Kembali membuat heboh. Mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group tersebut menulis suatu fakta mengenai mobil Toyota Harrier milik Anas Urbaningrum di Kompasiana, termasuk mengenai uang yang diterima oleh Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari grup Permai.
Akun blog ini menurut pengelola Kompasiana sudah diverifikasi. Tribunnews.com pun pernah mengonfirmasi kepada Yulianis, dan membenarkan akun tersebut miliknya.
Salah satu isi postingan Yulianis adalah cerita bagaimana dia mulai bekerja di Permai Group, perusahaan milik Nazaruddin, hingga kemudian ia memutuskan keluar dari perusahaan tersebut. Berikut isi selengkapnya:
Orang-orang pasti berpikir kenapa saya mau bekerja di tempat yang saya sudah tahu kalau tempat itu sangat kotor? Saya bekerja di Permai Group bulan September 2008. Awalnya saya hanya memegang pembukuan di PT Panahatan, yang bergerak di bidang perkebunan, baru 2 hari masuk kerja saya di kirim ke Pekan Baru Duri untuk mengaudit perusahaan yang baru di beli oleh Ibu Neneng Sri Wahyuni.
Dulu saya tidak tahu siapa itu Pak Nazaruddin, karena Ibu Neneng yang mewawancarai saya dan menerima saya untuk bekerja di sana. Satu minggu berada di tengah hutan di Pekanbaru, Duri, setelah bertugas saya kembali lagi ke Jakarta.
Satu bulan saya membereskan dan membangun sistem pembukuan untuk PT Panahatan, melihat kerapihan dari sistem yang saya bangun di Panahatan, saya pun kembali ditugaskan membereskan pembukuan di perusahaan yang lain.
Saat itulah Saya baru tahu dan terkagum-kagum betapa sehatnya perusahaan yang berada di naungan Pak Nazaruddin dan Ibu Neneng, mereka berdua sangat muda, dan sangat sukses.
Semakin saya bertambah dalam, semakin saya tahu, perusahaan ini sangat rentan dan sangat berbahaya. Hilang semua kekaguman yang pernah terbersit saat awal saya bekerja. Sehingga dengan tekad yang bulat saya putuskan Oktober 2009 untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Surat pengunduran diri saya berikan ke HRD bulan Oktober 2009, 1 bulan kemudian secara resmi saya mengundurkan diri.
Selama 1 bulan di kantor dikucilkan oleh bu Neneng dan Pak Nazaruddin, tidak ditegur, tidak diajak meeting, menjelang 1 November 2009 tiba-tiba Bu Neneng Sri Wahyuni mengajak saya bertemu dengan Pak Nazaruddin di lantai 4 kantor tebet. (Tahun 2008 – 2009 kantor kami di Abdullah Safei No 9).
Pak Nazar membujuk saya agar tidak berhenti bekerja, saat itu saya hanya diam. Pak Nazar berpikir, dengan diamnya saya, Pak Nazar yakin saya tidak akan berhenti bekerja, karena memang selama saya bekerja di sana, saya sangat pendiam. Tepat tanggal 1 November 2009 saya sudah tidak masuk kerja, gaji Saya bulan Oktober pun tidak dibayar oleh Pak Nazaruddin.
Hari pertama saya tidak bekerja, Pak Nazar marah besar, karena hari itu hari Sabtu, saat jadwal meeting besar. HRD diperintah oleh Pak Nazar menjemput saya di rumah. HRD saat itu sangat ketakutan
Datanglah HRD di rumah saya, membujuk untuk menghadap Pak Nazaruddin. Tapi saya tidak mau, mohon sampaikan maaf saya kepada Pak Nazaruddin, saya sudah resmi keluar dari perusahaannya. Selama bulan November dan Desember bolak balik HRD ke rumah saya, dan saya kasihan dengan Pak Najib saat itu, karena beliau akan kena marah kalau tidak membawa saya bertemu dengan Pak Nazar di kantor.
Sempat beberapa kali saya menghadap Pak Nazaruddin, beliau sangat sopan berbicara dengan saya, dan saya pun dengan sangat sopan menolak beliau, sampai pada pertemuan terakhir beliau berbicara “Kamu benci sama saya ya Yul?
Saya pun menjawab “Tidak Pak. Pak, kalau bapak takut, saya bicara tentang perusahaan ini ke orang lain, bapak cuci aja otak saya pak, saya tidak kenal Bapak tidak apa-apa Pak.”
Pak Nazar pun berbicara, kamu ini ada-ada aja Yul. Saya sudah bingung ngomong sama kamu Yul. Begini saja, saya kasih kamu waktu berpikir 1 minggu, (saat itu sudah menjelang akhir tahun 2009) dengan senyum yang sangat dingin, dia berkata, saya tahu suami kamu Yul, dan saya tahu anak kamu. Sampai ketemu minggu depan.”
Saat itu saya sangat ketakutan, saya merasa Pak Nazar mengancam saya. Saya tahu ia memang sangat kejam. Terlalu banyak contoh yang sudah saya lihat dengan mata kepala saya sendiri.
Akhirnya setelah saya berbicara dan diskusi dengan kakak saya (saya tidak berani membicarakan ancaman ini ke suami saya), saya kembali bekerja dengan Pak Nazaruddin. Hari demi hari saya jalani dengan mati rasa. Setiap hari saya berpikiran takut ditangkap oleh penegak hukum, satu kaki dikuburan satu kaki di neraka. Semakin hari saya semakin pendiam, semakin keras, dan semakin jaga jarak dengan orang lain, seperti menjalani dua kehidupan.
Saat kasus ini menimpa tanggal 21 April 2011, ada ketakutan, kecemasan dan rasa syukur, bersyukur karena akhirnya saya bisa bebas dari Pak Nazaruddin, ketakutan akan dijadikan kambing hitam oleh Pak Nazaruddin, kecemasan apakah pihak penegak hukum akan percaya kepada saya, karena Pak Nazaruddin adalah seorang anggota DPR di Komisi 3, dan saya bukan siapa-siapa.
Dua bulan pelarian adalah hari yang sangat panjang dalam hidup saya, selama saya hidup 40 tahun. Berpindah-pindah dari hotel satu ke hotel yang lain, dari apartemen satu ke apatement yang lain. Sehingga pada akhirnya KPK dapat menemukan saya di rumah kontrakan saya, 13 Juni 2011. Mulailah semua itu berubah, sampai sekarang.
Selama pelarian saya banyak pengalaman yang dapat saya peroleh, yang baik dan yang buruk, semua itu saya anggap sebagai dinamika kehidupan. Saya hanya dapat bersyukur sampai dengan saat ini walaupun kehidupan kami berubah 180 derajat, kami sekeluarga semakin erat, dan semakin harmonis. Walaupun saat ini kami hidup pas-pasan, tapi kami sangat bersyukur, kami sangat menikmati kehidupan kami yang sangat terbatas ini.
Saya dan Oktarina Furi sudah meninggalkan kehidupan kami yang lama, memulai segala sesuatu dari nol, sampai saat ini Oktarina Furi belum bekerja kembali karena masih takut, sedangkan Saya hanya membantu pekerjaan suami dan sebagai ibu rumah tangga, tapi kami tidak patah semangat, kontribusi kami yang kecil ini kami persembahkan untuk Indonesia, janganlah lihat cadar kami, lihatlah kesaksian kami. Semoga kesaksian kami dapat memberi sedikit angin segar untuk pemberantasan korupsi di Indonesia yang kita cintai ini.
Sumber + Foto : tribunnews.com