MEDIA MASSA DI MATA ANAK-ANAK

by -478 views

Ilustrasi

Oleh. Najmudin Ansorullah

Dari Uwak Kepoh Sampai Timur Tengah (in Memoriam Tahun 1980-an)

Kalau melihat kondisi sekitar tahun 1980-an, listrik belum masuk secara merata ke pelosok pedesaan. Masyarakat masih banyak yang belum mempunyai televisi, apalagi komputer yang sudah terhubung dengan jaringan internet, sehingga anak-anak masa itu tidak tahu yang namanya Play Station (PS), MP3, Facebook, apalagi membuat blog atau gambar animasi seperti halnya dilakukan siswa/i SLTP ketika praktek komputer. Kini, seiring dengan kemajuan teknologi informasi (information of technology/IT) yang semakin canggih, anak kecil berusia tiga tahun saja sudah mampu mengoperasikan komputer atau Hand Phone (HP) berjam-jam sekedar untuk main game.

Kebanyakan keluarga yang belum mempunyai televisi menonton TV hitam putih milik tetangga untuk mengisi liburan atau waktu senggang. Paling tidak satu keluarga hanya mempunyai satu buah radio-tape untuk mendengarkan berita RRI atau cerita daerah Brama Kumbara, Sirintil, Si Rawing dan cerita lain dari Uwak Kepoh di sore hari.

Saat itu, radio-tape menjadi kesayangan dan kebanggaan masyarakat untuk sekedar hiburan. Pada sore hari sekitar pukul 17.00-an terlihat sekelompok anak-anak berkumpul di rumah salah seorang tetangga hanya untuk mendengarkan cerita rakyat dari radio. Bahkan konon, pada tahun 1970-an di antara masyarakat berani menjual kerbaunya yang sering dipakai menggarap sawah ladang sekedar untuk membeli tape/radio merek Sonny yang saat itu harganya hampir sebanding dengan harga ternak kerbau.

Biasanya anak-anak kecil masa lalu apabila hendak nonton televisi harus mencari rumah-rumah tetangga yang mempunyai televisi. Apabila acara nonton itu dilakukan bersama keluarga paling tidak pada hari Minggu mereka diajak dan diijinkan nonton acara hiburan-hiburan keluarga seperti acara Gelanggang Olah Raga di TVRI. Tinju Elias Pyical, Mike Tyson atau Tayangan Ulang petinju legendaris Mohammad Ali.

Menjelang malam, setelah melakukan pengajian al-Qur’an ba’da Maghrib atau mengikuti pengajian ba’da Isya mereka diajak keluarga menonton acara Dunia Dalam Berita di TVRI yang ditayangkan tiap malam dengan durasi waktu 30 menit mulai pukul 21.00-21.30 WIB di lanjutkan 10 menit untuk Laporan Khusus.  Pada masa Orde Baru program berita tersebut mulai tahun 1989 sampai tahun 2000 harus di-relay oleh televisi-televisi swasta, seperti RCTI, TPI, ANTV, dan lain-lain. Orang tua banyak melarang anak-anaknya untuk menonton acara selain berita dan dunia anak. Anak-anak dilarang banyak menonton televisi oleh ibu-ibu mereka, apalagi tayangan film Barat atau tontonan dewasa, termasuk film anak (cemen) produksi luar negeri, karena khawatir mengganggu proses belajar dan pendewasaan mereka.

Meski kegiatan menonton anak-anak dibatasi oleh orang tuanya, tapi mereka bersama teman-temannya banyak yang nekat untuk nonton acara televisi tanpa sepengetahuan orang tuanya. Menjelang sore hari anak-anak disuguhkan acara film televisi seperti film Flash Gordon, Batman, Superman, Thunder dan lain-lain. Paling orang tua memberi izin hari Minggu pagi sekitar pukul 09.30 untuk melihat acara Film Anak Indonesia (FAI) yang banyak digemari yaitu film Si Unyil. Karena acara film yang memerankan tokoh di antaranya Pak Raden dan Si Ogah yang malas dan bisanya hanya meminta-minta dengan bahasa yang populer “gope dulu dong” itu sangat di gemari anak-anak, tidak jarang sebagian anak-anak lainnya menonton sambil mengintip di balik jendela tetangga, karena di dalam rumah suasananya sudah seperti ruangan bioskop.

