Upaya pemerintah menetapkan bea masuk impor 0% untuk komoditas kedelai tidak mampu menekan harga di dalam negeri. Saat ini harga kedelai di tingkat perajin masih cukup tinggi.
Perajin tahu di kawasan Sentra Tahu Cibuntu, Lilis, mengatakan, harga kedelai berkisar Rp8.900/kg. Mereka hanya menikmati penurunan harga kedelai sebesar Rp300/kg dalam satu pekan terakhir. Penurunan itu belum ideal menghasilkan harga tahu atau tempe yang mampu dibeli masyarakat. “Setelah bea masuk impor kedelai dibebaskan, mengapa harganya masih mahal? Mestinya ada penurunan signifikan,” ujarnya kemarin.
Dia berharap harga kedelai di tingkat perajin kembali normal dengan kisaran Rp5.700- –Rp6.000/kg. Tingginya harga kedelai sejak beberapa bulan terakhir menyebabkan lini produksi tahu dan tempe belum sepenuhnya stabil. Dia memproduksi sekitar 2 kuintal kedelai/ hari dari sebelumnya 3,5 kuintal/hari. Kondisi itu disebabkan turunnya permintaan komoditas tersebut.
“Permintaan turun, terpaksa produksi kami kurangi. Kondisi ini terjadi setelah harga tahu dinaikkan,” ucapnya. Lilis menjual satu kotak tahu (isi 100 biji) Rp38.000. Kondisi tersebut berbeda ketika harga kedelai masih pada kisaran Rp6.000/kg, harga jual tahu sebesar Rp30.000/kotak. Menurut Ketua Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Jabar Asep Nurdin, harga kedelai memang masih tinggi.
Dia pesimistis harga kedelai turun setelah pemerintah menetapkan bea masuk impor kedelai sebesar 0%. Tinggi atau tidaknya harga kedelai sangat ditentukan pemilik barang, dalam hal ini importir. “Kalau pemilik barang belum mau menurunkan harga, harga kedelai tetap akan tinggi,” ucapnya. Idealnya bila bea masuk kedelai dibebaskan, harga kedelai turun Rp1.000/kg dengan asumsi pengurangan bea masuk sekitar 5%.
Saat ini harga kedelai dari tingkat importir masih Rp8.400/kg, sehingga harga kedelai di tingkat perajin berkisar Rp9.000/kg. Menurutnya, pembebasan bea masuk impor kedelai hanya menguntungkan para importir. Tidak ada aturan atau perjanjian antara pemerintah dan importir jika bea masuk kedelai dibebaskan, pengusaha menurunkan harga kedelai. Kebijakan tersebut membuat petani kedelai lokal terancam.
Dia khawatir bila harga kedelai di Amerika Serikat turun, harga jual kedelai ke Indonesia akan sangat rendah. Kondisi tersebut mematikan harga kedelai lokal. “Swasembada kedelai semakin sulit terlaksana,” kata Asep. Kebijakan tersebut juga dikhawatirkan menguntungkan salah satu pihak karena berpotensi memunculkan kartelkartel baru. Sebab, hanya bermodalkan Rp50 miliar, siapa pun bisa menjadi importir kedelai. Sejak pemerintah menghapus bea impor kedelai, muncul 30 kartel baru yang menguasai komoditas tersebut. arif budianto(koran-sindo.com)