Warga Bogor harus sudah siap-siap merogoh koceknya dalam-dalam untuk biaya transportasi angkutan umum. Pasalnya, walaupun kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) belum ditetapkan, namun Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) sudah ancang-ancang menaikkan tarif angkutan umum. Jika harga BBM naik Rp1.500 per liter, maka tarif angkutan umum akan naik 30-35 persen.
Ketua Umum Organda, Eka Sari Lorena Soerbakti mengungkapkan, pengeluaran untuk membeli BBM memakan porsi 30-40 persen dari biaya operasional angkutan umum. Dengan rencana kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter, diperkirakan pengeluaran untuk BBM akan bertambah 15-17 persen. ”Ada tambahan biaya sekitar 15-17 persen,” ujarnya saat dihubungi kemarin.
Padahal, lanjutnya, biaya operasi kendaraan (BOK) angkutan umum saat ini saja sudah 18,37 persen di atas tarif yang berlaku sekarang. Dengan begitu, seharusnya usulan kenaikan tarif bagi angkutan kota dan angkutan umum jarak pendek dan menengah, minimum 18,37 persen. ”Itu belum memperhitungkan kenaikan harga BBM dan kendala infrastruktur lho,” tandasnya.
Buruknya infrastruktur jalan sekarang ini dianggap cukup membuat biaya perawatan dan pemeliharaan kendaraan menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Apalagi harga suku cadang juga tengah mengalami kenaikan. ”Itu akibat dari tidak adanya insentif fiskal dari sisi perpajakan yang diberikan pemerintah kepada sektor transportasi darat. Ini cukup menyulitkan bagi yang ingin merevitalisasi kendaraannya,” kata dia.
Mempertimbangkan beberapa faktor itu saja, dia memperkirakan kenaikan tarif angkutan umum seharusnya berkisar antara 30-35 persen dari tarif saat ini. Hitungannya, dari biaya operasi yang lebih tinggi 18,37 persen, dan dari estimasi kenaikan harga BBM diperkirakan 15-17 persen. ”Artinya 18,37 persen plus 15-17 persen. Jadi ada kenaikan 33-35 persen, dibulatkan saja 30-35 persen,” tukasnya.
Pihaknya mengaku cukup menyesalkan rencana kenaikan BBM tersebut, sebab sebelumnya Organda selalu ikut aktif dalam rapat-rapat mengenai subsidi BBM. Menurut dia, kebijakan itu akan semakin membuat masyarakat beralih ke sepeda motor dan memundurkan transportasi publik. ”Saat ini angkutan umum hanya menggunakan tiga persen dari total kuota premium yang disubsidi,” sebutnya.
Seharusnya, kata dia, angkutan umum tetap mendapatkan BBM subsidi. Untuk memastikan subsidi jatuh di tangan angkutan umum, pemerintah bisa menunjuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang melayani khusus angkutan umum. ”Kalau kenaikan harga BBM itu untuk angkutan umum juga, sama saja membunuh transportasi umum,” tuturnya.
Ketua Organda Kota Bogor M. Ischak Abdul Rojak, mengatakan, sampai saat ini belum diketahui apakah akan ada penyesuaian tarif angkot, jika terjadi kenaikan BBM pada bulan april nanti.
Ischak menambahkan, pihak Organda Kota Bogor maupun para sopir angkot juga tidak dapat menentukan jumlah tarif, karena menunggu Surat Keputusan (SK) Walikota yang mengatur tentang kenaikan tarif angkot di Kota Bogor.
Ia pun menjelaskan, sampai saat ini tarif jarak jauh angkot di Kota Bogor masih sekitar Rp 2000,-, namun jika memang akan naik, hanya naik Rp 500,- dari tarif yang ada saat ini. “ Kami tidak bisa menaikan terlalu tinggi, karena kasihan masyarakat juga kalau tarifnya naik terlalu tinggi, tapi kami masih tunggu SK Walikota jika memang benar akan ada kenaikan,” imbuhnya.
Sedangkan Wakil Kepala Organda Kabupaten Bogor, Wawan Gumelar mengatakan, kenaikan harga BBM pastinya akan berpengaruh terhadap tarif angkutan umum. “Kami masih belum ada rancangan kenaikan tarif angkutan umum, tapi sudah ada gambaran.”ujarnya kepada Radar Bogor, saat dihubungi melalui telepon, kemarin.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub), EE Mangindaan mengatakan, saat ini sudah mulai dibahas besaran kenaikan tarif angkutan. ”Tapi belum kami putuskan,” kata Mangindaan usai menghadiri pengucapan sumpah ketua MA di Istana Negara.
Mangindaan mengatakan, untuk angkutan laut dan kereta api sudah disiapkan dengan PSO (public service obligation). Menurut dia, problem terletak pada angkutan kota, pedesaan dan angkutan kota dalam provinsi. ”Kami sedang minta masukan dari bawah bagaimana cara mengatasinya, bagaimana kompensasinya,” tutur mantan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi itu.
Dia mengakui sudah bertemu dengan Organda dan akan melakukan pertemuan lagi untuk pembicaraan lebih lanjut. Mengenai persentase kenaikan, ia juga masih belum memberikan bocoran. ”Karena tergantung karakter daerah masing-masing kan,” katanya.
Rencana kenaikan harga BBM juga berpengaruh pada sejumlah asumsi makro ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi. Dalam draf rancangan UU APBN-P yang diserahkan ke DPR, pemerintah menurunkan target pertumbuhan dari 6,7 persen (sesuai APBN) menjadi 6,5 persen.
”Nanti akan di-exercise. Kita lihat nanti seperti apa. Memang tren dunia pertumbuhannya menurun,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa setelah rapat terbatas.
Sementara untuk inflasi, Hatta menyebutkan akan mengalami kenaikan. “Hanya managable berkisar enam sampai tujuh, sekitar itu bergeraknya. Tapi yang penting harga pangan jangan bergejolak,” katanya. (wir/fal)
sumber berita: radar-bogor.co.id,
gambar: pos-kota.co.id