Inilah makam keramat tersohor di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Masyarakat memercayainya sebagai makam Prabu Aji Putih. Makam sakral tersebut kerap dikaitkan dengan tonggak sejarah Sumedang. Saban harinya peziarah melipir ke makam yang merupakan salah satu situs cagar budaya.
Makam Prabu Aji Putih terletak di Kampung Cipeueut, Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang. Lokasinya berjarak sejauh 25 kilometer dari pusat perkotaan Sumedang yang bisa ditempuh kendaraan selama 30 menit.
Siang pekan lalu, detikcom merapat ke Kampung Cipeueut. Eman Suherman, salah satu tokoh masyarakat Darmaraja, mendampingi perjalanan menengok makam Prabu Aji Putih. Kondisi jalur utama menuju makam di perkampungan ini aspalnya bopeng. Beberapa titik genangan air menutup jalan yang lebarnya seukuran dua mobil.
Kiri kanan jalan tersaji hamparan sawah garapan. Pemandangan bukit mengelilingi kampung yang mayoritas penduduknya bermata pecaharian sebagai petani. “Satu-satunya akses jalan menuju makam itu harus melewati sawah,” kata Eman semabri telunjuknya menunjuk arah utara.
Sepeda motor parkir di tepi jalan atau tepatnya depan sebuah warung milik warga setempat. Wajah ramah sejumlah pemuda dan pemilik warung menyambut kedatangan tamu. “Palih dieu parkir na (sebelah sini parkirnya),” ucap seorang wanita di dalam warung.
Jarak tempuh sekitar 300 meter untuk tiba ke Situs Cipeueut I atau tempat peristirahatan terakhir Prabu Aji Putih. Langkah kaki perlahan menyusuri jalan setapak areal persawahan. Tepat di ujung sawah, terdapat jalan menurun berupa tangga batu. Selanjutnya akses jalur bebatuan mengantarkan ke jalan menanjak menaiki susunan tangga batu. Bangunan musala dan saung berdiri menyambut.
Makam Prabu Aji Putih berada di dekat area musala dan saung. Letak tepatnya di atas tanah bukit. Kawasan hutan mengitari makam masa prasejarah ini. Tak jauh dari makam terdapat Sungai Cibayawak. Balai Pengelolaan Keperbukalaan Sejarah dan Nilai Tradisi (BPKSNT) Disparbud Jabar menyebut makam Prabu Aji Putih struktur bangunannya berwujud punden berundak dan penggunaan menhir atau batu tegak sebagai nisan. Bentuk tersebut mencerminkan penyerapan budaya megalitikum.
“Tiap hari ada saja yang berziarah,” ucap Ahdiyat, juru kunci makam Prabu Aji Putih.
Dia mengklaim perharinya rata-rata kedatangan lima peziarah. Paling ramai tiap Senin dan Kamis. Pagar yang kini dibalut kain merah putih nampak mengitari makam.
Ahdiyat berkisah, Prabu Aji Putih ialah raja pertama Kerajaan Tembong Agung yang merupakan cikal bakal Kerajaan Sumedanglarang. Prabu Aji Putih memimpin kerajaan Tembong Agung pada abad ke-15.
“Makam leluhur kami ini punya nilai sakral hingga kapanpun,” katanya.
Ketenaran Prabu Aji Putih terdengar hingga peloksok tanah air. Bukan hanya penduduk Sumedang atau masyarakat Jabar lainnya yang berkesempatan silaturahmi ke makam ini. Warga luar daerah juga sengaja jauh-jauh datang beziarah.
“Ada dari Tangerang, Palembang, orang Jatim juga, ya banyaklah. Peziarah niatnya inigin mencari barokah. Tentu saja, selalu saya ingatkan, tetaplah meminta dan berdoa kepada Allah,” tutur Ahdiyat.
Pantangan di makam ini seperti apa? “Enggak ada. Intinya datanglah dengan hati bersih. Cuma itu,” kata Ahdiyat.
Makam Prabu Aji Putih merupakan salah satu dari belasan makam keramat di Kecamatan Darmaraja yang terancam tenggelam disapu genangan air akibat dampak pembangunan Waduk Jatigede.
(detik.com)