Sejumlah orang perwakilan masyarakat Baduy, Propinsi Banten, Jumat (23/11), mendatangi Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, menuntut agar Sunda Wiwitan dicantumkan dalam kolom “agama” dalam KTP elektronik.
“Hak kami masyarakat adat Baduy, (agar) agama kami (yaitu) Sunda Wiwitan dimasukkan dalam kolom KTP,” kata Kepala Desa Baduy, Dainah saat dihubungi wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui telepon, Jumat (23/11) sore.
Dainah mengatakan, saat ini ada sekitar 4.000 orang warga Baduy yang telah dicatat oleh pemerintah setempat untuk keperluan pembuatan e-KTP. Tetapi, lanjutnya, lantaran kepercayaan Sunda Wiwitan tidak termasuk dalam pengertian agama versi pemerintah Indonesia, maka kemudian tidak dimasukkan dalam kolom “agama”.
“Karena dari pusat itu tak dicantumkan masalah agama Sunda Wiwitan, kami sebagai warga Baduy mengajukan aspirasi,” kata Dainah. Padahal,”dulu (saat KTP menjadi tanggungjawab) kebijakan daerah, agama kami dimuat (dalam kolom agama),” lanjutnya.
Dainah dan kawan-kawan kemudian menyampaikan aspirasi itu kepada Dirjen Adminduk Capil Kemendagri, Irman, di kantor Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.
Enam agama resmi
Sampai Jumat sore, BBC Indonesia berupaya menghubungi Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, namun telepon genggamnya tidak dapat dihubungi.
Tetapi sebuah laporan menyebutkan, Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek pernah menyatakan, bahwa para penghayat kepercayaan di luar enam agama yang diakui pemerintah Indonesia “cukup mengosongkan kolom Agama dalam KTP”.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administasi Kependudukan, pemerintah Indonesia hanya mengakui Kristen, Katolik, Islam, Hindu, Budha, dan Khonghucu sebagai agama resmi. Menurut Donny, aliran-aliran kepercayaan yang ada di Indonesia “bukan agama, karena sifatnya sudah masuk ranah hak pribadi seseorang. Maka dari itu, bagi mereka yang menghayat suatu paham kepercayaan tidak perlu mencantumkannya dalam kolom agama pada KTP.
Penghayat kepercayaan dalam administrasi kependudukan diatur dalam Pasal 61 ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2006.
Dalam pasal itu disebutkan, keterangan mengenai kolom agama bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
Sumber :bbc