Sekitar 60 persen kondisi jalan dari total panjang jalan sepanjang 1.290,347 kilometer di Cianjur rusak akibat kelebihan muatan. Dari titikl kerusakan jalan, separuhnya justru terdapat pada ruas jalan pusat aktivitas galian C.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Bina Marga Kab. Cianjur, Athe Adha Kusdian saat ditemui di kantornya, Rabu (19/3/2014).
“Jika dalam kondisi normal, status jalan kabupaten tersebut bisa mempunyai masa pakai dari 3 hingga 5 tahun. Namun, akibat banyakknya lalu lalang truk galian dengan muatan yang bisa lebih dari 25 ton, dalam krurun waktu sekitar satu tahun saja jalan dipastikan rusak,” katanya.
Kewenangan Dinas BM, kata Athe, dalam setiap rapat korrdinasi hanya menyarankan untuk mengevaluasi ulang pemberian ijin dan pengawasan terhadap menjamurnya galian C.
“Beberapa kali kami berhasil melakukan koordinasi dengan beberapa pengusaha galian C untuk iruan diantara mereka yang menyumbang kerusakan jalan, namun banyak kendala yang terjadi. Akhirnya kerusakan jalan emnjadi beban APBD Cianjur,” tuturnya.
Athe justru mendukung apabila ada persayaratan yang diperketat terakit pemberian ijin galian C. Khususnya kesedaian para pengusaha galian untuk iktu membantu jika mereka terbukti berkontribusi terhadap kerusakan jalan di wilayah dimana mereka lintasi dnegan truk-truk mereka.
Sementara itu, Kepala Bidang Pertambangan dan Energi Dinas PSDAP Cianjur, Iman Budiman mengakui jika jumlah galian C yang ada saat ini sebagian adalah galian C ilegal. Galian C yang legal adalah galian yang berijin dan dipungut pajak.
“Namun kami akui masih ada beberapa titik galian yang ilegal. Hal tersebut pun sudah kami laporkan ke Satpol PP Kab. Cianjur untuk melakukan penindakan termasuk pengusaha galian C yang habis ijninnya dan masih memaksa untuk melakukan penambangan,” ucapnya.
Iman mengatakan setiap tahun penertiban terhadap galian C ilegal selalu dilakukan. Namun, sebagian dari mereka nekat tetap menambang, bahkan pada areal yang bukan peruntukannya untuk ada kegiatan penambangan. Hal itu, kata Iman, dipicu dari besarnya pasar jual beli pasir.
Pasalnya, kata Imam, Dinas PSDAP tidak mempunyai kewenangan untuk menindak. Kewenangan yang ada hanya sebatas pengawasan dan pelaporan untuk selanjutnya ditindak oleh Satpol PP.
“Dari aturan hukum yang ada pemberian ijin penggalian juga sudah cukup ketat. Setidaknya harusnya ada persetujuan dari warga sekitar dan kepala desa tentang keberadaan galian dan status lahannya,” katanya.
Lebih lanjut Imam mengatakan tidak bisa dipungkiri jika keberadaan ratusan truk yang melintas ikut menyumbang kerusakan jalan. Namun, dalam persyaratan ijin yang kami minta dari desa biasanya sudah ada semacam komitmen dengan desa setempat.
“Mungkin juga termasuk kompensasi dari kerusakan jalan. Biasanya dengan pihak desa sudah ada komitmen termasuk dampak kebisingan atau yang lainnya,” ucapnya.
Sedangkan, Ketua Komisi III DPRD Cianjur, Rudi Sjachdiar Hidajat mengatakan persoalan anggaran memang persoalan klasik dalam pembangunan infratsruktur. Hal itu, hampir terjadi di semua daerah.
“Kalau mau difoksukan anggarannya untuk jalan juga akan emmakan sektor lainnya. Jadi pemerataan anggaran juga tidak akan tercapai. Memang hanya Rp 45 miliar itu tidak cukup. Namun, setidaknya dinas bina marga lebih bijaksana memprioritaskan perbaikan jalan. Keluhan jalan rusak yang sudah belasan tahun seharusnya menjadi prioritas,” katanya. (pikiran-rakyat.com)