Di masa jayanya kegiatan surat-menyurat menjadi andalan masyarakat untuk berkomunikasi. Seiring perkembangan zaman hingga tahun 1996, perangko jadi primadona khususnya saat hobi mengoleksi perangko alias filateli marak di Indonesia.
Gempuran teknologi dengan masuknya telepon genggam mengalahkan kegiatan berkirim surat yang identik dengan penggunaan perangko. Tak ayal anak muda sekarang ini ogah mengumpulkan perangko. Berbagai upaya pun kembali digairahkan agar dunia filateli kembali berjaya.
Salah satunya pameran filateli yang digelar di Kota Bandung. Untuk membangkitkan minat kawula muda pada filateli, Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) Jawa Barat menggelar pameran filateli. Lebih dari 5.000 lembar perangko dari seluruh Indonesia dipamerkan pada Pameran Filateli Nasional di Wahana Bakti Pos, Jalan Banda, Kota Bandung. Dalam kegiatan tersebut, berbagai jenis perangko dipajang mulai dari perangko tema flora, fauna, hingga perangko bersejarah.
Ketua PFI Jabar Goenawan Wanaradja mengatakan, sejak datangnya teknologi informasi perkembangan filateli jadi stagnan. Orang tidak lagi memakai perangko. Ucapan Hari Raya Idul Fitri tidak lagi menggunakan kartu Lebaran, tapi cukup mengirim short message service(SMS). “Teknologi ini jelas memadamkan filateli khususnya untuk pemula. Adapun penambahan filatelis muda itu dalam jumlah yang sedikit. Itu pun hanya anak-anaknya filatelis saja. Dulu kami punya slogan sejuta filatelis, sekarang 1% saja masih untung,” ujarnya.
Secara global, filateli menjadi hobi yang kena imbas cukup besar dengan kehadiran handphone. Di Jabar, jumlah filatelis kurang dari 1% dari jumlah penduduk. Apalagi senior-senior penggila filateli sudah banyak yang meninggal. Di masa jayanya, filateli amat diminati hingga PFI pernah mengadakan pameran dunia remaja. Dia mengatakan, perangko tak hanya sebatas kelengkapan surat. Meski perangko hanya kertas bergambar yang ukurannya kecil, tapi ada banyak makna yang terkandung di dalamnya. Perangko adalah bagian dari sejarah.
Filateli juga tak hanya memuaskan hobi, perangko dimiliki bisa menjadi investasi. Karena semakin langka perangkonya, maka harganya makin melangit. Bahkan, ada perangko yang harga satu lembarnya mencapai Rp1,5 miliar. Perangko tersebut adalah perangko yang dikeluarkan Pos Militer Surakarta pada tahun 1946. Perangko ini hanya tersisa 50 lembar saja di dunia. Untuk merawat berbagai koleksi perangko butuh perlakuan khusus dan ketekunan pemiliknya.
Misalnya, menghindari kerusakan perangko harus dilapisi plastik khusus sebelum disimpan di dalam buku sejenis album. Untuk menjaga kelembabannya perangko disimpan di ruangan yang memiliki pendingin. Bahkan, perangko mahal disimpan di dalam lemari besi. “Tapi, kalau mau memulai hobi filateli nggak usah yang mahal-mahal,” ujar Goenawan. Sayangnya, upaya menggairahkan filateli belum disokong sektor pendidikan. Tidak ada dukungan kurikulum yang disahkan pemerintah daerah. Padahal, hingga tahun 2000 filateli menjadi ekstrakurikuler di sekolah.
Menurutnya, filateli bisa mengembangkan kreativitas anak dan mencegah anak melakukan hal negatif. “Saya berharap lewat pameran filateli, para remaja memiliki wawasan ke-Indonesiaan, karena melalui perangko kita bisa belajar banyak tentang sejarah,” tuturnya.(koran-sindo.com)