JIKA Anda melintas atau berkunjung ke Kabupaten Cianjur sebaiknya mencicipi penganan khasnya. Di antaranya Sate Maranggi khas Cianjur. Panganan ini pun mudah ditemui di setiap sudut pusat pemerintahan Kabupaten Cianjur.
Satu di antaranya warung Sate Maranggi Warujajar yang berada di Jalan KH Hasim Ashari, Kecamatan Cianjur. Tak sulit menemukan penjual sate ini karena kiosnya tepat di pinggir jalan. Selain itu, panggangan sate tradisional terlihat jelas dari kejauhan.
“Warung sate maranggi ini sudah ada sejak tahun 1981,” ujar Sandi (28), generasi ketiga pedagang Sate Maranggi Warujajar ketika ditemui Tribun di kiosnya, Jumat (14/3).
Harga yang ditawarkan tak begitu mahal. Satu tusuk sate maranggi dihargai Rp 2.000 . Jika tertarik dengan gajih, pembeli bisa mencicipi sate maranggi campur yang per tusuknya dihargai Rp 1.700. Sate maranggi ini pun terasa nikmat jika dicocol atau dicampur sambel oncom.
“Kalau teman makan sate ini harus nasi uduk atau ketan bakar. Dan banyak yang beli memilih memakai ketan ketimbang nasi uduk,” ujar Sandi.
Adapun nasi uduk yang terbungkus daun pisang dan ketan bakarnya dihargai Rp 2.000 bungkus.
Kios Sate Maranggi Warujajar memang tak pernah sepi dari pengunjung. Sebab penjaja sate ini berjualan sejak pagi mulai dari jam 07.00 sampai jam 23.00. Itu sebabnya bagi pelintas yang kebetulan berkunjung ke Kabupaten Cianjur ketika siang hari tak perlu sulit mencari penganan dengan cita rasa manis dan gurih itu.
“Kalau ramai biasanya pas hari libur atau tanggal merah. Kebanyakan pembelinya sih dari Bogor, Bandung, Jakarta, dan Sukabumi,” ujar Sandi.
Ada baiknya juga mencicipi sate maranggi yang dijajakan pedagang lainnya. Apalagi jika merasa kemalaman atau mencari panganan ini ketika malam hari. Kios sate maranggi yang juga ramai dikunjungi pembeli terutama pada malam hari itu berada di Jalan Mangunsarkoro No 36. Kios ini tepat berada di pinggir jalan di sebelah kanan.
Meski kiosnya tepat di tepi jalan, namun untuk menemukan kios memang cukup sulit terutama bagi yang belum mengenal daerah tersebut. Terkadang kios tersebut tertutupi mobil yang parkir.
“Biar mudah biasanya pembeli menghafal lokasi ini dengan pelan-pelan kalau sudah melewati kawasan kuliner malam di sinar. Atau mudahnya bisa tanya tukang parkir Sate Maranggi Mang Ujang,” ujar Deden Firmansyah (34) generasi pertama penjual Sate Maranggi Mang Ujang.
Dikatakan Deden, kiosnya buka setelah Magrib dan tutup sekitar pukul 02.00 dini hari. Itu jika sedikitnya ratusan tusuk sate maranggi yang dijualnya tak ludes terjual dalam waktu semalam. Menurutnya, mulai Jumat malam, Sabtu malam, dan Minggu malam, satenya selalu habis tak lebih dari jam 00.00.
“Biasanya warga lokal yang banyak yang beli. Tapi warga luar Cianjur juga banyak terutama kalau yang sudah tahu,” ujar Deden yang mengaku bahwa Sate Maranggi Mang Ujang sudah berjualan sejak 1960.
Diakui Deden, Sate Maranggi Mang Ujang diklaim merupakan penjaja sate khas Cianjur yang pertama. Per tusuk sate daging sapi itu dihargai Rp 2500. Sedangkan sate maranggi daging sampai dicampur gajih dihargai Rp 2000.
“Kalau di sini cuma pakai nasi uduk saja. Tapi untuk cocolan atau campurannya bisa pakai sambal oncom dan sambal kacang,” ujar Deden.
Adapun nasi uduknya dihargai Rp 2.500 per bungkusnya. Pelanggannya kebanyakan anak muda dan kalangan pekerja. Biasanya para pelanggannya memilih dibungkus ketimbang disantap di tempat lantaran kiosnya tak begitu luas. “Kalau pas ramai bisa 800 sampai 1.000 tusuk sate terjual. Kalau pas sepi ya 500 paling sedikit,” ujar Dede.(tribunnews.com)