Pulau Ubi, Tempat Eksekusi dan Makam Kartosoewirjo Telah Tenggelam

by -981 views

Pulau Ubi yang tenggelam (Foto: Rasyid/detikcom)

Tiang besi setinggi 2 meter menyembul dari permukaan laut di tengah-tengah gugusan Kepulauan Seribu. Namun, speed boat tidak berani mendekat ke tiang besi itu. “Kalau mendekat, kita kena karang, karena besi itu ditancapkan di Pulau Ubi yang sudah tenggelam,” kata nakhoda speed boat, Abdullah.

Pulau Ubi menjadi pembicaraan, karena pulau ini ternyata menjadi tempat eksekusi mati Imam DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Fakta baru tempat eksekusi regu penembak terhadap Kartosoewirjo ini dituangkan dalam buku ‘Hari Terakhir Kartosoewirjo’ yang ditulis Fadli Zon, pengamat politik yang kini menjadi politisi Partai Gerindra.

Di dalam buku Fadli Zon itu, dipaparkan 81 foto eksklusif proses eksekusi Kartosoewirjo. Foto-foto itu jelas sekali memperlihatkan hal-hal baru terkait eksekusi mati Kartosoewirjo. Salah satunya, bahwa eksekusi mati dilakukan tim regu tembak di Pulau Ubi, bukan Pulau Onrust sebagaimana informasi selama ini.

Fadli Zon yang saat ini menjadi kolektor benda-benda bersejarah itu tidak mau menceritakan dari mana foto-foto eksklusif itu ia dapatkan. Yang jelas, foto-foto ini merupakan fakta baru tentang eksekusi Kartosoewirjo dan makamnya.

Baca Juga:  Pembunuhan Sisca: Pelaku Datang, Rekonstruksi Langsung Dimulai

Senin (10/9/2012), detikcom mencoba menelusuri Pulau Ubi itu. Di dalam peta Google, sebenarnya ada dua pulau Ubi, yaitu Pulau Ubi Besar dan Pulau Ubi Kecil. Kedua pulau itu terletak berdekatan. Namun, berdasarkan penelusuran detikcom, eksekusi Kartosoewirjo itu dilakukan di Pulau Ubi Besar.

Berangkat dari Dermaga Marina 6, Ancol, Jakarta Utara, sekitar pukul 09.00 WIB, speed boat membawa detikcom membelah lautan menuju Pulau Ubi. Di tengah gelombang yang cukup besar, speed boat bergerak ke arah utara. Setelah melewati Pulau Kelor dan Bidadari, speed boat sampai di Pulau Ubi. Perjalanan dari Ancol menuju Pulau Ubi sekitar 20 menit.

Abdullah mengurangi laju speed boatnya beberapa puluh meter menjelang tiang besi yang sudah berkarat itu dan berhenti. Dia tidak berani mendekatkan speed boatnya lagi ke tiang itu karena dangkal, banyak karang. “Ini pulau Ubi yang sudah tenggelam sejak beberapa tahun lalu,” ujar Abdullah yang sudah mengemudikan kapal ke gugusan Pulau Seribu sejak belasan tahun lalu itu.

Baca Juga:  Kapal Tenggelam di Banglades, 9 Orang Tewas dan Ratusan Hilang

Tak banyak yang bisa dilakukan oleh detikcom di pulau Ubi yang tenggelam ini, kecuali hanya mengabadikan kawasan itu dengan kamera. Setelah itu, Abdullah menjalankan speed boatnya lagi dengan mengitari pulau yang sudah tenggelam itu. Dengan mengitari pulau itu, diketahui bahwa pulau Ubi Besar ini tidak begitu luas.

Penelusuran detikcom, sebenarnya Pulau Ubi Besar ini dihuni oleh sejumlah orang hingga awal tahun 1950-an. Namun, mereka kemudian pindah ke pulau-pulau di sekitarnya karena gangguan nyamuk yang dahsyat. Namun, meski sudah pindah, mereka tetap saja sesekali menepi ke pulau itu saat mencari ikan.

H Yahya, warga yang pernah tinggal di Pulau Ubi Besar membenarkan foto Pulau Ubi yang ada di buku Fadli Zon itu. “Ya ini Pulau Ubi Besar. Saya tinggal di sana hingga beberapa tahun setelah Indonesia merdeka,” kata Yahya saat ditemui detikcom di sebuah pulau di gugusan Kepulauan Seribu itu.

Menurut dia, setelah ditinggal warga, Pulau Ubi menjadi pulau tak berpenghuni. Namun, di pulau itu masih berdiri makam-makam leluhur warga setempat. “Banyak makam leluhur kami di sana. Sesekali kami juga ziarah sebelum pulau itu tenggelam,” kata Yahya yang juga pernah tinggal di Pulau Kelor itu.

Baca Juga:  Fokus Pemulihan Ekonomi, DPRD dan Pemkab Bogor Sepakati KUA-PPAS Tahun Anggaran 2022

Saat ditanya apakah dia tahu bahwa Kartosoewirjo dieksekusi mati di pulau Ubi Besar pada tahun 1962, Yahya mengaku tidak tahu. Memang dulu sempat ada isu mengenai hal itu, namun kata dia, kemudian tidak ada kejelasannya. Isu itu menguap begitu saja.

Lantas, kapan pulau itu tenggelam? Yahya yang kini sudah berusia senja tapi masih enerjik membuat bale-bale dari bambu itu memperkirakan pulau itu tenggelam sekitar tahun 1980-an. “Pulau itu tenggelam, karena tanahnya dikeruk untuk membangun Bandara Cengkareng (Soekarno-Hatta),” ungkap Yahya.

Sumber : www.detik.com

About Author: Tubagus Iwan Sudrajat

Gravatar Image
Tubagus Iwan Sudrajat ialah seorang penulis artikel di Bandung, Jawa Barat. Dia juga penulis artikel di beberapa blog dan media online.