Lahan kritis di Kabupaten Cianjur mencapai sekitar 50.000 hektare. Sebagian besar lahan kritis tersebut merupakan lahan bekas galian C yang belum direklamasi.
Dari 32 kecamatan di Kabupaten Cianjur, sebanyak delapan kecamatan mejadi kecamatan dengan lahan kritis terbesar. Diantaranya Kecamatan Gekbrong, Warung Kondang, Sukaresmi, Cikalong, Agrabinta, dan Leles. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Cianjur, Mochamad Ginanjar kepada “PRLM”, Selasa (1/10/13)
“Lahan kritis ini rencananya akan kami jadikan ruang terbuka hijau dengan melakukan reboisasi. Hingga saat ini baru tiga lokasi RTH yang ada di Kabupaten Cianjur, yakni Babakan Karet, kawasan Universitas Suryakancana (Unsur) Cianjur, serta bekas Terminal Muka,” tuturnya.
Jumlah RTH tersebut, kata Ginanjar, sangat kurang. Pasalnya, dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Cianjur diharuskan mempunyai sekitar 60 persen dari luas wilayahnya, namun data Badan perencanaandan Pembangunan Daerah (Bappeda) Cianjur, luas RTH baru ada sekitar 30 persen.
“Kami akui lahan-lahan kritis ini memang lahan-lahan yang kebanyakan ditinggalkan para pengusaha galian. Untuk reklamasi, selama ini mereka belum ada yang membayar kompensasi reklamasi lahan. Hanya beberapa petani yang melakukan pengolahan di lahan kritis dengan sistem sewa dari desa setempat,” tuturnya.
Ginanjar menuturkan tahun ini Dishutbun menyiapkan anggaran senilai Rp2,8 Miliar untuk mereklamasi lahan kritis menjadi RTH. Anggaran tersebut berasal dari anggaran Kementerian Kehutanan dan sisanya sebesar Rp 1,2 M dari APBD Cianjur.
“Anggaran dari Kemenhut diberikan kepada 33 kelompok di setiap kecamatan melalui program Kebun Bibit Rakyat (KBR). Setiap kelompok mendaatkan sebanyak Rp 50 juta untuk penghijauan. Sedangkan anggaran dari APBD Cianjur selain untuk penghijauan juga untuk melakukan penataan RTH yang ada sekarang,” ujarnya.
Program RTH, kata Ginanjar, merupakan satu di antara upaya penanganan lahan kritis di Kabupaten Cianjur. Saat ini sedang diupayakan menyusun peta renacan penanganan lahan kritis.
“Kami akan terus mengupayakan pengembalian lahan kritis menjadi lahan produktif, melalui program-program baik yang diusung pemerintah daerah, provinsi maupun pusat,” tuturnya.
Sementara itu,Sekretaris Bappeda Cianjur, Doddy Permadi saat dikonfirmasi mengatakan hal senada. sekitar 24 persen wilayah Cianjur merupakan hutan produksi dan konservasi dan sekitar 16 persen merupakan perkebunan. Namun, kata Doddy, luasan tersebut belum bisa mencukupi ketentuan RTRW Jabar yang mengharuskan RTH sebesar60 persen dari luasan wilayah Cianjur.
“Itu pun belum termasuk perhitungan dari laju alih fungsi lahan dari hutan dan perkebunan menjadi pemukiman. Justru yang menjadi kendala saat ini adalah laju pertumbuhan pemukiman yang semakin tahun semakin bertambah,” katanya.
Doddy menuturkan penghijauan besar-besaran yang akan dilakukan Dsihutbun menjadi salah satu langkah efektif untuk mengembalikan keberadaan RTH dan membuat lingkungan Cianjur semakin sehat.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Cianjur, Saep Lukman mengatakan tidak heran RTH di Cianjur semakin menyusut. Pasalnya, lima tahun terakhir kerusakan lilngkungan di Cianjur sangat signifikan.
Saep menuturkan kerusakan lingkungan dan laju alih fungsi lahan yang seharusnya merupakan wilayah hijau dipicu dari ketidakkonsistenan Pemkab Cianjur dalam melakukan penataan wilayah. (pikiran-rakyat.com)