Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mengakali putusan MK yang membubarkan sekolah dengan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
Menurut aturan, putusan MK harus segera dilaksanakan dan tidak mengenal masa transisi. Juru Bicara MK Akil Mochtar menandaskan, dengan adanya putusan MK,Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional (SPN) yang merujuk pada Pasal 50 UU Nomor 20/2003 batal dengan sendirinya.
Dengan demikian, keberadaan RSBI dan SBI tidak lagi mempunyai landasan hukum. “Pasal 50 itu yang menjadi dasar hukum muncul sekolah negeri berlabel internasional. Sekarang pasalnya sudah habis, PP-nya yang merujuk pasal itu juga sudah habis. Kalau mau masa transisi nggak apa-apa, tapi yang lebih tinggi keputusan MK yang didasari UUD atau Anda tunduk pada perjanjian internasional,” ujarnya di Gedung MK kemarin.
MK juga mengingatkan Kemendikbud soal rencana mengubah RSBI-SBI menjadi sekolah mandiri.Menurut Akil, rencana tersebut bertentangan dengan hukum. Dia menandaskan, dalam putusannya,MK membatalkan norma yang terkandung dalam Pasal 50 tersebut, yaitu adanya sekolah standar internasional di tiap kabupaten,bukan semata-mata bunyi pasalnya. “Kenapa bertentangan, karena ada faktor diskriminasi dan liberalisasi pendidikan. Sepanjang misalnya ganti baju itu tetap saja ilegal karena dasarnya sudah tidak ada. Tidak boleh diselenggarakan,” ujar Akil.
Dia kemudian menuturkan, penghapusan pasal tersebut bermaksud mendorong negara agar menyediakan pendidikan yang bisa diakses oleh seluruh warga negara tetapi berkualitas. Menurutnya, tidak boleh ada lagi kasta dalam pendidikan sehingga kewajiban negara sekarang adalah meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh sekolah tanpa melihat statusnya, RSBI/ SBI dan bukan.
Pernyataan Akil Mochtar merespons sikap Mendikbud Muhammad Nuh yang akan tetap melanjutkan RSBI/SBI hingga tahun ajaran semester genap berakhir tahun ini.Mendikbud khawatir pembubaran yang tiba-tiba akan mengganggu proses belajar yang sedang berjalan. Apalagi, RSBI/SBI juga terikat kontrak dengan lembaga pendidikan internasional sebagai penguji kompetensi standar internasional.
Selain itu, Kemendikbud juga melontarkan wacana untuk mengubah RSBI menjadi sekolah kategori mandiri (SKM) mengingat RSBI/SBI sudah memenuhi standar nasional pendidikan. Mendikbud Mohammad Nuh kembali menegaskan bahwa RSBI/SBI akan tetap berjalan sampai akhir tahun ajaran baru. Dia menuturkan, pascaputusan MK, pihaknya akan melakukan sejumlah tahapan.
Pertama, Kemendikbud akan berkonsultasi dengan Ketua MK Mahfud MD agar konsep baru RSBI yang tengah disusun tidak bertentangan dengan amar putusan MK. Kedua, kementerian akan mengundang dinas pendidikan seluruh provinsi dan kabupaten kota untuk mencari jalan keluar sehingga ada rasa memiliki atas desain RSBI yang baru.Adapun tahap ketiga adalah formulasi dari desain itu sendiri.“Untuk memenuhi ketiga tahapan ini, RSBI akan berjalan seperti biasa sampai akhir tahun ajaran baru,”katanya.
Nuh mengibaratkan RSBI itu layaknya sekolah pelatihan nasional (pelatnas), yakni ada sekurang-kurangnya satu sekolah pelatnas di kabupaten kota untuk memastikan para atlet unggulan ini dilatih dengan kurikulum khusus sehingga menjadi juara di dalam maupun luar negeri.Dia mengaku sekolah khusus ini termasuk diskriminasi, tetapi atlet berprestasi ini pun menuntut mereka belajar di kelas berbeda dengan sekolah umum. “Jadi kalau tidak pakai pelatnas, saya yakin susah mendapatkan juara,”terangnya.
Dia menyatakan, konsep RSBI/SBI tetap mengutamakan akses berkeadilan. Akan tetapi tidak dapat dimungkiri sulitnya mengelola persoalan biaya apakah ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah, orang tua atau ditanggung bersama. Namun,dia menegaskan bahwa undang-undang tidak melarang adanya partisipasi masyarakat. “Tidak mungkin pendidikan ini ditangani sendiri, maka sumbangan masyarakat harus ditumbuhkan selama sifatnya tidak mengikat atau tidak dikaitkan dengan penerimaan siswa baru atau ada konsekuensi jika tidak dibayar,” tegasnya.
Seperti diketahui, status RSBI/SBI di sekolah milik pemerintah harus dihapuskan setelah MK mengabulkan permohonan sejumlah orang tua murid dan aktivis pendidikan untuk menguji Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional(8/01). Putusan ini diambil karena MK menganggap RSBI bertentangan dengan konstitusi dan merupakan bentuk liberalisasi pendidikan.
Luruskan Pesan Konstitusi
Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan menilai putusan MK tentang RSBI/SBI meluruskan pesan konstitusi tentang pendidikan. Putusan ini mengingatkan agar anggaran pendidikan dalam APBN yang sangat besar tidak digunakan hanya untuk kebutuhan yang sifatnya selektif. Menurut Anies, pada dasarnya kualitas pendidikan Indonesia sudah waktunya berstandar internasional.
Namun, sering kali yang menjadi masalah, ketika masuk pada tahap implementasi, muncul pembedaan komponen pembiayaan dan akses yang berbeda. “Jadi, kalau kita berbicara idealnya, memang di surat edaran tidak ada pungutan-pungutan.Tapi kalau lihat di lapangan, sulit. Kenyataannya begitu,” ujar Anies kemarin.
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Djaali meyakini pembubaran RSBI/SBI tidak akan berpengaruh banyak terhadap kualitas dunia pendidikan. Sebab, menurut dia,status RSBI/SBI hanya sebatas nomenklatur di mana pendidikan di Indonesia memang bervariasi ada sekolah yang jelek,sedang,dan bagus.Selain itu, RSBI/SBI yang sudah turun status ini masih akan bertahan karena ada sumbangan dari orangtua yang secara sadar ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang berkualitas baik.
Lebih jauh dia menuturkan, saat ini kualitas pendidikan ditentukan oleh orang tua murid. Walaupun sudah ada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mewajibkan pemerintah pusat dan daerah membiayai pendidikan, terutama di pendidikan dasar, tetapi kontribusinya hanya untuk memenuhi standar pelayanan minimal. ● neneng zubaedah/ mn latief
Sumber : seputar-indonesia.com