Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mempertanyakan status hukum Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum kepada KPK dinilai sebagai bentuk intervensi.
Sebagai presiden,SBY seharusnya tidak memperlakukan KPK sebagai bawahannya seperti kementerian/lembaga lain yang dibawahinya secara langsung. Wakil Ketua Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, pernyataan SBY tersebut jelas sekali sebagai wujud intervensi tidak langsung kepada KPK.Jika diibaratkan permainan sepak bola, SBY telah melakukan pelanggaran dan berlaku tidak sportif.
Karena itu, SBY layak mendapatkan kartu kuningdariwasit, dalamhaliniseluruh elemen antikorupsi. “Seharusnya SBY mendorong agar KPK menuntaskan semua kasus kakap termasuk kasus Hambalang dan Wisma Atlet. Bukan sekadar meminta kasus Anas. Jangan bawa konflik internal ke ranah hukum atau menyeret-nyeret KPK ke ranah politik,”tandas Emerson saat dihubungi SINDOkemarin.
Menurut dia, sebagai seorang pemimpin,SBY sangat tidak layak melakukan tindakan ini.Karena itu,ICW mendesak pimpinan KPK untuk bisa menahan diri dan bersikap tegas atas pernyataan SBY tersebut. Senada diungkapkan Koordinator Divisi Politik ICW Ade Irawan. Dia mengkritik cara Presiden SBY dalam menanggapi masalah Partai Demokrat, khususnya tentang status hukum Anas Urbaningrum.SBY tidak tepat menyampaikan sikapnya dengan meminta KPK segera memperjelas status hukum Anas Urbaningrum.
“Cara ini tidak terlalu wise dan dari segi etika politik tidak etis.SBYtidakbisamemosisikan dirinya sebagai kepala negara saat berbicara soal kasus yang menimpa Ketua Umum DPP Partai Demokrat,”tandasnya. Ade menilai,jika SBY sebagai presiden pun bisa bicara khusus tentang kasus Partai Demokrat, hal itu secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk tekanan terhadap KPK. SBY semestinya mendukung KPK untuk segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi politik secara umum.
KPK memang membutuhkan peran Presiden SBY untuk meng-hilangkan rintangan-rintangan yang dialami karena umumnya kasus-kasus korupsi politik mendapat intervensi besar.Namun, tidak dikhususkan untuk kasus-kasus tertentu saja. Juru Bicara KPK Johan Budi SP meminta agar KPK tidak dibawa-bawa kepada persoalan partai sebab domain KPK adalah penegakan hukum dan tidak terkait politik. Karena itu, penegakan hukum yang dilakukan KPK tidak bisa dipercepat atau diperlambat.
KPK hanya melihat fakta hukum dan bukti-bukti. “Selama belum ada dua alat bukti yang cukup,tidak bisa seseorang dijadikan tersangka. Sebaliknya, jika KPK sudah menemukan dua alat bukti yang cukup,tanpa diminta atau diimbau pun KPK akan menetapkan seseorang itu,siapa pun dia, menjadi tersangka,” tandas Johan saat dihubungi SINDOdi Jakarta kemarin. Dia menuturkan,perlu juga disampaikan dalam penyidikan dan pengembangan semua kasus, KPK tidak pernah menargetkan orang per orang. Jika yang dihubungkan dengan Anas adalah kasus Hambalang, sampai saat ini KPK masih terus mengembangkan dan memeriksa saksi-saksi. “KPK tidak mengusut atau menarget orang.
Tetapi, yang diusut KPK adalah kasus atau persoalan terkait Hambalang. Sampai hari ini KPK masih mengembangkan kasus itu,” paparnya. Sedangkan Ketua KPK Abraham Samad mengaku bisa menangkap kegelisahan SBY sebagai kegelisahan masyarakat pada umumnya yang menginginkan agar kasus-kasus korupsi yang sedang menimpa kader Partai Demokrat dapat segera dituntaskan. Karena itu, KPK akan menjadikannya sebagai prioritas dalam penanganannya.“
Kita pahami betul kegelisahan Pak SBY dan kegelisahan masyarakat Indonesia. Kegelisahan Pak SBY adalah kegelisahan masyarakat Indonesia juga,” tandas Samad di Medan,kemarin. Samad menafsirkan bahwa keinginan SBY ini bukanlah sebuah instruksi ke KPK. Namun, mempersilakan KPK untuk segera mengusut tuntas kader-kader Partai Demokrat yang terkena kasus agar tidak menggantung. Termasuk mengenai kasus yang menimpa Anas Urbaningrum yang saat ini masih terus didalami dan dikembangkan. ● sabir laluhu/ m rinaldi khair/m sahlan
Sumber : seputar-indonesia.com