Proses perizinan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Depok dinilai terlalu berbelit-belit dan penuh pungutan liar (pungli). Akibatnya, dari 1.000 pelaku UMKM di Depok, hanya sekitar 60 UMKM yang terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok.
“Proses yang berbelit-belit dan jadi ajang pungli membuat pelaku UMKM kesal dengan para pejabat di instansi terkait,” kata Ketua Asosiasi UMKM Kota Depok, Iwan Agustian, Selasa (14/10).
Iwan mencontohkan saat dia mengurus izin domisili usaha mulai dari tingkat RT sampai kelurahan dan kecamatan. Sejumlah oknum pejabat meminta berbagai retribusi ilegal. “Totalnya bisa habis Rp 500.000 untuk izin domisili usaha. Belum lagi pengurusan selanjutnya ke Disperindag,” kata dia.
Menurutnya, kondisi ini membuat para pelaku UMKM enggan mengurus perizinan resmi sehingga memilih mandiri dengan membuka usaha tanpa izin. Karenanya, Iwan meminta Pemkot Depok mempermudah proses perizinan usaha bagi UMKM dengan lewat pengurusan izin satu atap.
“Jika proses perizinan usaha lebih mudah, dipastikan jumlah UMKM yang terdaftar di Depok semakin banyak, dan bisa membantu memberi masukan kas daerah, dengan pajak usahanya,” tuturnya.
Ia mengatakan, anggota Asosiasi UMKM Kota Depok mencapai 500 lebih. “Belum lagi pelaku usaha yang tidak terdaftar yang diperkirakan mencapai 1.000 lebih,” imbuhnya. Menurut Iwan, berbelitnya proses perizinan UMKM ini akibat penerbitan Perda Kota Depok Nomor 17/2011 tentang Izin Gangguan dan Retribusi Izin Gangguan.
Perda itu menyebutkan setiap pelaku usaha dianggap berpotensi memberikan gangguan ke wilayah domisili sehingga membutuhkan izin gangguan usaha dan memerlukan retribusi tertentu. “Perda ini cukup mengganggu para pelaku usaha kecil. Sebab, dengan Perda, izin jadi ribet dan belum apa-apa sudah harus memberikan retribusi,” pungkasnya.
(depoklik.com)