Bisa dipastikan rumah yang memiliki televisi sering dipenuhi anak-anak untuk menonton sambil tertawa-tawa meskipun terkadang membuat pemilik rumah merasa kegaduhan. Saat itu, Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan satu-satunya program televisi yang dapat dinikmati masyarakat Indonesia. Setelah TVRI, muncul program televisi swasta RCTI, sehingga tontonan anak-anak menjadi bertambah. Bahkan sebagian pemilik televisi berani memberikan tarif Rp. 25 untuk anak-anak yang hendak menonton program baru tersebut. Untuk menanggulangi tontonan anak-anak yang sudah terlanjur banyak menikmati film-film Barat dari RCTI, tahun berikutnya muncul program baru yang menawarkan acara pendidikan yaitu TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Semula TPI sering menyiarkan acara-acara yang mengandung pendidikan. Namun, penayangan acara-acara pendidikan itu banyak menuai protes sebagian masyarakat karena ditayangkan saat jam sekolah anak-anak. Untuk menghadapi persaingan di dunia pertelevisian, TPI pun menyuguhkan film luar negeri seperti film Mahabrata.

Kini, seperti halnya program-program televisi swasta lainnya, TPI banyak menyuguhkan tayangan dewasa seperti Sinetron yang kurang pantas untuk konsumsi anak-anak sekolah. Sinetron banyak menayangkan anak-anak sekolah yang melawan orang tua, guru atau masyarakat yang secara tidak langsung mengajari anak-anak untuk melawan mereka.

Baca Juga:  Manfaat Daun Sirsak dan Daun Pegagan untuk Obat Wasir

Media masa yang tidak kelah penting pada masa lalu yaitu surat kabar koran seperti Pikiran Rakyat, Pos Kota, Kompas menyusul Republika yang baru mendapatkan SIUP tahun 1992. Sedangkan majalah dari tahun ke tahun jumlahnya semakin terus bertambah. Mulai majalah yang dikelola lembaga pemerintah seperti Departemen Agama (Depag) Bina Dakwah, Panji Rakyat atau lembaga swasta seperti LP3ES Prisma, dan lain-lain. Bahkan terbit majalah-majalah untuk bidang tertentu seperti majalah pertanian Trubus, majalah berbahasa Sunda Mangle, atau kalangan usia seperti untuk kaum wanita dan orang tua majalah Femina, Sarinah dan Intisari. Untuk anak muda misalnya majalah HAI yang sering dipelesetkan dengan “Hancurkan Agama Islam” karena isinya banyak memuat kehidupan remaja yang glamour. Sedangkan untuk anak-anak terdapat majalah BOBO yang banyak memuat kisah cerita dari negeri dongeng.

Kini, media masa cetak jumlahnya sudah semakin banyak di dalam negeri, bahkan sudah dikemas ke dalam berbagai bentuk dan bahasa. Bukan hanya koran dan majalah tapi media masa seperti Bulletin sudah tidak terhitung jumlahnya.

Anak-anak masa lalu ketika membaca koran atau majalah sering melakukannya dengan bersama, baik dengan keluarga atau teman-teman. Meski sebagian saat itu belum mampu mencerna dengan baik pesan berita yang terkandung di dalamnya, namun paling tidak dapat merangsang minat anak dalam membaca, itupun sambil bersenda-gurau dengan teman-teman, Misalkan ketika membaca nama orang L.B. Moerdani dipelesetkan dengan (maaf) “lalaki badeur mun maot di naraka babaturan ifrit”. Orang dewasa mengarahkannya dalam membaca koran atau media masa lain, karena suatu saat anak akan mengerti sendiri, baik melalui penjelasan orang dewasa ataupun tidak dalam memahami suatu peristiwa.

Mengenal Tokoh di Media Masa

Kalau bertanya kepada anak seusia SD, siapa tokoh yang pernah mereka kenal di televisi atau media lainnya, mungkin anak-anak itu akan menjawab dengan fasih, Naruto tokoh film kartun dari Jepang, tokoh-tokoh Sinetron kisah percintaan atau tokoh film laga seperti Jacky Chan, Steven Chau dan yang lainnya. Bahkan mereka mendapat informasi tambahan mengenai tokoh-tokoh tersebut dari buku-buku komik modern.

