Jawa Barat memiliki banyak wisata alam yang bisa menarik banyak wisatawan domestik dan mancanegara. Namun kunjungan wisatawan mancanegara ke berbagai objek wisata itu bakal menurun.
Seperti kluster Ciwidey dengan Kawah Putih, Patuha, dan Rancaupas. Meski terkenal dan infrastruktur sudah mulai membaik, namun masih ada jalan-jalan yang kurang lebar untuk menuju kluster Ciwidey tersebut. Ditambah kondisi macet yang masih kerap terjadi.
Kondisi-kondisi tersebut cukup mempengaruhi realisasi pendatapan dari obyek wisata yang dikelola Perhutani yang hingga Agustus 2014 baru mencapai 60 persen.
Idealnya pada semester pertama sudah mencapai 63 hingga 65 persen dari target pendapatan wisata yang diproyeksikan sebesar Rp 43 miliar. Nilai proyeksi tersebut dari obyek wisata Jabar dan Banten sebesar Rp 40 miliar dan Rp 3 miliar dari obyek wisata Jawa Tengah.
Apalagi Kementerian Kehutanan RI kemudian mengeluarkan edaran penyesuaian tarif bagi kawasan wisata alam di Indonesia. Kebijakan yang tertuang di PP No 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak di Kementerian Kehutanan ini, menaikkan tarif rata-rata mencapai 300 persen.
Adanya kebijakan tersebut diakui General Manager KBM Wisata dan Jasa Lingkungan I Perum Perhutani Jawa Barat, Tri Lastono, sempat menurunkan tingkat kunjungan wisata hingga 30 persen. Kebijakan tersebut membuat pengelola mau tidak mau melakukan penyesuai tarif yang pastinya dirasakan oleh pengunjung terutama wisatawan domestik.
“Kita ingin mengenalkan wisata alam agar makin banyak pula pengunjung yang datang, tapi adanya kebijakan tersebut tentu berpengaruh karena ada penyesuaian harga tiket termasuk ada multiplier effect lainnya,?” kata Tri, di Kantor Perum Perhutani KBM Wisata dan Jasa Lingkungan I, Bandung, belum lama ini.
Di Cianjur, bisnis pariwisata juga terancam lesu. Sebab, selain Jalur Puncak terutama dari arah Ciawi, Bogor, aksesibilitas utama menuju Kabupaten Cianjur lainnya, yakni Jalan Raya Bandung dan Jalan Raya Cianjur-Sukabumi, kerap terjadi kemacetan.
“Aksesibilitas dari Jakarta maupun dari arah Bandung hanya bisa ditempuh melalui jalur darat, dengan roda dua atau roda empat. Tidak ada jalur kereta dan alternatif lainnya. Jelas kalau aksesbilitasnya terhambat, sektor pariwisata akan terasa dampak negatifnya karena untuk mencapai lokasi wisata tidak mudah,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cabang Cianjur, Satyawan Hambari, di Jalan Raya Cianjur-Puncak, Senin (22/9/2014).
Penyebab kemacetan di Jalan Raya Cianjur-Sukabumi dan Jalan Raya Bandung itu akibat banyaknya aktivitas pabrik yang berdiri di pinggir jalan. Sedangkan dari arah Ciawi, banyak kendaraan dari Jakarta yang berwisata di Puncak, Kabupaten Bogor terutama di akhir pekan. Namun kondisi jalur dari Ciawi tak kunjung melebar seiring bertambahnya volume kendaraan.
Dikatakan Satyawan, sekitar 70 persen perekonomian di Kabupaten Cianjur masih bertopang dari pariwisata dan agrobisnis. Sementara Kabupaten Cianjur mengandalkan wisatawan dari Bandung dan Jakarta. Itu mengapa bukan tak mungkin kemiskinan menghantui warga lantaran dikepung macet dari berbagai arah.
(tribunnews)