Mereka berasal dari berbagai kalangan dengan rasio usia antara 18–60 tahun dan didominasi warga di wilayah selatan, seperti Kecamatan Sindangkerta, Gununghalu, Rongga, dan Cipongkor. “Jumlah yang terdata di kami ada sekitar 3.000 warga yang masih buta aksara. Hal itu terus kami intervensi melalui berbagai program agar paling tidak mereka bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung),” kata Kepala Bidang Pendidikan Nonformal (PNF) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga KBB Jalaludin kemarin.
Jumlah itu menurun signifikan dibandingkan saat KBB dimekarkan dari Kabupaten Bandung pada 2007. Saat itu sebanyak 17.000 warga di KBB masih tercatat sebagai warga buta aksara. Namun, melalui penanganan wajib belajar dan program pendidikan nonformal yang diselenggarakan hingga tingkat RW, angka tersebut bisa dikurangi.
Pemicu buta aksara antara lain warga tidak mengenyam pendidikan sekolah atau putus sekolah di tingkat sekolah dasar. Karena itu, tidak mengherankan jika ratarata warga yang buta aksara berusia lanjut. “Penanganan pembelajaran ke orang tua jelas berbeda dibandingkan anak- anak karena butuh ketelatenan dan kesabaran,” ucapnya.
Dinas Pendidikan menargetkan pada 2014 buta aksara di KBB bisa terentaskan. Perhatian pemerintah terhadap persoalan ini semakin meningkat. Untuk tahun ini, Pemerintah KBB menganggarkan Rp500 juta untuk program buta aksara, ditambah bantuan dari provinsi dan pemerintah pusat. Sasaran usia yang mendapatkan program pendidikan ini antara 18–45 tahun.
Pertimbangannya karena dengan usia yang masih produktif tersebut mereka bisa berkesempatan melanjutkan paket A, B, dan C, untuk bisa mendapatkan ijazah. Saat ini di KBB ada sebanyak 250 kelompok yang akan mendapatkan bantuan program pengentasan buta aksara ini. Setiap kelompok terdiri atas 10 orang.
Rata-rata belajar dari awal hingga bisa calistung diperlukan waktu sekitar 3–4 bulan. Diharapkan ketika bisa calistung, warga yang ingin memiliki usaha atau mengembangkan keahliannya bisa mengurus keperluan administrasinya sendiri tanpa harus melalui perantara.
“Intinya kami ingin mereka bisa mandiri. Ketika dasar pendidikan sudah dikuasai, pengembangan usaha atau keahlian mereka ke depan akan lebih mudah,” ujar Jalaludin. adi haryanto(koran-sindo)