Tubuh-tubuh mungil itu tampak kelelahan. Raut wajahnya sayu. Mereka ikut berdesakan di antara ribuan simpatisan yang sibuk menyerukan yel-yel partai.
Bukan keinginan mereka untuk berada di tengah-tengah aktivitas kampanye. Kebanyakan anak, bahkan balita itu justru diajak turut serta oleh orangtua mereka. Padahal sudah jelas, dalam peraturan terbaru Komisi Pemilihan Umum melarang keterlibatan anak-anak di bawah umur dalam aktivitas kampanye.
Pemandangan tersebut terlihat dalam kampanye terbuka hari pertama Partai Keadilan Sejahtera yang dihelat di Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Minggu 16 Maret 2014 lalu. Dalam kampanye yang menghadirkan Presiden PKS Anis Matta sebagai juru kampanye itu, tampak kerumunan massa yang terdiri dari anak-anak di bawah umur.
Kondisi serupa terjadi dalam kampanye terbuka Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang dilangsungkan di GOR Mampang, Jakarta Selatan, Senin 17 Maret kemarin. Di tengah kerumunan massa kampanye dari kalangan kader, simpatisan PKPI itu tampak banyak anak di bawah umur. Bahkan, dalam kampanye yang menyuguhkan hiburan musik dangdut itu, mereka turut berjingkrak-jingkrak bersama orang dewasa lainnya.
Ketua Umum PKPI, Sutiyoso, saat dikonfirmasi mengenai banyaknya anak-anak yang mengikuti kampanye partainya, mengaku tak bisa melarang anak-anak tersebut.
“Kalau anak-anak kecil datang dari kiri kanan kan tidak bisa kami tolak. Tetapi kami tidak pernah membawa anak kecil, tak ada untungnya,” kata Sutiyoso saat ditemui usai kampanye.
Menurut dia, setiap ada acara hiburan yang mengundang keramaian, selalu banyak anak-anak yang datang. Hal itu dianggap hal yang lumrah terjadi.
“Kalau ada musik kan ada orang banyak, di mana-mana memang terjadi hal seperti itu. Yang terpenting anak-anak tersebut aman,” imbuhnya.
Senada dengan Sutiyoso, Ketua DPW PKS DKI Jakarta Selamat Nurdin, mengakui ada anak-anak yang dibawa orangtuanya mengikuti kampanye partainya di GBK. Namun PKS membantah melakukan mobilisasi anak-anak. Mereka mengaku tak bisa melarang para kader dan simpatisan untuk tidak membawa anak-anaknya dengan alasan tidak bisa meninggalkan anak dan orang lain untuk dititipkan.
“Tapi, kalau tidak bisa dititipkan juga, bisa dipegang erat-erat. Sedikit positifnya mungkin bisa menjadi pembelajaran politik di masa dini,” kata dia.
Namun, ternyata bukan hanya satu atau dua partai politik yang melakukan pelanggaran ini. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat bahwa semua partai politik melakukan pelanggaran saat kampanye rapat umum atau terbuka hari pertama.
Setelah dua hari pelaksanaan kampanye pemilu, Bawaslu sudah menerima sekitar 25 laporan pelanggaran yang terjadi di seluruh Indonesia. Dan menurut Ketua Bawaslu, Muhammad, pelanggaran paling masif adalah dengan melibatkan anak-anak saat kampanye.
“Semua parpol melakukan pelanggaran. Saya kira ini hal yang terus berulang. Tapi karena ini tahapan Pemilu, harus ditindak. Kami proses temuan ini,” kata Muhammad di Jakarta.
Menurut Muhammad, pihaknya selalu berkoordinasi sekaligus memperingatkan liaison officer (LO) masing-masing partai mengenai pelanggaran tersebut. Apabila pelanggaran dilakukan secara berulang-ulang, kata dia, Bawaslu tak segan memberikan sanksi terberat kepada mereka.
“Partai yang bersangkutan tak diberi kesempatan pada waktu kampanye berikutnya. KPU sudah tetapkan sampai 5 April 2014. Kalau sanksi itu ditegakkan kesempatan (kampanye) itu berkurang dan ini merugikan parpol.”
“Pelanggaran pertama semua partai dapat teguran karena melibatkan anak-anak. Kami sudah surati KPU supaya diberi teguran pertama kalau teguran berulang Bawaslu akan tegas, parpol diskualifikasi,” tambahnya.
