Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menyatakan kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama telah mengembalikan makna hakiki perpolitikan. Keterlibatan publik untuk berpartisipasi kembali muncul, bahwa politik tidak selalu bicara uang dan kekuasaan.
“Karena politik itu hakikatnya kepada publik, yaitu keterlibatan publik,” ujar guru besar di UI itu usai diskusi polemik “Belajar dari Pemilukada DKI” di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 22 September 2012.
Hamdi menerangkan, fenomena ini juga memberikan kesadaran publik terhadap pentingnya ketulusan dalam berpolitik dan tidak melulu bicara kekuatan elite. “Ini koreksi juga bahwa politik tidak hanya berbicara kekuatan atas terus, bahwa politik juga harusnya berangkat dari ketulusan,” kata dia.
Dia menjelaskan, keberhasilan Jokowi di Kota Solo, setengahnya karena kekuatan publik. Di mana Jokowi banyak mendengarkan aspirasi publik, khususnya kaum bawah.
Di Jakarta, menurut Hamdi, salah satu contoh tidak terlibatnya publik pada kebijakan pemimpin adalah soal pemecahan masalah kemacetan. Padahal, menurut dia, publik turut andil atas “penyakit” Jakarta yang satu itu.
“Orang banyak tidak sadar kemacetan itu sumbangsih dari perilaku publik dalam tanda kutip, tidak mendukung kebijakan,” katanya.
Karena itu, Hamdi menambahkan, Jokowi-Ahok merupakan sebuah awal yang baik. Sekaligus pembelajaran yang bagus, bahwa publik tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Artinya, publik harus ikut dan diajak terlibat aktif terutama mengenai kebijakan-kebijakan.
“Publik tidak bisa Anda sepelekan. Ini mudah-mudahan bisa menjadi kebangkitan awal publik,” katanya.
Mengenai partai politik yang sebenarnya ikut “bertarung” dalam Pilkada DKI 2012, Hamdi melihat, partai-partai itu seharusnya banyak mendengarkan publik. “Sebenarnya kemenangan Jokowi ini pukulan telak bagi parpol. Bahwa Anda harus mendengar publik. Dan Anda harus punya watak yang lebih publik,” ujar Hamdi.
Tentunya, politik publik itu, lanjut Hamdi, hanya bisa dimainkan oleh orang yang bisa dijadikan ikon. Di mana orang itu mempunyai syarat yang setimpal, yakni punya integritas, track record, inspiratif, dan punya kemauan berbuat.
“Kalau syarat-syarat itu tidak terpenuhi, antusiasme publik juga tidak akan sebesar kemarin kan,” ujarnya. (art)
sumber:viva.co.id
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menyatakan kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama telah mengembalikan makna hakiki perpolitikan. Keterlibatan publik untuk berpartisipasi kembali muncul, bahwa politik tidak selalu bicara uang dan kekuasaan.
“Karena politik itu hakikatnya kepada publik, yaitu keterlibatan publik,” ujar guru besar di UI itu usai diskusi polemik “Belajar dari Pemilukada DKI” di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 22 September 2012.
Hamdi menerangkan, fenomena ini juga memberikan kesadaran publik terhadap pentingnya ketulusan dalam berpolitik dan tidak melulu bicara kekuatan elite. “Ini koreksi juga bahwa politik tidak hanya berbicara kekuatan atas terus, bahwa politik juga harusnya berangkat dari ketulusan,” kata dia.
Dia menjelaskan, keberhasilan Jokowi di Kota Solo, setengahnya karena kekuatan publik. Di mana Jokowi banyak mendengarkan aspirasi publik, khususnya kaum bawah.
Di Jakarta, menurut Hamdi, salah satu contoh tidak terlibatnya publik pada kebijakan pemimpin adalah soal pemecahan masalah kemacetan. Padahal, menurut dia, publik turut andil atas “penyakit” Jakarta yang satu itu.
“Orang banyak tidak sadar kemacetan itu sumbangsih dari perilaku publik dalam tanda kutip, tidak mendukung kebijakan,” katanya.
Karena itu, Hamdi menambahkan, Jokowi-Ahok merupakan sebuah awal yang baik. Sekaligus pembelajaran yang bagus, bahwa publik tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Artinya, publik harus ikut dan diajak terlibat aktif terutama mengenai kebijakan-kebijakan.
“Publik tidak bisa Anda sepelekan. Ini mudah-mudahan bisa menjadi kebangkitan awal publik,” katanya.
Mengenai partai politik yang sebenarnya ikut “bertarung” dalam Pilkada DKI 2012, Hamdi melihat, partai-partai itu seharusnya banyak mendengarkan publik. “Sebenarnya kemenangan Jokowi ini pukulan telak bagi parpol. Bahwa Anda harus mendengar publik. Dan Anda harus punya watak yang lebih publik,” ujar Hamdi.
Tentunya, politik publik itu, lanjut Hamdi, hanya bisa dimainkan oleh orang yang bisa dijadikan ikon. Di mana orang itu mempunyai syarat yang setimpal, yakni punya integritas, track record, inspiratif, dan punya kemauan berbuat.
“Kalau syarat-syarat itu tidak terpenuhi, antusiasme publik juga tidak akan sebesar kemarin kan,” ujarnya. (art)
sumber:viva.co.id