Hakim terdakwa kasus suap bantuan sosial (bansos) Kota Bandung tahun 2009-2010, Ramlan Comel mulai disidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jln. L.L.R.E. Martadinata, Selasa (7/10). Selain Comel, ikut disidang juga Pasti Serefina Sinaga.
Comel merupakan mantan hakim ad hoc di Pengadilan Negeri Bandung, dan Pasti adalah mantan hakim di Pengadilan Tinggi Jabar. Sidang dipimpin oleh majelis hakim Barita Lumban Gaol, Basari Budi, dan Djoko Indiarto.
Sidang berlangsung di ruang sidang I Pengadilan Tipikor. Ruang sidang dipadati oleh pengunjung, yang sebagian besar keluarga terdakwa. Sementara di luar area pengadilan, sejumlah orang dari Gerakan Ganyang Mafia Hukum (GGMH) melakukan aksi unjuk rasa menuntut hakim memberikan hukuman setinggi-tingginya kepada kedua terdakwa.
Sidang tersebut dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama yaitu sidang untuk terdakwa Ramlan Comel. Pembacaan dakwaan dilakukan secara bergiliran oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diketuai Dzakiyul Fikri.
Dalam surat dakwaan, Dzakiyul menyatakan, terdakwa Ramlan Comel diancam pidana dalam pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana. “Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar,” tuturnya.
Setelah jaksa selesai membacakan dakwaannya, hakim menanyakan apakah terdakwa paham terhadap dakwaan. “Paham Yang Mulia,” jawab Ramlan.
Ketua Majelis Hakim, Barita Lumban Gaol kemudian menanyakan apakah terdakwa akan mengajukan eksepsi atau keberatan. Ramlan kemudian berkonsultasi dengan pengacaranya. “Kami tidak akan mengajukan eksepsi,” ujar pengacara Ramlan.
Dalam persidangan tersebut, Ramlan melalui penasihat hukumnya juga meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan usulannya terkait pelaksanaan sidang. Ia meminta agar sidang bisa digelar seminggu dua kali agar proses persidangan cepat rampung.
“Kami berharap hakim dapat mempertimbangkan sidang dilakukan satu minggu dua kali. Masalahnya kami ada di Riau. Tapi di sisi lain juga bisa memproses percepatan persidangan,” ujar penasihat hukum Ramlan.
Atas permintaan penasihat hukum, majelis hakim menanyakan kesiapan JPU. “Kami belum siap minggu depan (sidang digelar seminggu dua kali). Tapi untuk ke depannya kami bisa,” ujar salah seorang JPU KPK.
Ketua Majelis Hakim, Barita Lumban Gaol kemudian menutup sidang dan atas kesepakatan kedua pihak, sidang akan dilanjutkan pada 14 Oktober mendatang. Agenda sidang mendatang yaitu mendengar keterangan saksi dari jaksa KPK.
Dipecat
Ramlan Comel ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 4 Maret 2014. Sehari setelah ditetapkan sebagai tersangka, ia mengundurkan diri sebagai hakim ad hoc di PN Bandung dan melayangkan surat kepada Mahkamah Agung (MA).
Isi surat pengunduran diri antara lain menyatakan bantahan Ramlan soal keterlibatannya dalam kasus suap hakim yang menangani perkara bansos Kota Bandung. Salah satu poin, Ramlan menyebut dirinya berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Bandung No. 087/Pidsus/TPK/2013/ Pn.Bdg atas nama Setyabudi Tedjocahyono, terbukti tidak terkait kasus korupsi/suap.
Ia juga menyebut soal pembagian uang oleh Setyabudi Tedjocahyono tidak berdasar dan tidak mengandung kebenaran. Sehingga dianggap tidak melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim (PPH). Akan tetapi di satu poin lain, Ramlan mengakui, atas ketidaktahuannya, pernah ke tempat karaoke atas ajakan pimpinan Setyabudi Tedjocahyono.
Beberapa hari kemudian, Ramlan pun diberhentikan tidak dengan hormat sebagai hakim. Selain itu, jabatannya sebagai hakim ad hoc tindak pidana korupsi di PN Bandung pun ikut dicopot. Ia dinilai telah melakukan pelanggaran disiplin berat karena menerima sejumlah uang dan fasilitas dari Toto Hutagalung, orang yang terkait dengan kasus bansos Pemkot Bandung yang sedang disidangkan.
Putusan pemecatan Ramlan itu dibacakan oleh Ketua Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Artidjo Alkostar.
Keberatan
Sementara itu, setelah sidang terhadap Ramlan Comel selesai, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung melanjutkan sidang dengan terdakwa Pasti Serefina Sinaga. Mantan hakim di Pengadilan Tinggi Jabar itu juga terseret kasus suap majelis hakim bansos Kota Bandung tahun anggaran 2009-2010.
Dakwaan terhadap Pasti disampaikan oleh JPU dari KPK. Sama halnya dengan Ramlan Comel, Pasti juga didakwa dengan pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Atas dakwaan jaksa, Ketua Majelis Hakim, Barita Lumban Gaol kemudian menanyakan kepada terdakwa apakah akan mengajukan eksepsi (keberatan) atau tidak. Terdakwa kemudian berkonsultasi dengan penasihat hukumnya dan memilih untuk mengajukan eksepsi.
Penasihat hukum Pasti Sinaga secara bergantian membacakan nota keberatannya atas dakwaan yang disampaikan jaksa. Penasihat hukum meminta majelis hakim menjatuhkan putusan sela. Yaitu menerima dan mengabulkan nota keberatan, menilai dakwaan JPU rancu, tidak cermat dan kabur, batal demi hukum atau setidak-tidaknya surat dakwaan JPU tidak dapat diterima.
Penasihat hukum juga meminta majelis hakim memerintahkan JPU KPK untuk membebaskan terdakwa dari tahanan Lapas Wanita Sukamiskin setelah putusan diucapkan. Selain itu, juga meminta agar majelis memulihkan harkat martabat dan nama baik Pasti Sinaga dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Atas nota keberatan itu, majelis hakim mempersilakan kepada JPU untuk menanggapinya. JPU menyatakan kesiapannya memberikan tanggapan pada sidang yang akan digelar 14 Oktober mendatang.
Nama Ramlan Comel dan Pasti Sinaga disebut-sebut dalam sidang perkara suap majelis hakim bansos Kota Bandung. Perkara itu juga menyeret nama Wakil Ketua PN Bandung, Setyabudi Tedjocahyono yang kini sudah menjadi terpidana. Kasus itu juga menyeret nama mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada dan mantan Sekda Kota Bandung Edi Siswadi. Setelah beberapa kali pemeriksaan, KPK akhirnya menetapkan Ramlan dan Pasti sebagai tersangka.
(galamedia)