rasanya memiliki rumah sendiri tetapi tidak boleh masuk di dalamnya? Itulah yang berlaku dalam adat di Pulau Sumba. Seorang perempuan yang berstatus menantu, tidak boleh menginjakan kakinya di sebagian rumahnya.
Pembawa acara program “Explore Indonesia” yang tayang di Kompas TV, Kamga, menjumpai larangan adat semacam itu di rumah adat di Kampung Waitabar dan Kampung Tarung. Kedua kampung ini berada di Kota Waikabubak, ibu kota Kabupaten Sumba Barat.
Berkunjung ke kampung yang masih tradisional ini, Kamga ditemani Lewo, salah satu pemilik rumah. Rumah berbentuk panggung dengan atap berbentuk menara menjulang. Di dinding bagian depan rumah dipajang jejeran tulang kepala dan tanduk kerbau.
Di bagian dalam rumah terdapat pembatas bambu yang memisahkan ruangan menjadi 2 bagian di sisi kanan dan kiri. Seorang perempuan menyajikan minuman kepada tamu yang datang, tetapi ia hanya memberikan dari seberang bambu.
“Kalau yang boleh masuk melalui pintu sebelah sini khusus cowok saja, kalau perempuan nggak bisa lewat sini. Maksudnya untuk perempuan menantu, kalau anak langsung boleh. Jadi istri saya walaupun tinggal di sini, seumur hidupnya tidak boleh masuk ruangan ini. Ibu saya juga tidak boleh,” jelas Lewo.
Jika larangan dilanggar, mereka mempercayai bisa timbul hal-hal yang tidak baik. Di bagian langit-langit rumah, banyak terdapat sarang laba-laba dibiarkan tanpa dibersihkan. Pemilik rumah memang sengaja membiarkan karena mereka meyakini laba-laba menjadi petanda rezeki, sehingga tidak boleh diusir.
Untuk mengetahui seberapa tua sebuah rumah, bisa dilihat dari tangkai daun kelapa yang digantung di dekat tiang rumah. Setiap tahun akan dipasang satu tankai daun kelapa untuk menandai umur rumah.
Dapur berada di bagian tengah rumah. Asap yang mengepul dari perapian bisa bermanfaat untuk mengawetkan kayu dan bagian-again rumah sehingga lebih kuat dan tahan lama.
Di atas tungku biasanya digantung daging asap yang dibiarkan berhari-hari hingga mengering. Daging asap bisa dikonsumsi dalam jangka waktu lama bahkan hingga satu tahun.
Lewo kemudian mengajak Kamga keluar rumah menuju halaman tengah perkampungan. Ia menunjukan sebuah gundukan dengan sebuah tiang kayu ditancapkan di tengahnya. Di dalamnya berisi 7 kepala manusia.
“Ini namanya adung. Tempat kepala manusia musuh. Dulu sekali kan antar kampung sering perang, jadi musuh yang dibunuh kepalanya dikubur di sini,” jelas Lewo.
Seringnya terjadi perang antar kampung pada masa lampau, membuat perkampungan adat di Sumba sebagian besar berada di atas bukit. Hal ini didesain untuk menangkal serangan musuh.
Dengan berada di atas bukit, musuh akan sulit melakukan penyerangan. Sementara di bagian atas, warga kampung tinggal menggulingkan batu-batu besar untuk menghalau lawan.
(kompas.com)