Jakarta – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, meminta semua pihak untuk tidak membesar-besarkan dimungkinkannya ada perbedaan mengenai penentuan awal puasa bulan Ramadan 1433 Hijriyah. Hal itu ditegaskan karena penentuan awal bulan puasa merupakan masalah keyakinan.
“Kemungkinan perbedaan mengawali Ramadan tidak perlu dibesar-besarkan, karena itu wilayah keyakinan,” terangnya usai mengikuti sidang uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN-P 2012 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (18/7/2012).
Terlepas kemungkinan adanya perbedaan, Din mengimbau umat Islam agar memanfaatkan bulan puasa untuk beribadah kepada Allah SWT sesuai keyakinannya. Selain itu, Muhammadiyah meminta umat Islam untuk memaknai bulan Ramadan sebagai bulan latihan. Baik latihan untuk menyucikan jiwa atau tazkiyatun nafs maupun untuk pengembangan kualitas kejiwaan.
“Gunakanlah ibadat sesuai dengan keyakinan. Kedua, maknailah bulan Ramadan sebagai bulan latihan, baik untuk penyucian jiwa, tazkiyatun nafs, maupun untuk pengembangan kualitas kejiwaan,” jelas Din.
Dengan begitu, lanjutnya, bulan Ramadan tidak dimaknai sebagai rutinitas tahunan. Akan tetapi sebagai bulan pelatihan untuk meningkatkan keimanan umat Islam.
Sebelumnya, Din mengatakan bahwa Muhammadiyah sudah menetapkan awal puasa jatuh pada 20 Juli 2012 dan salat tarawih mulai 19 Juli 2012. Penentuan awal bulan puasa ini berbeda dengan pemerintah yang seperti tahun-tahun sebelumnya baru akan menentukan sehari sebelum hari-H.
“Alquran menyuruh kita untuk pandai berhitung. Oleh karena itu kita sudah memutuskan, insya Allah 20 Juli hari pertama puasa dan 19 Juli mulai salat tarawih,” katanya.
sumber : www.inilah.com