Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membantu menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi mereka dengan pihak Polri.
Presiden perlu turun tangan karena upaya penangkapan terhadap Kompol Novel Baswedan sudah mengarah pada upaya kriminalisasi terhadap KPK. Permintaan itu disampaikan Ketua KPK Abraham Samad. Dia juga menegaskan pihaknya akan melindungi yang bersangkutan dari berbagai upaya penjemputan maupun kriminalisasi.
“Harapannya, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden bisa menyelesaikan permasalahan ini, (agar) tidak ada lagi anak bangsa di negeri ini menjadi korban kriminalisasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” ujar Ketua KPK Abraham Samad seusai menjadi pembicara dalam dialog tentang peran ulama dan tokoh Jawa Tengan (Jateng) dalam menegakkan konstitusi dan gerakan antikorupsi di Kantor PWNU Jateng,Semarang,kemarin.
Abraham kemudian menegaskan, dari hasil penelusuran KPK, Novel tidak melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan Polri. Karena itu, dia berharap agar masalah ini bisa diselesaikan dengan baik, semata-mata demi kepentingan bangsa dan negara.“Kita harus mengesampingkan ego institusi. Kita utamakan,kedepankan menyelamatkan bangsa dan negara dengan pemberantasan korupsi,”tandasnya.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi yang juga hadir dalam diskusi berpendapat Presiden harus segera menyelesaikan konflik antarlembaga tersebut. Dia sendiri menilai terjadinya konflik antara KPK dan Polri merupakan ekses dari negara yang belum antikorupsi. “Presiden seharusnya juga menegur Kapolri, tetapi hal tersebut tidak terjadi dan kalau dibiarkan berarti ada makna lain,”ujarnya.
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana sepakat Presiden harus turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut, apalagi ketegangan antara KPK dengan Polri terus berulang. Selaku kepala negara, Presiden harus hadir di kala ada persoalan penting sebagai bukti bahwa ada kepemimpinan di bangsa ini. “Saat ini Presiden harus segera mengambil sikap terhadap sejumlah pimpinan Polri berikut kebijakannya sebelum terjadi eskalasi kemarahan publik,” ujar Hikmahanto kemarin.
Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan juga mengingatkan Presiden untuk turun tangan karena peperangan melawan korupsi benarbenar berada di persimpangan jalan dengan adanya upaya terang-terangan untuk mengerdilkan KPK saat melakukan penanganan kasus besar yang melibatkan petinggi Polri. “Di sini menurut saya dukungan seluruh komponen masyarakat dibutuhkan. Tapi mohon diperhatikan, jangan KPK hanya didukung rakyat jelata saja.Para pejabat, para petinggi, di mana kalian? Presiden harus turun tangan, dukung KPK dan pastikan bahwa peperangan terhadap korupsi itu akan berujung pada kemenangan bagi para pemberantas korupsi,”ungkapnya.
Dari pihak kepolisian, Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Pol Sutarman meminta agar perbedaan pandangan antara KPK dan Polri tidak diartikan sedang ada permusuhan antarkedua lembaga ini.Komitmen Polri,lanjutnya, tetap menjadikan KPK sebagai institusi yang harus didukung karena merupakan pengemban amanat pemberantasan korupsi.
“Jangan dibawa ke masalah yang seolah-olah terjadi benturan kepentingan KPK dan Polri. KPK adalah institusi yang harus didukung dan kita besarkan. Itulah komitmen kita.Jangan dibenturkan menjadi masalah besar,”ujar Sutarman dalam jumpa pers di Kantor Divisi Humas Polri,Jakarta Selatan,kemarin.
Penangkapan Novel Baswedan, menurutnya,murni penegakan hukum karena diduga terlibat kasus penganiayaan berat. Penyidik mempunyai pertimbangan tertentu mengapa penangkapan dilakukan bersamaan saat KPK tengah memeriksa Inspektur Jenderal Djoko Susilo, tersangka dalam kasus dugaan korupsi di proyek simulator Korlantas.
Penyidik Polda Metro Jaya dan Polda Bengkulu hanya melakukan proses hukum yang berlaku dengan berkoordinasi untuk penangkapan Novel. Karena itu, menurut Sutarman, tak perlu ada masalah yang dibesarbesarkan. Seperti diberitakan sebelumnya, Jumat malam hingga Sabtu dini hari kemarin puluhan polisi,baik berseragam maupun berpakaian preman, mengepung Gedung KPK di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Kedatangan aparat dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya itu untuk menangkap Novel Baswedan, penyidik KPK yang menangani kasus simulator di kepolisian. Adik sepupu Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan itu akan ditangkap atas kasus yang menimpanya saat bertugas di Polda Bengkulu pada 2004.