Meski sang sutradara film menyisipkan sebagian pelajaran untuk masyarkat dari kehadiran film-film tersebut, kiranya sulit untuk menentukan pelajaran yang harus diambil dari tokoh-tokoh media yang disuguhkan baik di media elektronik seperti TV, internet maupun buku-buku komik anak-anak. Apalagi ketika anak menikmati media informasi baik cetak atau elektronik tidak didampingi orang tua.

Oleh karena itu, tidak heran kalau anak-anak muda sekarang lebih mengidolakan artis sinetron atau tokoh film kartun dari luar negeri dari pada mengenal tokoh-tokoh bangsa, pemuka agama, ilmuwan, pengarang dan lain-lain. Seperti sang arsitek dan teknokrat BJ. Habibi, kepiawaiannya Amin Rais dalam diskusi ilmiyah, Zainudin MZ dengan gaya pidatonya yang khas dan lain-lain. Apalagi kalau ditanya tokoh luar negeri seperti Dr. Zakir Naek seorang muslim ahli debat dari India yang menguasai berbagai kitab suci di dunia, Syekh Ahmad Yasin seorang guru bahasa dan menjadi tokoh panutan yang gugur demi membela agama Islam di bumi Palestina.

Mungkin anak-anak remaja sekarang akan bingung menceritakan tokoh-tokoh seperti itu, padahal media informasi seperti televisi sudah merambah ke rumah-rumah warga sampai pelosok pedesaan, bahkan anak kecil pun sekarang sudah menganal internet.

Apabila mengintip kondisi anak-anak tahun 1980-an yang masih minim media informasi. Mereka sering memperbincangkan tokoh-tokoh seperti Soekarno, Soeharto atau Soedomo. Bahkan tokoh yang terakhir disebut melekat pada seorang anak usia kelas empat SD karena konon genteng rumahnya berasal dari rumah Soedomo ketika kakanya bekerja bangunan di rumah mantan pejabat di era pemerintahan Soeharto, bahkan disebut-sebut sebagai orang kedua yang berpengaruh di Indonesia setelah Soeharto.

Baca Juga:  Tiga Jembatan di Kab. Cianjur Putus

Anak-anak saat itu sering memperbincangkan tokoh-tokoh nasional, tokoh agama, bahkan terkadang membicarakan tokoh luar negeri seperti Saddam Husein dan Yasser Arafat.

Saddam Husein dan Yasser Arafat pernah menjadi tokoh perbincangan anak-anak Indonesia tahun 1980-an meski pada mulanya mereka hanya mengatahui bahwa Saddam adalah tokoh pemimpin Irak sedangkan Yasser sebagai pemimpin Front Organisasi Pembela Palestina (PLO).

Anak-anak penasaran untuk melihat tokoh tersebut di televisi melalui acara Dunia Dalam Berita yang sering dibawakan di antaranya oleh Usi Karundeng, Unun, atau Mac Sopacua.

Anak-anak dengan bangga melihat televisi yang menayangkan Saddam Husein tengah mengadakan rapat kenegaraan dengan khidmat dan serius membahas isu yang terjadi di Timur Tengah terkait penyerangan-penyerangan Israel ke kawasan Muslim seperti Palestina, Lebanon, Syuriah dan lain-lain. Tampak Yasser Arafat bersama anggota PLO lainnya sedang membawa senjata untuk melawan Israel.

Pada saat yang bersamaan, televisi menayangkan acara KTT Non Blok (KNB) yang ke-sepuluh di Jakarta. Pelaksanaan KTT ke-sepuluh itu dipimpin seorang chairman presiden RI ke-2 Soeharto. Tampak muka anak-anak sangat menyenangi peristiwa KNB ke-10 karena peristiwa itu digelar di Indonesia. Sayang, anak-anak itu belum cukup dewasa untuk mengetahui persoalan-persoalan dalam peristiwa KNB itu, sehingga sebagian anak bertanya pada orang dewasa mengapa Yasser Arafat diperkenankan membawa senjata berlaraskan pendek (pistol) masuk ke dalam ruangan acara, sementra delegasi dari negara-negara lain tidak diperbolehkan oleh panitia dalam pemeriksaan keamanan? Banyak anak-anak bertanya siapa tokoh kharismatik itu hingga ia disegani oleh dunia bahkan diperkenankan masuk ke acara Internasional dengan membawa pistol.

