan, tapi karena jembatan belum terealisasi warga terus mempertanyakan,” lanjutnya
sumber : Pikiran-rakyat.com