Rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) menghapus kereta rel listrik (KRL) ekonomi di Jabodetabek, mendapat tentangan dari berbagai pihak.
Sebab, dari sisi kebutuhan, pengguna KRL ekonomi masih sangat tinggi, khususnya untuk mengantar orang dari luar wilayah Jakarta.
Salah satu penolakan datang dari Asosiasi Penumpang Kereta Api (Aspeka). Sekjen Aspeka Antonio Ladjar mengatakan, rencana PT KAI kurang tepat. Sebab, dari data yang dia miliki, dalam sehari saja tidak kurang 80 ribu orang menggunakan jasa KRL ekonomi, atau dua kali dibanding penumpang KRL ber-AC.
“Kami sangat menentang, karena KRL ekonomi adalah salah satu transportasi massal. Apakah dengan dihapusnya KRL ekonomi, pemerintah nanti bisa datangkan operator selain KA?” ujar Antonio kepada WartakKotalive.com (Tribunnews.com Network).
Jika alasan yang digunakan PT KAI untuk menghapus KRL ekonomi karena kerugian, lanjut Ladjar, itu sama saja PT KAI tidak berpihak kepada rakyat kecil dengan menghapus subsidi. Ladjar pun mempertanyakan soal pajak yang selama ini dibayarkan oleh masyarakat pengguna KRL ekonomi kepada pemerintah.
“Kalau subsidi dihapus, buat apa kami bayar pajak? Saya pernah mendengar subsidi untuk kereta api ekonomi mencapai Rp 700 miliar-Rp 800 miliar. Kemudian, Dirjen PT KAI mengusulkan naik jadi Rp 1 triliun kepada pemerintah. Toh, misalkan harga BBM dinaikkan Rp 5 per liter, saya rasa itu sangat cukup untuk menutup subsidi pengguna kereta ekonomi,” bebernya.
Menurut Lajdar, jika alasan tidak adanya dana subsidi menjadi penyebab dihapuskannya KRL ekonomi, itu adalah hal yang tidak bijak.
“Saya tidak percaya kalau pemerintah tidak punya uang. Untuk subsidi BBM Rp 300 triliun saja mampu, masa subsidi Rp 1 triliun tidak mampu?” cetusnya. (*)
sumber: jakarta.tibunnews.com