Wayang golek merupakan kesenian asli Jawa Barat yang dikenal hingga ke mancanegara. Pertunjukannya begitu khas dan menarik. Cerita yang dibangun juga mengandung nilai-nilai kehidupan. Untuk mempertahankan kesenian ini, berbagai event diselenggarakan, seperti sapoe jeput (sehari penuh).
Anak muda zaman sekarang, khususnya masyarakat Jabar, belum tentu mengenal Cepot, Haniman, Arjuna, dan lainnya sebagai tokoh pewayangan. Padahal, jika mengenalnya, bukan tidak mungkin Anda akan selalu duduk manis menyaksikan setiap pertunjukan wayang golek.
Prof Madoka Fukuoka dari Graduate School of Human Sciences Osaka University sebagai penelitian Komik Wayang R. A. Kosasih mengatakan, pengetahuan mengenai pertunjukkan wayang sangat penting. Dia menjelaskan, dengan miliki pengetahuan soal wayang, hal itu akan membuat penonton semakin dapat menikmati dan mencintai seni pertunjukkan kesenian Sunda.
Lihat saja pada pementasan wayang golek yang berlangsung di Teater Terbuka Taman Budaya Jawa Barat, Jalan Bukit Dago Utara, Bandung, belum lama ini, jumlah penontonnya cukup banyak. Bukan hanya kalangan tua yang hadir, melainkan para pelajar dari SD hingga SLTA, mereka menikmati pertunjukan seni dari boneka kayu karya dalang kondang Ki Apep Hudaya dari Grup Kesenian Giri Komara, Kabupaten Karawang.
Antusias masyarakat yang menyaksikan hiburan tradisional ini cukup tinggi, mengingat pagelaran wayang golek sudah semakin jarang dipentaskan. Madoka mengaku, pementasan wayang sangat penting dengan adanya generasi penerus yang mau menjadi sutradaranya alias dalang. Dan hal penting lainnya, kehadiran penonton.
Dua hal itu yang membuat wayang tetap bisa eksis. ”Para siswa adalah penonton yang penting sekali untuk masa depan. Saya harap akan banyak pengetahuan tentang seni budaya, termasuk wayang golek yang bisa mereka dapatkan dan selalu bisa menikmati berbagai seni budaya Sunda,” kata Madoka.
Dalam kesempatan itu, Ki Apep Hudaya menampilkan kisah gugurnya Gatot Kaca dengan lakon Jaya Perbangsa. Sebelumnya, agar generasi penerus bangsa mengerti akan pertunjukan wayang golek, Ki Apep memperkenalkan tokoh wayang dan durasi pertunjukannya dipersingkat atau hanya sekitar satu jam dengan cerita yang lebih menghibur, tanpa menghilangkan kaidahnya.
Bahkan, sebelum pertunjukkan dimulai, acara dibuka dengan diskusi. ”Dengan pertunjukkan ini, saya berharap anak-anak tidak asing lagi dengan wayang. Warisan leluhur ini harus dilestarikan. Untuk itu, anakanak diminta untuk menonton agar mereka tahu dan itu doktrinasi yang baik,” kata Ki Apep.
Ketidaktahuan generasi muda pada wayang saat ini memang tidak bisa dipersalahkan, karena tidak ada yang mendorong mereka untuk menonton hiburan itu. Ruang untuk menontonnya juga tidak ada. Apep berharap event serupa akan terus berlanjut sehingga pengenalannya terus dilakukan.
”Orang dewasa harus mengenalkan pada anak-anak tentang wayang. Saat ini terjadi krisis budaya, tapi minimal kita harus berbuat. Jangan sampai wayang musnah di masa yang sedang kita jalani dan untuk bisa bertahan, wayang juga harus berinovasi, tradisi juga harus disesuaikan dengan zaman, tapi tetap sesuai pakem, seniman wayang juga harus diapresiasi,” tuturnya.
Pemilihan cerita hanoman ogoh diambil dari episode Ramayana. Permainan wayang yang ditampilkan begitu atraktif, terutama saat pertarungan hanoman melawan Rahwana yang telah menculik Sita dari Rama. Balutan ceritanya disisipi bodorbodor yang membuat penonton, khususnya anak-anak tertawa sebagai tanda menikmati pertunjukan yang disuguhkan Ki Apep. Tak ketinggalan, cepot dan dawala juga hadir.
Bodorankeduanya mengundang banyak saweran dari penonton. Endo Suanda dari Yayasan Tikar Media Budaya sebagai penyelenggara berharap, pertunjukan wayang golek bisa menghidupkan kembali pertunjukkan wayang di kota sehingga masyarakat kota bisa mengapresiasinya.
”Kegiatan ini tidak bisa hanya dilakukan satu kali saja, tentunya harus dilakukan terus-menerus. Taman budaya bisa menjadi salah satu ruangnya. Ini menjadi satu cara kembali ke akar budaya kita sendiri,” ujarnya. masita ulfah
Sumber + Foto : koran-sindo.com