Bawaslu juga akan menegur partai politik yang dalam kampanye terbuka melibatkan anak-anak. Bawaslu berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Berdasarkan UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak, kampanye membawa anak dinilai sebagai bentuk eksploitasi anak.
Salah satu partai politik yang akan dimintai klarifikasi oleh Bawaslu terkait pelanggaran kampanye terbuka ini adalah PKS. Bawaslu akan mengklarifikasi kepada Presiden PKS, Anis Matta, mengenai pelibatan anak-anak dalam kampanye partainya.
Menurut Muhammad, saat ini masih dilakukan pendalaman untuk penanganan dugaan pelanggaran yang dilakukan PKS dalam kampanye akbar yang dilakukan di Gelora Bung Karno (GBK).
Selain itu, Bawaslu juga akan mengklarifikasi mengenai pernyataan PKS yang menilai pelibatan anak-anak dalam kampanye adalah untuk memberikan pendidikan politik sejak dini. Sementara ini, pihak Bawaslu masih melakukan penanganan dugaan pelanggaran.
“Sudah menjadi putusan Bawaslu untuk mengklarifikasi ini,” kata Muhammad.
Menurut Muhammad, proses penyelesaian mengenai dugaan pelanggaran ini adalah meminta klarifikasi dari terlapor. Ini dilakukan karena Bawaslu perlu objektif dan mendengar alasan dari terlapor.
“Untuk pernyataan pendidikan politik dini, kita ingin tahu alasannya. Kepentingannya apa dan setelah kita klarifikasi baru kita putuskan sanksinya,” katanya lagi.
KPAI tolak pelibatan anak dalam kampanye
Bawaslu menilai kecenderungan yang terjadi, partai tampak belum siap memobilisir massa pemilih sehingga tetap melibatkan anak-anak. Untuk itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Bawaslu mengawasi peserta pemilu yang melibatkan anak-anak dalam kampanye terbuka.
Permintaan itu telah dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau MoU agar anak jangan sampai dilibatkan dalam kampanye.
Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, orangtua yang membawa anaknya dalam kampanye terbuka peserta pemilu 2014 bisa dipidana. Dia mendasarkan itu pada Pasal 87 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
“Hukumannya ancaman penjara maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp500 juta bagi orangtua,” kata Asrorun Ni’am Sholeh, Ketua KPAI di Jakarta.
Menurut dia, pernyataan orang tua yang menyatakan tidak punya tempat untuk menitipkan anaknya saat kampanye tidak bisa dijadikan alasan. “Menempatkan anak di tempat pengasuhan akan lebih baik daripada anak diikutsertakan dalam kampanye,” ujarnya.
KPAI juga merilis data pengaduan pelibatan anak dalam kampanye pemilihan umum 2014 yang masuk ke lembaganya. Komisioner KPAI, Susanto, mengatakan hampir semua partai melakukan pelanggaran itu.
Susanto mengatakan, resume pengaduan itu akan segera dibuat. Selain berdasarkan pengaduan, mereka juga melakukan pemantauan lapangan serta berdasarkan liputan media massa.
“Hampir semua parpol masih melibatkan anak-anak dalam kampanye. Di antaranya Gerindra, Hanura, Nasdem, Golkar, Demokrat, PDIP, PKPI, PPP, PAN, dan PKB. Rekor tertinggi pelibatan anak dipegang PKS,” kata Susanto.
Hasil pengawasan KPAI, tipologi pelibatan anak semakin variatif, mulai memakai alat peraga kampanye, ikut berkerumun di area kampanye, memakai motor disertai alat peraga kampanye, menjadi penghibur kampanye, hingga menyebarkan peraga kampanye.
KPAI mendesak Bawaslu, Panwaslu dan Kepolisian agar bertindak tegas terhadap parpol atau caleg yang melibatkan anak-anak dalam kampanye. Jika ditemukan fakta pelanggaran dan pidana, jangan segan-segan untuk memproses pelaku secara hukum.
“Negara tidak boleh kalah dengan pelanggar hak anak. KPAI mengingatkan keberadaan UU Pemilu dan UU Perlindungan Anak adalah untuk dijadikan acuan, bukan sengaja untuk dilanggar,” ujarnya.
