Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pernyataan khususnya di hadapan sejumlah wartawan di Jakarta hari Senin (15/07) mengatakan, kegagagalan mengeluarkan pernyataan bersama dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN adalah yang pertama terjadi dalam sejarah berdirinya ASEAN.
“Terus terang sebagai salah satu pemimpin negara ASEAN saya kecewa dan prihatin karena apa yang baru saja terjadi dalam pertemuan itu bisa menimbulkan gambaran yang keliru tentang ASEAN,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Mestinya serumit apapun masalah selalu ada titik temu dan selalu ada konsensus dan itulah tradisi dan budaya politik ASEAN yang dijalankan selama ini atau dikenal dengan the ASEAN way.”
“Serumit apapun akhirnya bisa dibangun satu konsensus yang akhirnya diwujudkan dalam joint komunike, deklarasi bahkan banyak yang jadi agreement.”
Sebelumnya para menteri ASEAN dalam pertemuan yang berakhir pada akhir pekan lalu di Phnom Penh Kamboja gagal mencapai kesepakatan yang mencakup acuan sengketa sejumlah anggota dengan Cina dalam soal sengketa wilayah Laut Cina Selatan
Saat ini Filipina, Selatan, Malaysia, dan Brunei terlibat konflik dalam klaim teritorial kawasan yang kaya minyak di Laut Cina Selatan.
Para pejabat ASEAN dalam pertemuan itu mengatakan para anggota menginginkan pernyataan bersama di akhir pertemuan ini yang mencakup acuan sengketa sejumlah anggota dengan Cina itu. Namun kesepakatan itu gagal mereka wujudkan.
Peran Kamboja
Filipina menuduh Kamboja -sekutu dekat Cina- mencegah agar sengketa itu disinggung.
Namun Menteri Luar Negeri Kamboja Hor Namhong mengatakan semua anggota ASEAN bertanggung jawab atas kegagalan mengeluarkan pernyataan akhir itu.
“Saya telah meminta agar isu komunike bersama dikeluarkan tanpa menyinggung sengketa Laut Cina Selatan… namun sejumlah anggota beberapa kali menekankan agar isu Scarborough Shoal (kawasan di Laut Cina Selatan) dicantumkan,” kata Hor Namhong.
“Saya telah mengatakan kepada para delegasi bahwa pertemuan menteri luar negeri ASEAN bukan pengadilan dan bukan tempat untuk menjatuhkan keputusan terkait sengketa,” tambahnya.
Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dalam pernyataannya hari ini meminta Kamboja mampu memainkan perannya untuk bisa mendorong munculnya sikap ASEAN terkait soal Laut Cina Selatan yang akan dibawa dalam dalam pertemuan pemimpin ASEAN bersama negara mitra mereka.
“Saya berpendapat seraya saya tetap percaya kepada PM Hun Sen sebagai ketua untuk bisa mengelola permasalahan ini dengan baik, karena pertemuan Phnom Penh gagal menghasilkan komunike kiranya bisa dilakukan konsultasi dan lobi menteri luar negeri di jajaran ASEAN untuk mengisi kekosongan dan tidak masuk angin,” kata Presiden Yudhoyono.
“ASEAN harus punya posisi yang kokoh, kuat dan jernih, dengan semangat kebersamaan saya yakin masih ada jalan untuk betul-betul mengelola persoalan Laut Cina Selatan dengan sebaik-baiknya.”
Keputusan realistis
Pemerhati masalah luar negeri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, LIPI, Adriane Elizabeth mengatakan tidak adanya kesepakatan dimunculkan dalam pertemuan tingkat menteri akhir merupakan sesuatu yang biasa dan realistis.
“Sebuah pertemuan jika tidak mencapai kesepakatan itu memang realistis bahwa ada masalah dalam tubuh ASEAN yang tidak bisa selalu ditutupi dengan kesepakatan bersama dan bla bla… jadi menurut saya ya fine saja,” kata Adriane Elizabeth.
Dia menilai kesepakatan yang dimunculkan ASEAN kerap hanya terkait isu-isu yang tidak sensitif dan cenderung retorik.
Mengenai munculnya perbedaan sikap anggota ASEAN dalam soal Laut Cina Selatan, Adriane menilai itu terkait dengan ketidakmampuan organisasi itu dalam menempatkan diri dalam mendukung anggotanya yang terlibat sengketa dengan Cina.
“Satu lagi yang menjadi catatan juga adalah ketika Filipina meminta back up dari ASEAN, mereka tidak bisa secara jelas dan tegas mengatakan mendukung Filipina karena itu ada kepentingan negara lain disitu. Ada kompleksitas persoalan yang tidak diduga oleh ASEAN.”
“Membesarkan ASEAN memang mudah tetapi menyelesaikan persoalan (di kawasannya) secara tuntas itu menjadi PR besar bagi ASEAN,” pungkas Adriane.
Sebelumnya, forum para menteri ASEAN menyepakati peraturan maritim dan mengajukan usulan itu agar disepakati Cina. Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan Beijing akan mempertimbangkan bila usulan itu dianggap layak.
Indonesia bersama Malaysia, Thailand, Filipina, dan Singapura merupakan negara yang mempelopori terbentuknya ASEAN pada tahun 1967.
Belakangan organisasi regional ini terus berkembang dan jumlah keanggotaannya juga membesar dengan mulai bergabungnya Brunei Darusalam pada tahun 1984 disusul oleh Vietnam tahun 1995 kemudian Laos dan Burma bergabung pada tahun 1997 dan terakhir Kamboja yang bergabung pada tahun 1999.
Sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia