Sekretaris Eksekutif Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Chairul Anam mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan mencabut Pembebasan Bersyarat (PB) yang diberikan bawahannya melalui Menteri Hukum dan HAM kepada Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana pembunuhan aktivis HAM Munir.
“Presiden harus cabut pembebasan bersayarat tersebut, itu syah secara hukum,” desak Anam saat berbincang dengan detikcom, Senin (1/12/2014).
Anam menjelasakan, terdapat beberapa landasan yang dapat mendasari sahnya pencabutan Pembebasan Bersyarat tersebut. Hal itu terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 99 tahun 2012, PP 32 tahun 1999, dan PP 28/2006. Ketiga peraturan tersebut mengatur mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
“Di ketiga aturan tersebut jelas dikatakan, pemberian PB, remisi tidak hanya ngomong soal waktu yang dijalani warga binaan, tapi juga syarat lain dimana yang yang memberikan rekomendasi wajib memperhatikan kepentingan umum dan rasa keadilan,” kata Anam.
Selain itu pula, dalam ketiga aturan tersebut syarat diberikannya PB adalah bila terpidana menunjukkan adanya kesadaran atau menyadari akan kesalahannya, serta menyesal melakukan perbuatan yang mengakibatkan dia terjerumus ke dalam penjara.
“Nah, Pollycarpus sendiri sejak berada di dalam tahanan tetap tidak mengakui atau pun menyesali perbuatannya,” tegas Anam.
Anam menambahkan, ada kekhawatiran pihaknya dengan bebas bersyaratnya Pollycarpus maka pengungkapan kepada siapa di balik tewasnya Munir akan semakin sulit.
“Dia punya keterampikan intelijen, bisa menghancurkan alat bukti atau juga kesaksian. Apa jaminan dari pemerintah Polly tidak merusak alat bukti dan saksi? Menkum HAM tidak tahu yang begituan,” tanya Anam.
Anam juga meminta presiden untuk memerintahkan Kapolri untuk membuka kembali kasus pembunuhan Munir. Selain itu juga memerintahkan Jaksa Agung mengajukan PK atas kasus yang menyeret Muchdi PR.
“Harus cepat diselesaikan agar tidak melebar kemana-mana,” imbaunya.
Menurut Anam, langkah presiden dalam mencabut PB yang sudah kadung diberikan kepada Polly bukan merupakan bentuk intervensi. Dalam konteks penegakan hukum, kata Anam, intervensi dilakukan apabila kasus tersebut masih dalam proses penegakan hukum.
“Sama halnya ketika presiden meminta Jaksa Agung untuk segera melakukan eksekusi terhadap terpidana mati narkoba, itu bukan intervensi,” jelas Anam.
Di tempat terpisah, Menkum HAM Yasonna H Laoly mengatakan, pemberian PB kepada Polly sudah dilakukan pihaknya sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yaitu dimana eks pilot Garuda Indonesia itu telah menjalani 2/3 masa tahanan dari vonis 14 tahun penjara.
Menurutnya, jauh sebelum dibebaskan Sabtu (29/11/2014) kemarin, Pollycarpus sudah berhak mendapatkan PB. Kemudian, Pollycarpus juga telah melewati sejumlah penilaian remisi, perbuatannya, perilaku hingga masa hukuman yang telah dijalani.
“Kami di kemenkum HAM itu kan filosofinya membina, dia punya hak asasi, di dalam lembaga pemasyarakatan seorang lembaga binaan mempunyai hak untuk memperoleh pembebasan bersyarat, maka dalam hal ini tidak ada yang terlalu hebat,” jelasnya.
(detik)