Orde baru tumbang. Sistem politik pun berganti. Salah satu yang krusial yakni pemilihan Presiden dan kepala daerah langsung oleh rakyat. Di era reformasi, rakyat mendapatkan hak politiknya secara penuh.
Namun, kini era reformasi terancam. Hak rakyat memilih langsung kepala daerah dicabut. Mulai dari alasan pemborosan anggaran negara hingga rentan korupsi dijadikan argumen.
“Selamat datang tantangan strategis di orde reformasi,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Selasa (30/9/2014) memberi pandangan.
Indonesia masih berlajar dan berproses. Perlahan, masyarakat mulai melek politik. Mulai lahir pemimpin yang mumpuni dari hasil pilihan rakyat. Misalnya saja Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, Wali Kota Surabaya Risma, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, hingga Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah.
Tahun-tahun yang akan datang, akan lahir lagi pemimpin yang benar-benar dipilih langsung dari nurani rakyat. Mereka memilih karena seseorang memang layak. Tapi kini, UU Pilkada sudah diketok DPR. Suara rakyat kini diwakilkan lewat DPRD, mirip zaman orde baru.
“Kita lihat dalam satu tahun kedepan, apa yang akan terjadi,” terang Bambang mengutarakan kekecewaannya pada pengesahan UU Pilkada.
Dengan pengesahan UU Pilkada dan sistem politik yang berubah, Bambang menyimpang harapan. Semoga saja, KPK bisa tegar menghadapi tantangan yang mungkin muncul. Demikian juga rakyat Indonesia.
“Semoga, KPK beserta seluruh jajarannya terus menerus dikuatkan hatinya, dikokohkan keyakinannya, dijaga integritasnya, ditingkatkan kompetensinya dan dimampukan untuk menghindar dari segala jebakan dan godaan dari kekuasaan yang tidak berpihak pada kepentingan kemaslahatan,” tutupnya.
(detik.com)