Hasil penyelidikan mengungkapkan, pada detik-detik kapal Sewol mulai terbalik cukup curam, seorang awak kapal yang tak diketahui namanya berulang kali menanyakan kepada pihak Jindo Vessel Traffic Services (VTS) apakah bantuan sudah akan tiba. VTS semacam menara kontrol bagi kapal.
“Kami sedang mendata. Sekarang kami akan turun. Kapalnya sangat miring dan kami nyaris tak bisa bergeak,” terang awak kapal tersebut dalam transkrip yang dirilis oleh otoritas Korsel, seperti dilansir AFP, Senin (21/4/2014).
Dalam pesan lainnya, anggota awak kapal mengungkapkan bahwa instruksi keselamatan tidak bisa disampaikan ke penumpang karena sistem pengeras suara yang ada di kapal tersebut rusak pada saat krusial tersebut. Namun terlepas kondisi itu, VTS tetap memberi instruksi evakuasi.
“Tolong minta penumpang mengenakan jaket keselamatan dan kenakan pakaian dengan lapisan sebanyak mungkin,” intruksi pihak VTS.
“Akankah para penumpang diselamatkan segera setelah evakuasi dilakukan?” tanya awak kapal tersebut kepada VTS.
“Buat mereka setidaknya mengenakan pelampung keselamatan dan biarkan mereka mengapung. Sekarang!” perintah VTS.
Kapten dan awak kapal menuai kritikan keras atas keterlambatan mengevakuasi penumpang ketika kapal mulai miring. Kesalahan ini berakibat fatal ketika kapal akhirnya tenggelam dengan ratusan penumpang masih terjebak di dalamnya. Para ahli menilai jika evakuasi dilakukan dengan baik sebelum kapal miring dengan tajam dan air mulai masuk, maka lebih banyak penumpang bisa selamat.
Transkrip komunikasi yang dramatis ini semakin memicu kemarahan keluarga korban. Beberapa orang bahkan sempat berdebat dengan polisi yang mengawal mereka di lokasi penampungan di Jindo.
Dalam musibah ini, kepolisian Korsel telah menangkap kapten kapal Lee Joon Seok, bersama anak buahnya yang bertanggung jawab atas kemudi kapal dan seorang awak kapal lain yang tak berpengalaman.
(sumber:detik.com)