CIANJUR, – Surat edaran berisi imbauan mogok massal produksi tahu tempe yang dikeluarkan Koperasi Perajin Tempe Tahu Indonesia (Kopti) membuat perajin tempe di Kab. Cianjur bingung.
Selain itu, harga kedelai merangkak naik hingga mencapai Rp 7.800- Rp 8.000 per kilogram (kg) membuat perajin terancam gulung tikar.
Salah seorang perajin tempe di Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Cianjur, Atang mengatakan meski sudah ada surat edaran ia dan beberapa perajin tempe lainnya memilih untuk bertahan dan tetap memproduksi tempe. Meskipun mereka mengeluhkan harga kedelai yang naik lebih dari 50 persen dari harga sebelumnya.
“Kalau kami harus mogok produski artinya kami kan mogok kerja. Kami bingung lalu memenuhi kebutuhan hidup darimana?. Saat ini kami memilih bertahan untuk tetap memproduksi dengan bahan baku yang biasanya bisa membeli 5 kuintal kedelai, kini hanya bisa 3 kuintal saja,” katanya.
Kenaikan harga kedelai di Cianjur, kata Atang, terjadi sejak awal Juli lalu. Kenaikan hampir terjadi setiap hari, dari harga yang sebelumnya Rp5.500 per kg, kini mencapai Rp7.800 hingga Rp8.000 per kg.
“Kenaikan tersebut sangat merugikan para pengrajin. Bahkan, sejumlah pengrajin kecil memilih untuk tutup, karena tak sanggup untuk memproduksi kembali. Modal mereka pas-pasan jika harus membeli kedelai dengan harga Rp 8.000 per kg,” ujarnya.
Untuk mengatasi ancaman gulung tikar, ia dan beberapa perajin lainnya mensiasati dengan mengurangi produksi. Jika biasanya, dirinya memproduksi sekitar lima kuintal, kini hanya sekitar tiga kuintal saja.
“Untuk tetap menjaga jumlah tempe yang diproduksi kami juga memperkecil ukuran tempa. Kami tidak berani menaikan harga tempe, karena kalau kami naikkan harga jual, kami takut jutru tidak akan laku,” tuturnya.
Bentuk solidaritas dari surat imbauan yang dikeluarkan oleh Kopti Pusat soal rencana mogok masal pada 28 Juli 2012, sebagai bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai, Atang dan rekannya memilih untuk mengurangi produksi saja.
“Paling kami hanya akan mengurangi jumlah produksi, sebagai bentuk penghargaan terhadap imbauan tersebut. Meski demikian, kami akan tetap rugi, karena harga kedelai yang terus naik,” ucapnya.
Perajin lainnya, Sukirno mengharapkan campur tangan pihak terkait dari Pemkab Cianjur untuk membantu atau melakukan operasi pasar agar harga kedelai tetap terjangkau bagi para perajin tempe.
“Kami tahu meski tempe diperkecil pasti akan tetap ada yang membeli karena tempe sudah menjadi lauk pokok bagi masyarakat. Apalagi harga daging dan ayam juga naik. Tapi kami juga merasa kasihan dengan konsumen. Bulan puasa biasanya permintaan akan tempe naik hingga 20-3- persen,” tuturnya.
Sementara itu, Hugo Siswaya, Ketua Kopti Cianjur saat akan dikonfirmasi terkait surat edaran mogok massal produksi tempe tidak dapat ditemui, karena sedang tidak berada di kantornya. (A-186/A-89)***
Sumber : www.pikiran-rakyat.com