Begitu pula Saddam tidak kurang muncul di televisi atau media-media lain yang gencar mengadakan perlawanan terhadap musuh-musuh karena sering mengadakan agresi ke Irak, sehingga warga Irak yang berumur 15-17 tahun terlihat duduk-duduk di atas tank-tank baja sambil memegang senapan berlaras panjang menghadapi musuh dengan gagah dalam suatu peperangan.

Simbol Perlawanan

Saddam dan Yasser sering diidentikkan dengan simbol perlawanan terhadap Israel, Amerika dan sekutu-sekutunya. Yasser adalah seseorang yang pernah menyusup ke kamp-kamp pertahanan Israel. Ia sering mengadakan penyusupan ke dinas-dinas rahasia Israel. Sejak masa sekolah Ia sempat tidak melanjutkan studinya untuk meraih gelar sarjana, karena dirinya bertekad dan memutuskan untuk membantu perjuangan muslim Palestina dalam menghadapai agresi Israel dan sekutunya.

Pada masa peperangan, ia dipercaya sebagai pemimpin dan mendirikan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Yasser menikahi gadis yang beragama Kristiani bernama Halla. Untuk menempuh jalur perdamaian berbagai macam cara yang Ia lakukan termasuk mengadakan pertemuan dengan beberapa pemimpin agama di Timur Tengah. Ia pernah diberi kehormatan dan mendapatkan hadiah nobel perdamaian bersama pemimpin Israel Issac Rabin.

Pihak Israel pernah menuduh kuat bahwa Yasser sebagai pimpinan teroris di Palestina, sehingga Ia merupakan ancaman bagi pihak Israel. Semasa Yasser menjadi pemimpin Palestina, terjadi peperangan Israel dan Palestina. Karena kondisi yang terdesak, akhirnya Yasser pernah meminta bantuan kepada para pemimpin Inggris di London. Permohonan Yaser seperti tidak didengarkan para pimpinan Inggris di London, sementara Israel mengecam terus dan mengepung Yaser yang saat itu listrik dalam keadaan padam.

Menginjak lanjut usia Yaser sering mengalami sakit-sakitan dan sering dirawat di rumah sakit Palestina. Namun saat menjelang kematiannya, Yaser pernah dipindahkan ke rumah sakit Prancis. Banyak kabar tentang kematiannya namun semua itu tidak dapat dibuktikan. Sementara juru bicara Yasser baru mengumumkan kematiannya pada penghujung tahun 2004.

Sementara Saddam Husein seorang warga asli Irak berasal dari Tigris yang pernah menjadi pemimpin besar negara Irak. Sejak kecil orang tua Saddam banyak mengajarkan pendidikan terutama di bidang politik. Setelah dewasa, Saddam banyak mengambil pelajaran politiknya dari pemimpin-pemimpin Irak kuno pada zaman Babylonia.

Saddam menikah dengan warga Irak dan dikaruniai anak, yaitu Uday Husein, Qussay Hussain dan Adnan Husain. Anaknya bernama Adnan pernah membantah terhadap hukum yang diterapkan di Irak, kemudian Saddam memenjaraknnya sesuai dengan hukum di Irak. Kedua anaknya Qussay dan Uday membantu ayahnya dalam peperangan melawan Amerika Serikat sekitar tahun 2003-an. Kedua anaknya (Qussay dan Uday) meninggal setelah tempat persembunyaiannya dibom bardir oleh pasukan sekutu sehingga raut mukanya tidak kelihatan jelas.

Baca Juga:  Malaysia Airlines di Tembak 100 Jenazah Ditemukan di Dekat Lokasi Jatuhnya Pesawat

Di Irak golongan agama yang paling dominan adalah Syiah dan Sunni. Saddam berusaha keras untuk menengahi kedua kubu itu dengan cara perdamaian. Meski demikian, warga Irak yang status agamanya non-muslim juga dilindungi denga baik. Dalam peperangan dengan Amerika dan sekutunya terutama Israel, Irak selalu dicurigai sebagai negara yang menyembunyikan zat biologis yang mampu memusnahkan manusia secara masal.

