Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menolak kesimpulan dini yang disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
Sebelumnya Purnomo mengatakan, kasus pembunuhan empat tahanan di Lapas Cebongan, DIY, bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Kontras menyatakan, dalam kasus Cebongan jelas terjadi serangan terhadap warga sipil, yang dilakukan secara sistematis atau meluas. Ini secara gamblang sudah diketahui dan diakui.
Kontras menegaskan, para tahanan itu bukanlah musuh perang yang mengancam pertahanan negara. Apalagi, mereka tak bersenjata.
“Tindakan yang dialamatkan ke mereka merupakan kekerasan yang sangat buruk sekali. Ada penyiksaan kepada sipir, pembunuhan kepada tahanan, dan perusakan institusi negara,” kata Koordinator Eksekutif Kontras Haris Azhar kepada Tribunnews.com, Kamis (11/4/2013).
Kontras juga mengkritisi kurang cermatnya Menhan sehingga membuat kesimpulan dini, bahwa apa yang terjadi di Lapas Cebongan bukan pelanggaran HAM.
Menurut Haris, seharusnya Menhan cermat melihat fakta peristiwa, bahwa dalam serangan ke lapas terdapat unsur ‘pengetahuan akan ada serangan’, namun akhirnya pejabat Polri dan TNI setempat gagal mencegah serangan. Dengan begitu, maka kasus ini bisa dikatakan sebagai unsur sistematis.
“Unsur sistematis juga terpenuhi dengan adanya penggunaan peralatan, seperti senjata dan taktik yang harusnya digunakan hanya untuk keperluan militer dalam menghadapi musuh,” papar Haris.
Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut, Kontras memaparkan, sebenarnya kasus pembunuhan tahanan di Lapas Cebongan telah memenuhi syarat untuk dibawa ke Pengadilan HAM.
“Unsur-unsur di atas jelas memenuhi syarat dalam pasal 7 dan 9 Undang-undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” ucap Haris.
Empat tahanan Lapas Cebongan tewas ditembak mati dalam tahanan Lapas Kelas II B Cebongan, DIY, pada 23 Maret 2013. Setelah dilakukan investigasi internal, pihak TNI AD mengakui bahwa pelaku penyerangan dan pembunuhan empat tahanan titipan Polda DIY, adalah 11 anggota Kopassus Grup II Kartosuro.
Penyerangan 11 anggota Kopassus secara singkat pada dini hari, diduga aksi balas dendam atas pengeroyokan sekelompok orang yang menewaskan anggota TNI AD Kesatuan Kopassus Kandang Menjangan, Kartosuro, Solo, Sersan Satu Santoso, di Hugo’s Cafe pada 19 Maret 2013.
Pihak TNI AD mengumumkan ke publik, bahwa keempat tahanan yang ditembak adalah bagian dari kelompok preman. Kini, ke-11 anggota Kopassus sedang menjalani penyidikan di Pomdam IV Diponegoro, Semarang. Pihak TNI AD akan membawa kasus tersebut ke pengadilan militer.
Menanggapi kasus ini, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengeluarkan pernyataan sikap kementeriannya, hari ini. Menhan menyatakan, sikap kementeriannya terhadap kasus ini, adalah menginginkan ke-11 anggota Kopassus yang terlibat pembunuhan empat tahanan, diadili di pengadilan militer dan menolak dibawa ke peradilan umum.
Menhan juga menolak penerapan UU Pengadilan HAM, karena menganggap tindakan para pelaku, bukan bagian dari pelanggaran HAM.
Menurut Purnomo, pengadilan HAM bisa diberlakukan kepada anggota TNI, bila melakukan penghilangan nyawa atau penghilangan satu ras atau etnik tertentu secara menyeluruh, serta dilakukan secara sistematik berdasarkan kebijakan pimpinan.
Menhan juga tak melihat adanya kebijakan dari pimpinan, terhadap penyerangan yang dilakukan ke-11 anggota Kopassus dalam lapas tersebut. (*)
Sumber + Foto : tribunnews.com