Sederhana dan penuh senyum menjadi gambaran ringkas untuk sosok Raeni (21). Dia adalah putri kedua seorang pengayuh becak yang menjadi lulusan terbaik dalam wisuda periode II/2014 Universitas Negeri Semarang di Jawa Tengah.
Kesederhanaan itu pun sudah dimulai dari namanya. “Raeni. (Nama) panjangnya ya Raeniiii…,” ujar pemilik indeks prestasi kumulatif 3,96 ini renyah, saat dijumpai di tempat kosnya di Jalan Kalimasada, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/6/2014).
Raeni tak membantah capaian prestasinya membuat sebagian hidupnya berubah. Sepanjang Rabu ini saja misalnya, ujar dia, sudah banyak media meminta waktu untuk wawancara.
Pada Rabu malam pun dia sudah harus terbang ke Jakarta untuk tampil di acara talkshow di sebuah stasiun televisi swasta nasional. “Ya capek sebenarnya, sampai tadi nggak sempat makan lalu diambilkan makan sama ibu kos, tapi saya bahagia dan bangga,” kata Raeni dengan tetap tersenyum.
Dengan segala keterbatasan ekonomi keluarganya, Raeni memastikan capaiannya itu bukan didapat secara instan. Dia mengatakan, semua bermula dari didikan disiplin dan tegas dari sang ayah.
Putri pasangan Mugiyono dan Sujamah asal Desa Langenharjo, Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, ini sudah berprestasi sejak kecil. Mengenyam sekolah di SDN 3 Langenharjo kemudian di SMP 3 Patebon dan SMK N 1 Kendal, Raeni selalu menempati peringkat satu atau dua dalam penilaian kelas.
“Ya Alhamdulillah memang sering dapat ranking satu atau dua gitu,” ujar gadis kelahiran 13 Januari 1993 ini. Manajemen waktu dan disiplin yang diterapkan ayahnya sejak kecil membuatnya terbiasa mengerjakan sesuatu dengan cepat.
Raeni mengaku terbiasa mengatur waktu belajarnya bahkan ketika jeda pergantian jam sekolah dan kuliah. “Pas kuliah (misalnya), kalau ada materi yang nggak tahu saya nanya ke dosen pas jam jeda. Jadi minta penjelasan biar benar-benar ngerti,” kata dia.
Meski belajar dan mengerjakan tugas merupakan hal utama untuk dirinya, Raeni mengaku tetap punya waktu untuk berinteraksi dengan teman-temannya. “Ya tetap bergaul biar banyak teman.”
Selain displin, alumnus Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini mengatakan, orangtuanya selalu mengajarkan kejujuran. Dia pun bertutur saat-saat awal diterima menjadi mahasiswi Unnes.
Raeni mengaku sempat minder menjelang kuliah. Selain banyak saudaranya yang tak kuliah, dia pun sempat malu memiliki ayah yang pekerjaannya adalah pengayuh becak. “Ya sempat minder, orangtua tukang becak. Tapi setelah saya pikir lagi kenapa minder?” ujar dia.
“Beliau orangtua saya, mendidik saya, meski tidak memberi biaya hidup banyak saat kuliah, tapi mendukung saya,” kata Raeni dengan mata berbinar. “Dan jelas sekarang saya sangat bangga.”
Sekarang, Raeni merasa kepercayaan dirinya sudah meningkat dan dia masih menyimpan cita-cita yang lebih tinggi lagi. “Meski belum seberapa, tapi saya sudah membuat bangga dan bahagia orangtua. Ini luar biasa.”
Selama kuliah di Unnes, Raeni juga menjadi asisten laboratorium pendidikan di jurusan maupun fakultasnya. Dia juga bergabung dengan unit kegiatan mahasiswa penelitian. “Saya hobi melakukan penelitian dan karya ilmiah.”
Bagi Raeni, menjadi sarjana adalah awal untuk meraih cita-cita lain yang lebih tinggi. Bercita-cita akhir menjadi seorang guru, dia punya keinginan untuk mewujudkannya dalam waktu dekat. “Saya ingin melanjutkan kuliah di Inggris,” katanya, tetap dengan kata-kata sederhana dan wajah berhias senyum itu.
(Kompas)