Proses pembangunan jalan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) yang kini tengah berlangsung, masih berkutat pada masalah pembebasan lahan.
Seperti halnya, pembangunan tol Cisumdawu di seksi II, Rancakalong-Ciherang sepanjang 17,3 km. Masih ada sejumlah lahan warga yang belum dibebaskan, bahkan lokasinya tepat di tengah badan jalan tol.
Bahkan masalah pembebasan lahan tersebut, lebih rumit dan krusial ketimbang mengerjakan kontruksi tol, sekalipun harus menembus gunung,
“Apa boleh buat, karena tanahnya belum dibebaskan sehingga terpaksa dilewat dulu, supaya projek tetap jalan. Apalagi tanah-tanah yang belum dibebaskan itu posisinya tepat di as (tengah-red) jalan,” kata Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Pembangunan Jalan Bebas Hambatan (PPJBH) Cisumdawu, Subagus Dwi Nurjaya usai rapat koordinasi Tol Cisumdawu di gedung Induk Pusat Pemerintahan (IPP) Pemkab Sumedang, Kamis (18/4).
Subagus menyebutkan, lahan di tengah badan jalan tol seksi II yang belum dibebaskan, seperti di daerah Pamulihan dan Ciherang. Namun demikian, secara umum luas tanah yang belum dibebaskan di seksi II hanya tinggal 0,4 persen.
Itu pun dari panjang jalan tol seksi II yang sudah dikontraktualkan sepanjang 6,5 km. Walaupun tanah yang belum dibebaskan hanya 0,4 persen lagi, tapi posisinya sangat menyulitkan, tepat di as jalan.
“Apalagi pembebasan lahan jalan tol seksi I Cileunyi-Rancakalong, yang sudah dibebaskan baru sepanjang 1 km dari total panjang jalan tol 12 km. Sementara seksi III, Ciherang-Situ, Sumedang sepanjang 3,5 km, masih dalam proses pembebasan lahan. Untuk luas lahan yang belum dibebaskan, itu kewenangan P2T yang menjelaskannya,” katanya.
Untuk kelancaran pembangunan jalan tol terutama proses pembebasan lahannya, kata dia, semua pihak terkait harus menyamakan persepsi sekaligus menyinergiskan kepentingan pembangunan jalan tol tersebut. Sebab dampak positifnya sangat besar, bisa mengembangkan perekonomian masyarakat Sumedang.
Apalagi jalan tol seksi II, menjadi solusi kerawanan jalan Cadaspangeran yang semakin menurun kualitasnya, termasuk kemacetan di Sumedang. Begitu pula seksi I, Cileunyi-Rancakalong, bisa mengatasi kemacetan tahunan di Jatinangor dan Tanjungsari.
“Makanya, pembangunan jalan tol seksi I dan II ini menjadi prioritas kami. Dalam rapat koordinasi ini, kami bersama P2T (Panitia Pengadaan Tanah) Pemkab Sumedang, BPN, TPB (Tim Pembebasan Lahan) dan pihak terkait lainnya, menyamakan persepsi dan membentuk sinergitas. Terutama dengan para kuwu (kades-red), yang menjadi ujung tombak masyarakat,” katanya.
Lebih jauh Subagus menjelaskan, pembangunan jalan tol Cisumdawu terutama di seksi I dan II, menjadi jalan keluar kerusakan jalan jalur Bandung-Cirebon, berikut kemacetannya.
Kerusakan jalan akan terus terjadi bahkan semakin parah, sepanjang truk-truk angkutan berat yang melebihi kapasitas melalui jalur tersebut.
Biaya besar yang dikeluarkan pemerintah untuk penambalan jalan rusak pun, akhirnya terbuang percuma (mubazir-red). Pasalnya, tidak efektif dipakai perbaikan jalan jalur Bandung-Cirebon, terutama di wilayah Sumedang.
“Tidak ada solusi lain kecuali dengan jalan tol ini. Semua kendaraan angkutan berat akan melalui jalan tol. Sehingga, jalan lama bisa terpelihara kualitasnya dan dijamin keamanannya,” tutur Subagus.
Ditanya tingkat kesulitan pembangunan jalan tol seksi I dan II yang kondisi geografisnya banyak pegunungan, ia mengatakan, untuk pembangunan kontruksi tidak ada masalah. Meski harus melewati daerah pegunungan,masih bisa diatasi dengan penerapan teknologi canggih kontruksi jalan tol.
“Lebih sulit menyelesaikan masalah pembebasan lahan, ketimbang membangun kontruksi jalan tol, sekalipun harus menembus gunung,” tutur Subagus.
Ketika akan dikonfirmasi usai rapat koordinasi, Ketua P2T Pemkab Sumedang sekaligus Plt (Pelaksana Tugas) Sekda Kab. Sumedang, Drs. H. Zaenal Alimin, M.M, belum bisa dihubungi karena masih sibuk. SMS pun belum dibalas. (A-67/A-89)***
Sumber : pikiran-rakyat.com