Lima kali pegelaran drama tari “Citraresmi Labuh Pati” ditonton tidak kurang dari 3.000 orang penonton. Pegelaran drama tari dengan latar belakang sejarah dalam bentuk kolosal merupakan peristiwa langka dan menarik.
Apresiasi masyarakat terhadap pegelaran seni drama tari yang disuguhkan Mahasiswa Pendidikan Seni Tari 2010 Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, masih sangat tinggi.
“Ini dibuktikan dengan pegelaran (drama tari) yang kami suguhkan dalam dua hari (Kamis-Jumat, 30-31/5) ini, setiap pegelaran ditonton tidak kurang dari 500 penonton,” ujar Lestari Cucu Usmanawati, selaku Ketua Pelaksana pegelaran drama tari “Citraresmi Labuh Pati”, di sela-sela persiapan pegelaran terakhir (Jumat,31/5) malam di Teater Tertutup Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat (Dago Tea House) Bandung.
Pegelaran yang didukung 50 orang penari dan 15 orang nayaga dengan cerita tentang terjadinya Perang Bubat yang berakhir dengan kematian Puteri Citraresmi (Puteri Dyah Pitaloka Ratna Citraresmi), terbagi dalam empat babak.
Cerita diawali dengan tersiarnya kecantikan Puteri Citraresmi puteri dari Linggabuana raja Sunda Galuh, terdengar ditelinga raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk dan diakhiri dengan adegan Puteri Citraresmi yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena melihat kedua orang tua serta pasukan pengiring dibunuh oleh pasukan Majapahi pimpinan Patih Gajah Mada.
“Dalam kemasan pegelaran memang sangat sederhana sekali, baik dari sisi artistik panggung maupun musik pengiring. Namun yang perlu diacungi jempol adalah keberanian dari anak-anak dalam mengangkat sejarah sebagai cerita drama tari,” ujar Toto Amsar, S,Sn. M.Hum, praktisi dan akademisi seni tari seusai menyaksikan pegelaran.
Diungkapkan Toto Amsar, mahasiswa Pendidikan Seni Tari 2010 Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, sudah memberikan jawaban keraguan akan kelangkaan penari pria serta langkanya pegelaran drama tari dalam bentuk kolosal di Jawa Barat umumnya dan Kota Bandung khususnya.
“Pegelaran ini merupakan peristiwa langka, dan patut diapresiasi oleh anak-anak sekolah agar mengenal sejarah sekaligus seni (tari),” ujar Toto Amsar. (A-87/A-88)***
sumber+foto:pikiran-rakyat.com