Pemerintah nampaknya harus serius menanggapi langkah PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan pemegang saham mayoritas Nusa Tenggara Partnership B.V (NTPBV) yang mengajukan gugatan arbitrase internasional, terkait pelarang ekspor sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 mengenai hilirisasi mineral.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfhi mengaku tidak ikut membantu persoalan arbitrase tersebut. Menurutnya, ini merupakan ranah kebijakan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). “Saya masih menteri perdagangan, bukan menteri ESDM,” kata Lutfhi di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (2/7/2014).
Lutfhi menuturkan, yang pantas memberikan komentar mengenai aksi atau gugatan NNT mengenai arbitrase internasional adalah kementerian yang terkait. “Soal Newmont, tanya ke ESDM,” tutupnya.
Sekadar informasi, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV), suatu badan usaha yang berbadan hukum Belanda, mengumumkan pengajuan gugatan arbitrase internasional terhadap Pemerintah Indonesia.
Hal ini terkait dengan larangan ekspor yang telah mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau. Penghentian produksi tersebut menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan PT NNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Pengenaan ketentuan baru terkait ekspor, bea keluar, serta larangan ekspor konsentrat tembaga yang akan dimulai Januari 2017, yang diterapkan kepada PTNNT oleh Pemerintah tidak sesuai dengan Kontrak Karya (KK) dan perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Belanda.
(Okezone)