Akibat berbagai tuduhan Amerika Cs, tersebut Saddam akhirnya melawan walaupun dengan cara militer (peperangan). Setiap kali Amerika Serikat mengadakan penyerangan terhadap Irak, Saddam melakukan penyerangan balasan dengan cara menghantam Israel, sehingga negara Yahudi itu sering mengadukannya pada pihak Amerika, kemudian Amerika meminta bantuan kepada sekutu-sekutunya di kawasan Eropa untuk meminta dukungan. Pernah suatu saat di tahun 2003 ketika Amerika Serikat mengadakan parade militer dengan memamerkan kekuatan militer dan kecanggihan teknologinya, pemerintahan Saddam di Irak memamerkan parade militer yang di antaranya terdiri dari ibu-ibu berjilbab rapi berseragam militer hijau dan memagang senjata dengan gagah berani.

Anak-anak Sekarang

Kisah nyata Yasser dan Saddam itu bagi warga Indonesia mungkin hanya sekedar menjadi tontonan di layar televisi saja. Namun, paling tidak dengan mengangkat kedua tokoh tersebut terbetik sebuah pelajaran berharga yang menjadi inspirasi anak-anak muda untuk terus berjuang membela kaum tertindas yang dirampas hak-haknya oleh kaum yang serakah dan sombong. Itu pun bagi yang pernah mengalami kehidupan di zamannya. Kini, kedua tokoh tersebut telah tiada seiring dengan hegemoni Barat (Amerika dan Eropa) masih mendominasi kawasan-kawasan Islam di Timur Tengah.

Bagaimana anak-anak sekarang, apakah melawan kepada kebatilan, atau justru melawan kepada kebenaran?

Ah sayang, kini rupanya anak-anak tengah mengalami kondisi memperihatinkan, terutama karena media masa sering menayangkan sosok artis melalui film-film fiktif di televisi. Terkadang tokoh itu memerankan adegan maksiat di tempat ramai, padahal perbuatan itu telah menabrak larangan agama.

Lebih jauh lagi seringkali anak disuguhkan tontonan tokoh Sinetron yang berperan sebagai pembangkang, malas, boros, suka hura-hura, membenci saudaranya, tawuran dan lain-lain. Bahkan, kerap kali televisi sering menayangkan kisah percintaan di sekolah dan sikap melawan kepada orang tua dan gurunya. Tayangan-tayangan seperti itu sangat mudah ditiru anak-anak, sehingga film yang semula bersifat fiktif/khayalan menjadi kasus nyata yang serupa dengan cerita di film-film televisi.

Kondisi itu diperparah lagi akibat anak sudah tidak mampu lagi memanfaatkan sisi positif dari teknologi yang bersifat netral. Sikap individu anak-anak yang mulai terjangkit virus “HIV” (Handphone, Internet dan Valentine) telah merepotkan orang tua bahkan gurunya karena harus bersikap lebih waspada dalam mengontrol kondisi anak.

Dengan Handphone anak sanggup menghabiskan waktu siang-malam hanya untuk menikmati layanan free talk dengan teman lawan jenis dan bebas melakukan pembicaraan tanpa henti dan sensor orang tuanya. Begitu pula internet, baik melalui jaringan seluler ataupun komputer anak-anak “betah” bermain berjam-jam menghabiskan waktu, sehingga hasrat makan, bergaul dengan teman dan belajar menjadi kurang. Begitu juga acara-acara valentine dan sejenisnya yang nota bene berasal dari Barat tidak kurang menyedot perhatian anak muda yang mendorong untuk melakukan perbuatan maksiat.

Akhirul Kalam

Rasulullah SAW., bersabda: “Tiap-tiap anak yang dilahirkan (pada dasarnya) terlahir suci, sehingga kedua orang-tuanya yang menjadikannya ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”.  Hadits tersebut mengisyaratkan bukan hanya disebabkan kedua orang tuanya beragama Yahudi, sehingga anaknya pun beragama Yahudi, melainkan banyak di antara keluarga yang orang-tuanya Muslim shalih, namun anak-anaknya terjerumus ke dalam pergaulannya yang Yahudi, sifatnya Nasrani dan kelakuannya seperti agama Majusi. Naudzubillah

Marilah selamatkan anak-anak dengan mengembalikan kepada fitrahnya agar tidak terbawa arus negatif dari lingkungan dan pergaulan yang tidak menentu dan tidak mendidik, sehingga menjadi anak yang mampu menetukan arah yang lebih bermanfaat untuk bekal di masa mendatang dan hari kemudian.