Bandung (Jabarmedia) – Kalau minum kopi kurang gula bagaimana rasanya? Pasti tidak enak. Kalau tidak diganti lagi maka perlu ditambah gula, masih kurang tambah lagi gulanya sampai “pas”. Begitupun untuk memperkuat implementasi perbankan syari’ah di tengah kondisi bank-bank konvensional di Indonesia yang terus menjamur.
Prospek perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia cukup potensial, kalau dilihat dari jumlah penduduknya yang sangat banyak dan mayoritas penduduknya muslim terbesar di dunia. Namun, para pakar perbankan syari’ah masih meragukan implementasi perbankan syariah di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Bank Syari’ah Indonesia (Abisindo) A. Riawan Amin, prospek perbankan syari’ah cukup potensial, karena mayoritas jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak adalah muslim terbesar di dunia, namun penerapan sistem perbankan syariah masih belum sesuai dengan syari’ah.
“Perbankan-perbankan syari’ah di Indonesia belum sepenuhnhya mengamalkan syari’ah,” tukasnya usai mengisi seminar nasional yang diselenggarakan Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), di Universitas Islam Bandung (UNISBA), Jalan Tamansari, Bandung, Sabtu (21/9/2013).
Masih adanya campur tangan Bank Indonesia (BI) terhadap perbankan syariah menyebabkan bank-bank syariah menjadi “kaku” untuk melaksanakan sistem perekonomian yang sesuai dengan syari’ah. “Selama ini bank syariah selalu mendapatkan campur tangan pengawas BI”, ucapnya.
Adanya Dewan Syariah Nasional (DSN) tidak mempengaruhi campur tangan BI terhadap regulasi perbankan di Indonesia. Kondisi itu memungkinkan perbankan syari’ah mampu mengurus peraturan perbankan syariah secara mandiri.
“Bank konvensional tak akan mampu mengurus perbankan syariah, jadi semestinya serahkan saja pada ahlinya”, katanya.
Meskipun lembaga-lembaga pendidikan tinggi banyak menyambut kehadiran bank-bank syariah dengan berbagai muatan tentang ekonomi Islam, tapi mentalitas diri mereka masih mendukung bank-bank konvensional yang menganut sistem kapitalis.
Sebagaimana halnya bank konvensional, para praktisi perbankan syari’ah masih rawan melaksanakan praktek perbankan konvensional, hanya saja dengan istilah Islami. “Pelaksanaan ibadahnya saja kurang mencerminkan syari’ah”, ucap mantan Direktur Umum Bank Muamalah Indonesia (Dirut BMI) itu.
Dalam seminar bertajuk “Penguatan Implementasi Etika Bisnis Islam Dalam Meningkatkan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia,” pengarang buku Satanic Finance, True Conspiracies itu pun mendorong masyarakat untuk menggunakan uang emas-perak, dinar dan dirham.“Kasihan industri kalau produktifitasnya selalu terimbas inflasi karena uang kertas”, ujarnya.
Di hadapan sekitar 300 peserta seminar, ia mempertanyakan sistem yang telah dipraktekan perbankan syariah. “Di negara muslim, (sistem-red) tabungan apa yang telah kita lakukan?, katanya. [Ans]