Rencana pemerintah memberlakukan dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi memicu kontroversi. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tidak setuju rencana tersebut lantaran bisa menimbulkan kekacauan.
“(Dua harga) pasti akan menimbulkan masalah teknis yang besar sekali. Masalah gampang dipersulit, sebenarnya satu harga saja itu. Paling gampang ya harus merata, kalau enggakbisa chaosdi SPBU,” ujarnya di Jakarta kemarin. Seperti diberitakan, skenario pengendalian BBM bersubsidi mulai mengerecut. Pemerintah condong pada kebijakan untuk memberlakukan dua harga BBM bersubsidi. Mulai Mei mendatang, harga premium dan solar bersubsidi untuk mobil pribadi akan dinaikkan menjadi Rp6.500 per liter, sedangkan bagi kendaraan roda dua dan angkutan umum tetap Rp4.500 per liter.
Dengan adanya dua harga BBM bersubsidi itu, pemerintah akan membuat SPBU khusus bagi mobil berpelat hitam. JK berpandangan, kebijakan pengurangan subsidi BBM memang harus dilakukan pemerintah. Dana subsidi bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur. Meski demikian, penjualan BBM tetap harus menggunakan satu harga. “Intinya subsidi harus turun.
Kalau tidak, kita tidak bisa bikinjalandaninfrastrukturyang baik,” terangnya. Anggota pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, kebijakan dua harga BBM tidak tepat lantaran menyulitkan konsumen dalam memenuhi kebutuhan energi. Untuk mengurangi subsidi BBM, sebaiknya pemerintah memberlakukan satu harga BBM kepada konsumen.
“Kebijakan itu (dua harga) akan sulit diimplementasikan di lapangan,” katanya. Dia menilai, dengan kebijakan dua harga, masih ada disparitas harga BBM yang cukup jauh. Karena itu, kebijakan dua harga rawan diselewengkan oleh para spekulan di lapangan demi memperoleh keuntungan. Belum lagi kecenderungan perilaku konsumen untuk mencari harga yang lebih murah sehingga kebijakan dua harga itu juga akan memicu migrasi penggunaan mobil ke sepeda motor.
“Bila ini terjadi, tujuan untuk mengurangi subsidi BBM akan bisa gagal,” paparnya. Selain konsumen, kebijakan itu juga akan mendatangkan banyak kerepotan bagi pemerintah, termasuk dalam pengaturan SPBU. Di SPBU terpencil, dua harga itusulit dilaksanakan. Konsumen pastinya akan memilih membeli harga BBM dengan harga Rp4.500 dibandingkan Rp6.500. “Jadi, kalaupun harus dinaikkan, naikkan saja. Tapi jangan ada perbedaan harga,” tambahnya.
Pengamat energi dari Refor- Miner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai sistem dua harga BBM rawan penyelewengan. Kendati demikian, menurutnya, kebijakan dua harga BBM dengan harga jual Rp4.500 dan Rp6.500 paling rasional dibandingkan kebijakan lain, baik dari segi politik ataupun ekonomi. “Ini yang paling rasional untuk dijalankan dibanding kebijakan pembatasan yang lain,” katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik menuturkan, dengan sistem dua harga, sebenarnya pemerintah masih memberikan subsidi bagi mobil berpelat hitam yang mengonsumsi BBM jenis premium dan solar mulai awal Mei 2013. Kendati belum ada keputusan resmi dari pemerintah, opsi penetapan dua harga BBM bersubsidi itu sudah dijelaskan kepada gubernur di seluruh Indonesia. “Kendati harganya naik, mobil pribadi masih tetap disubsidi karena harga keekonomian BBM itu sebenarnya Rp9.500 per liter,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, persiapan pemerintah untuk implementasi pengendalian konsumsi BBM bersubsidi melalui penyesuaian harga telah mencapai 90%. Pemerintah telah menyiapkan sarana infrastruktur pendukung untuk pelaksanaan kebijakan di lapangan serta memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin. “Semua sudah siap persiapannya. Di samping persiapan SPBU, juga disiapkan kompensasinya,” ujar Jero Wacik.
Diamenambahkan, kebijakan ini akan berjalan seiring dengan program energi lain seperti konversi bahan bakar gas (BBG), pengendalian BBM dengan menggunakan teknologi informasi, serta kampanye penghematan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, kebijakan yang akan diputuskan pemerintah tidak akan memberikan efek inflasi yang terlalu besar. Di sisi lain, kebijakan tersebut dinilai mampu menghambat konsumsi BBM bersubsidi.
“Kebijakan yang paling signifikan adalah (untuk) mengerem kuota. Yang tadinya bisa 53,3 juta kiloliter bisa ditahan ke angka 48 juta kiloliter,” ujarnya. Dari kebijakan BBM ini, Hatta mengharapkan pemerintah dapat melakukan penghematan senilai Rp21 triliun yang dapat dimanfaatkan untuk belanja sosial dan menjaga defisit anggaran. nanang wijayanto/ sindonews/ant
sumber:koran-sindo.com