Tangkubanparahu kembali bergejolak. Kemarin, ribuan massa memblokade pintu masuk menuju kawasan objek wisata kebanggaan Jawa Barat tersebut.
Aksi ini dilakukan mulai Rabu (15/8) pagi dengan memasang portal di pintu masuk utama hingga pintu tiket, termasuk dengan memasang spandukspanduk hujatan kepada pihak pengelola PT Graha Rani Putra Persada (GRPP). Sebelumnya pada 15 Mei, aksi serupa juga dilakukan oleh massa yang tergabung dalam Lembaga Adat Karaton Galuh Pakuan tersebut.
Massa yang terdiri atas kaum pedagang dan masyarakat itu merusak semua perlengkapan di kantor pintu tiket yang mengakibatkan lumpuhnya kunjungan wisatawan ke Tangkubanparahu. Pada aksi kemarin, massa yang mulai tidak terkendali membakar beberapa barang di sekitar pintu tiket.Umbul-umbul yang dipasang oleh pihak pengelola di sepanjang pintu masuk,dicabut dan dirusak.
Polisi yang berjaga pun seolah tidak berdaya karena kalah jumlah dibandingkan dengan massa yang sudah terlihat beringas. Kepala Desa Cikole Jajang Ruhiyat yang coba menyampaikan aspirasi pun tidak digubris. Bahkan, seorang perwakilan dari PT GRPP nyaris dihakimi karena dianggap telah sewenang-wenang kepada warga Cikole dan pedagang. Kepala Desa Cikola Jajang Ruhiyat mengaku dirinya sudah mencoba mediasi kepada pengelola,tapi tidak ada titik temu.
Akibatnya, hal ini memicu kekecewaan warga yang sudah terjadi berulang kali.Masyarakat saat ini menunggu bagaimana realisasi dari pihak pengelola untuk bisa mengakomodasi warga secara baik.Namun, ternyata selama empat tahun lebih hal itu tidak terwujud. Tuntutan warga dan kaum pedagang kepada pihak pengelola karena PT GRPP dituding sudah melakukan tindakan intimidasi.
Sering bertindak arogan, tidak menghargai warga dan pedagang, tidak memiliki izin pengelolaan,tidak memiliki izin mendirikan kantor, dan lainnya Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Maliki mengatakan, masyarakat dan pedagang sudah tidak merasa nyaman dengan perilaku PT GRPP. Mereka hanya mengambil keuntungan tanpa memperhatikan lingkungan, menekan pedagang yang mau membetulkan kiosnya, menggunakan preman sebagai sekuriti, pemerintah dan warga hanya jadi penonton,dan menuntut Rp100 juta kepada pedagang yang memotong ranting.
Tidak hanya itu,warga dan kaum pedagang menuding PT GRPP sudah melakukan tindakan intimidasi. Sering bertindak arogan, tidak menghargai warga dan pedagang, tidak memiliki izin pengelolaan, tidak memiliki izin mendirikan kantor, dan masih banyak lagi kesalahan yang dilakukan. “Pedagang dituntut Rp100 juta, tapi perilaku mereka lebih parah dalam merusak lingkungan dan tidak pernah ada sanksi,”ucapnya.
Ruslan mengatakan, PT GRPP membantah semua tuduhan yang dilayangkan oleh massa gabungan warga dan pedagang. Selama ini, pihaknya berusaha kooperatif dan memberdayakan masyarakat sekitar. “Kami tidak pernah melakukan intimidasi ataupun memeras Rp100 juta seperti yang dituduhkan,”ucapnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT GRPP Putra Kaban mengaku prihatin dengan kembali terjadinya aksi perusakan tersebut.Menurut dia, apa yang sudah dituduhkan oleh warga dan masyarakat pedagang itu semua tidak benar. Pihaknya termasuk karyawan PT GRPP tidak pernah ada yang melakukan seperti yang sudah dituduhkan. “Semua yang dituduhkan itu tidak benar,”ujarnya. adi haryanto
Sumber : www.seputar-indonesia.com