Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengatakan Gunung Guntur di Kabupaten Garut memasuki masa kritis. Hal ini dideteksi dengan terjadinya tiga kali gempa tremor pada rentang waktu antara Selasa (2/4) sampai Selasa (9/4).
Menurut Surono, jika dibandingkan dengan gunung berapi lainnya, pada tahap ini Gunung Guntur telah memasuki babak akhir sebelum meletus. Namun, sumbat lava di puncak Gunung Guntur terus menahan energi letusan.
“Seharusnya setelah ada tremor, keluar asap. Ini tidak. Biasanya kalau mau meletus, tremornya meningkat drastis. Tapi Gunung Guntur meningkat perlahan. Seakan-akan ngajak lari maraton,” kata Surono saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Guntur, Selasa (9/4).
Seismograf atau alat pendeteksi aktivitas gunung api di pos tersebut mencatat terjadi tremor di Gunung Guntur, Selasa (2/4) dari pukul 07.05 sampai pukul 17.58. Tremor yang secara otomatis mengubah status Gunung Guntur menjadi waspada ini memiliki amplituda pada seismograf antara 10 milimeter sampai 15 milimeter.
Tremor kedua terjadi selama dua hari pada Sabtu (6/4) pukul 23.00 sampai Minggu (7/4) pukul 18.00. Tremor kedua yang berlangsung selama dua hari atau tepatnya 19 jam ini memiliki amplituda 2 milimeter sampai 4 milimeter.
Gempa tremor ketiga terjadi pada Selasa (9/4) sejak pukul 07.00. Sampai pukul 14.00, gempa tremor dengan amplituda 2 milimeter sampai 4 milimeter tersebut belum juga berhenti. Tiga gempa tremor beruntun ini, ujar Surono, membuat dirinya kebingungan karena Gunung Guntur belum pernah mengalami tremor selama itu pada tahun-tahun sebelumnya.
“Di gunung api lain, dengan keadaan seperti ini, sudah meleduk dengan peningkatan tremor dalam hitungan waktu menit atau jam. Seharusnya ini sudah final count, tinggal menghitung mundur, 9, 8, 7, 6,” kata Surono.
Ujarnya, Gunung Guntur mengalami tremor harmonis berukuran kecil pada tahun 1994, 1997, 1998, 1999, 2002, 2009, dan 2012. Gempa tremor pada tahun-tahun sebelumnya ini hanya berlangsung selama 30 menit atau 1 jam.
Surono mengatakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah harus segera berkoordinasi dengan masyarakat di sekitar Gunung Guntur untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Surono mengatakan sosialisasi ini tidak bisa ditunda dan harus direalisasikan secepat mungkin.
“Statusnya memang masih waspada. Butuh pertimbangan yang sangat berat untuk menaikkan statusnya menjadi siaga. Soalnya banyak masyarakat dan ada juga tempat pariwisata di situ. Tapi masyarakat diimbau tenang, jangan sampai panik,” kata Surono.
Tuturnya, gunung ini sempat meletus sebanyak 21 kali pada 1770 sampai 1843. Risiko bancana gunung ini, ucapnya, sangat besar karena terdapat banyak pemukiman dan tempat strategis di sekitar gunung.
“Terdapat lelehan lava mengering di puncak gunung. Butuh energi yang besar untuk bisa meletus. Berdasarkan sejarah, letusan gunung ini sangat besar. Sayangnya, kawasan kota berada pada radius 5 kilometer saja,” ujarnya.
Surono mengatakan, pengetahuan warga Garut sekarang mengenai letusan gunung ini sudah sangat minim karena letusan terakhir terjadi 170 tahun lalu. Karenanya, Surono meminta BPBD tidak menunda-nunda sosialisasi tanggap darurat bencana. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi ancaman material abu lebat, material pijar, awan panas, dan lava, jika gunung meletus.(*)
Sumber + Foto : tribunnews.com