Para biksu di Myanmar turut menyuarakan protes mereka terhadap keberadaan muslim Rohingya di negeri itu. Mereka mendukung gagasan Presiden Myanmar Thein Sein untuk mengirimkan kelompok minoritas Rohingya ke negara lain.
Ratusan biksu menggelar aksi demo di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar untuk mendukung pengusiran Rohingya. Demikian seperti diberitakan AFP, Selasa (4/9/2012).
Aksi yang dimulai sejak Minggu, 2 September ini merupakan indikasi terbaru akan sentimen mendalam terhadap Rohingya menyusul kekerasan sektarian antara Rohingya dan warga Buddha di Rakhine pada Juni lalu. Rangkaian kekerasan itu, menurut data pemerintah Myanmar, menewaskan setidaknya 83 orang dan menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Dalam aksi demonya, para biksu membawa banner bertuliskan “Selamatkan ibu pertiwi Myanmar dengan mendukung presiden”.
Pemimpin demo, seorang biksu bernama Wirathu, mengatakan pada AFP, bahwa aksi protes itu dilakukan “agar dunia tahu bahwa Rohingya sama sekali bukan termasuk kelompok etnis Myanmar”.
Wirathu dipenjara pada tahun 2003 silam karena mendistribusikan literatur antimuslim. Pria itu divonis penjara 25 tahun namun dibebaskan pada Januari tahun ini karena mendapatkan amnesti.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap Rohingya sebagai salah satu minoritas paling teraniaya di dunia. Kaum Rohingya selama ini ditolak hak kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar meski banyak keluarga mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Presiden Myanmar Thein Sein belum lama ini, mengusulkan untuk mengirimkan warga Rohingya ke negara ketiga atau kamp-kamp yang dikelola PBB. Usulan ini langsung ditolak badan urusan pengungsi PBB, UNHCR.
Selama ini pemerintah dan publik Myanmar menganggap Rohingya sebagai migran ilegal dari Bangladesh. Sementara Bangladesh juga menolak Rohingya sehingga menjadikan mereka tak berkewarganegaraan.
PBB memperkirakan, sekitar 800 ribu orang Rohingya tinggal di Myanmar. Presiden Thein Sein telah menegaskan bahwa konflik di Rakhine merupakan urusan dalam negeri Myanmar dan tidak memerlukan campur tangan internasional.
Sumber : www.detik.com