Pemerintah perlu membuat aturan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pekerja informal. Aturan tersebut diperlukan untuk memenuhi kebutuhan papan bagi pekerja informal.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Appersi) Ferry Shandiyana mengatakan, pemerintah perlu membuat payung hukum agar masyarakat berpenghasilan rendah bisa mengakses KPR.Payung hukum itu mengatur skema perbankan dalam memberikan kredit KPR bagi pekerja informal. “Seharusnya,pemerintah segera membuat payung hukum KPR pekerja informal.Apabila ada aturan itu,perbankan tidak segan menyalurkan kredit KPR kepada pekerja informal,”jelas Ferry Shandiyana di Bandung, kemarin.
Selama ini, lanjut Ferry, KPR lebih banyak diakses pekerja formal dengan gaji tetap bulanan. Sementara akses KPR bagi pekerja informal masih sangat minim. Padahal, lanjut dia, masyarakat yang membutuhkan perumahan lebih banyak dari sektor informal. Di Jawa Barat, jumlah pekerja informal juga lebih besar ketimbang pekerja formal.
Hal serupa juga dikemukakan Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat Yana Mulayana Suparjo. Menurut dia,REI pernah mewacanakan perlunya payung hukum akses KPR bagi pekerja informal. Sampai saat ini, lanjut Yana, wacana tersebut belum direspon pemerintah. Selama belum ada aturan tersebut, pengembang akan kesulitan menjual perumahan bagi pekerja informal.
“Saat ini keputusan pemberian KPR ada di perbankan. Mereka pun terikat dengan standar operasi yang mesti ditaati perbankan.Tapi, kami terus mendorong pemerintah agar membuat aturan KPR untuk informal.Dengan harapan, mereka bisa mengakses perumahan,” beber Yana Mulayana Suparjo. Pada dasarnya, lanjut Yana, perbankan tidak perlu mengkhawatirkan soal jaminan KPR pekerja informal.
Karena, sertifikat tanah akan dipegang perbankan.Barang yang di kredit, juga barang tetap tidak berpindah. Kalaupun di kemudian hari terjadi kredit macet, perbankan tidak akan dirugikan. Karena, mereka memegang jaminan kredit. “Biasanya, kepemilikan rumah pertama akan diimbangi kepatuhan debitur membayar cicilan.Apalagi, harga rumah mengalami kenaikan setiap tahun. Ini sekaligus investasi menjanjikan,” pungkas dia.
Tingkat kepatuhan debitur juga tercermin dari kecilnya rasio kredit macet (nonperforming loan) di Jabar. Lebih lanjut Yana menjelaskan, masyarakat Jawa Barat yang membutuhkan perumahan masih cukup banyak.Secara nasional, masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan perumahan rata rata mencapai 800.000 unit per tahun.
Di Jawa Barat, kebutuhan perumahan ditaksir sekitar 200.000 unit rumah per tahun. Sejauh ini,REI belum bisa memenuhi tingginya permintaan perumahan di Jabar.Tahun ini saja, penjualan rumah tipe 36 sampai tipe 21 masih di bawah 50.000 unit. arif budianto
Sumber : seputar-indonesia.com