Kedatangan aparat kepolisian yang hanya selang satu jam setelah usainya pemeriksaan tersangka kasus dugaan korupsi simulator kemudi mobil dan motor Korlantas Mabes Polri, Irjen Pol Djoko Susilo,itu kontan saja memancing reaksi publik. Puluhan aktivis antikorupsi mendatangi KPK untuk mendukung lembaga antikorupsi tersebut. Datang pula Wamenkumham Denny Indrayana.
Pada Sabtu dini hari, sejumlah pimpinan KPK bersama sejumlah aktivis menggelar jumpa pers bersama untuk mengungkapkan kecaman terhadap langkah yang diambil kepolisian. Tampak pada kesempatan itu pimpinan KPK Abraham Samad, Bambang Widjojanto,Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan serta sejumlah elemen masyarakat dan mahasiswa.
Dalam jumpa pers itu,Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto mengungkapkan, selain upaya penangkapan terhadap Kompol Novel dan penggeledahan paksa,ternyata rumah Kompol Novel di bilangan Kelapa Gading didatangi sejumlah anggota Polri dari Densus Polri yang ingin melakukan tindakan penggeledahan.
Menurut informasi yang disampaikan tim KPK, pendudukan oleh perwira kepolisian itu tidak hanya terjadi pada kediaman Novel, tetapi juga terhadap beberapa penyidik lain.“Kalau saya lebih senang memakai istilah bahwa jelas kriminalisasi untuk tindakan-tindakan ini,” kata Bambang.
Presiden Percaya Kapolri
Sekretaris Kabinet Dipo Alam memastikan Presiden akan menegur Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo atas kejadian di Gedung KPK Jumat malam hingga Sabtu dini hari kemarin. “Kalau memang ada kekeliruan di sana,ya akan kita tindak tegas, siapa saja. Setiap rapat kabinet (Kapolri ) juga dipanggil.Tapi yang jelas pasti kita akan urus setiap opini yang berkembang di publik secara benar,” ujar Dipo Alam seusai mengikuti program talkshow Polemik SINDO Radio di Jakarta, kemarin.
Presiden, menurutnya, terus mengikuti perkembangan polemik antara KPK dan Polri yang semakin memuncak ini. Dia juga menegaskan tak pernah sedikit pun Presiden membiarkan persoalan ini berlarut-larut. Melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto, Presiden sedang dalam upaya menengahi ketegangan antarkedua lembaga ini.
“Jangan cepat-cepatlah menganggap kita takut, tebang pilih. Itu tidak ada.Tindakan tegas itu harus, tapi Presiden tidak mau cepat-cepat dipres oleh partai politik. Sudah jalan sekarang sistemnya, Menko Polhukam sedang bekerja, ya kan?” ujarnya.
Dipo Alam sendiri percaya dengan pernyataan Kapolri yang mengaku tidak pernah menginstruksikan anak buahnya menangkap seorang penyidik KPK. Demikian juga dia tidak melihat ada kejanggalan seperti operasi terselubung yang dilakukan unsur pimpinan Polri lain tanpa sepengetahuan Kapolri karena tidak ada bukti yang mendukung dugaan tersebut.
Senada, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan Presiden akan segera mengeluarkan arahan langsung atas polemik yang terjadi antara KPK dan Polri. Sebelumnya Presiden memanggil dirinya dan meminta laporan terkait persoalan antarkedua lembaga ini. “Pada Senin, 8 Oktober 2012. ‘Sudah saatnya saya (Presiden) langsung menjelaskan kepada rakyat Indonesia, apa yang sudah kita kerjakan, bahwa kita terus bekerja’,” ujar Denny menirukan Presiden.
Persoalan antarkedua lembaga ini,menurut Denny, akan dijembatani Menkopolhukam. Presiden, menurut Denny, menyatakan bahwa KPK sangat diperlukan untuk memberantas korupsi di Tanah Air. Sementara Menkopolhukkam Djoko Suyanto memastikan bahwa tindakan aparat kepolisian di Gedung KPK Jumat malam merupakan tindakan koordinasi yang dilakukan antara Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya.
Hal itu dilakukan karena keduanya sedang menangani kasus lintas provinsi. “Jadi memang (kasus itu) tidak pernah sampai ke Polri karena kalau sampai ke Kapolri nanti tidak akan kerja karena kejahatan lintas provinsi itu selalu ada setiap hari. Karena itu saya maklumi kalau dalam konteks itu Kapolri tidak tahu,”ujar Djoko di selasela silaturahmi Pawitandirogo di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. ● sabir laluhu/ mn latief/arif purniawan/ rahmat sahid/rarasati.
sumber:seputar-indonesia.com