Ihwal pelibatan anak dalam kampanye, UU Pemilu tidak mengaturnya sebagai larangan. Namun, Komisi Pemilihan Umum yang bertugas menjadi penyelenggara pemilu menetapkan aturan main bahwa anak-anak tidak boleh dimobilisasi dalam kampanye dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 15/2013 tentang Pedoman Kampanye, yakni pada poin (k) yang menyebutkan, “peserta pemilu dilarang memobilisasi WNI yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih”.
Bunyi pasal di UU Perlindungan Anak sebenarnya juga tidak mengatur secara eksplisit pelarangan pelibatan anak dalam kampanye. Berikut ini bunyi pasal 87 UU 23/2002 yang menjadi rujukan KPAI.
Pasal 87: Setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 atau penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam sengketa bersenjata atau pelibatan dalam kerusuhan sosial atau pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan atau pelibatan dalam peperangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Politik uang ditemukan
Selain pelibatan anak, Bawaslu juga menemukan pelanggaran kampanye lainnya, seperti politik uang atau money politics. Meski Ketua Bawaslu, Muhammad, masih enggan menyebut parpol yang dimaksud, ia memastikan laporan terkait pelanggaran tersebut terus masuk dari daerah.
Bawaslu, kata Muhammad, mendapat laporan tentang adanya aktivitas money politics dari aparat pengawas yang tersebar di berbagai daerah. Ia pun menjelaskan, politik uang kini makin bervariasi modusnya.
“Kita memang tidak bisa menghindar atas cost politik, apakah itu masuk money politics kita lihat, ada rumusnya,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Polisi RI Jenderal Sutarman, mengatakan bahwa pihaknya telah menemukan adanya praktik politik uang dalam kampanye pemilu legislatif yang sudah berlangsung selama tiga hari ini.
“Ada beberapa laporan money politics. Saat jalan-jalan ke kampung saya pernah menemukan di Sidoarjo sudah ada laporan tentang politik uang dan ada beberpa daerah sehingga kita evaluasi terus,” kata Sutarman di kantor wakil presiden, Jakarta, Selasa 18 Maret 2014.
Sutarman mengatakan, politik uang ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, terutama di Sidoarjo. Tetapi Sutarman enggan mengatakan, partai mana yang telah melakukan politik uang dalam berkampanye yang baru berlangsung dua hari itu. [Baca selengkapnya di sini]
“Saya tidak mau melihat dari partai-partai dari mana tapi jumlahnya saja. Biar tidak menimbulkan seolah-olah nanti menyerang. Jadi saya berdiri netral di atas semua,” katanya.
Menurut Sutarman, jika bukti itu sudah lengkap, maka pelaku akan dipidana minimal selama enam bulan. “Kalau pelanggaran itu pidana ada buktinya ada saksi-saksinya dan itu akan diserahkan kepada penyidik karena penyidikan tindakan pemilu ini sangat singkat 14 hari,” katanya.
Karena itu, Sutarman meminta kepada masyarakat yang mengetahui adanya pelanggaran pemilu untuk melapor ke Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu). Diharapkan dalam 14 hari penyidik akan menyelesaikan laporan itu dan menetapkan saksi.
“Setelah Gakkumdu, itu diolah sehingga panwaslu dan bawaslu akan melaporkan kepada penyidik, dari situ saya hitung harinya sudah dilengkapi barang bukti dan keterangan-keterangan saksi. Tentunya supaya dalam waktu 14 hari tidak terlampaui, kalau terlampaui akan kadaluarsa kalau berdasarkan delik pemilu itu tidak dapat diteruskan,” katanya.
Seperti diketahui, pada hari pertama kampanye terbuka di Karawang, Jawa Barat, diwarnai dengan aksi pembagian uang atau money politics. Aksi itu dilakukan oleh sejumlah calon anggota legislatif DPRD dan DPR RI salah satu partai.
Mereka tanpa malu-malu melemparkan uang kepada para simpatisannya. Bahkan, massa nyaris ricuh lantaran saling berebut uang yang dilemparkan para calon pemimpin mereka dari atas panggung.
Terkait pelanggaran tersebut, anggota Panwascam setempat berjanji akan mengklarifikasi masalah itu kepada pengurus partai yang bersangkutan. (viva.co.id)