PERJALANAN saya ke Pulau Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas, beberapa waktu lalu mesti melewati Tanjungpinang, karena saya hendak menggunakan kapal Pelni, KM Bukit Raya.
Sebelum berangkat, seperti biasa, saya sudah melakukan “inventarisasi” soal informasi kuliner apa saja yang bisa dinikmati dalam perjalanan. Akhirnya, dari beberapa kawan yang pernah icip-icip, saya mendapatkan kabar soal maknyusnya Mi Tarempa.
Di Tanjungpinang, kelezatan Mi Tarempa—warga lokal menyebutnya Terempak—sudah membayangi benak saya, sampai tiba-tiba, Budianto, warga asli Tanjungpinang yang mengantar saya berkeliling, mengatakan bahwa di Tanjungpinang ada kedai Mi Tarempa. “Ini cabang dari yang paling terkenal di Pulau Batam,” katanya meyakinkan.
Terletak di Jalan DI Panjaitan Batu 9 Komplek ruko Villa Pinlang Mas Blok B Nomor 23-24 Tanjungpinang, Kedai Mi Tarempa saat itu mulai dipenuhi pengunjung. Sekelompok anak sekolah terlihat asyik tertawa dan bercanda, menunggu menu pesanan mereka tiba. Dua-tiga keluarga juga terlihat sedang menunggu hidangan sambil menikmati camilan pembuka.
Melihat ekspresi wajah saya yang terlihat kelaparan, seorang pelayan menyodorkan sepiring kue luti gendang, semacam roti dengan isi abon ikan. Nikmat sekali. Paduan manis roti dan gurih dari abon ikan tongkol menyatu di mulut. Tak lama kemudian, seorang pelayan kembali menyodorkan sepiring camilan pembuka, kali ini bernama lempa. “Itu lemper asli sini,” Budianto menjelaskan. Mungkin karena melihat wajah saya yang keheranan.
Buat saya, lempa, yang saat itu dihidangkan hangat-hangat, lebih mirip otak-otak ketimbang lemper, karena isi yang dibungkus daun pisang tidak sebanyak dan sepenuh lemper seperti yang kita kenal.
Tak lama kemudian, atraksi utama dari akrobat kuliner ini pun tiba, Mi Tarempa. Dari tiga pilihan cara memasak (basah, lembap, dan goreng), saya memilih lembap.
Satu-satunya yang khas di mata saya saat pertama kali melihatnya adalah bentuk mi yang gepeng, mirip kwetiau. “Itu memang ciri khas Mi Tarempa. Mi-nya dibuat sendiri, dengan bahan baku dari Batam,” kata Ana, yang saat itu mewakili pemilik kedai.
Hal yang juga terlihat berbeda adalah adalah suwiran ikan tongkol yang ditaburkan ke sekujur hidangan mi. Suwiran tongkol inilah yang memberikan nuansa gurih yang berbeda ketimbang mi-mi lainnya yang kebanyakan menggunakan irisan daging atau udang. Rasa mi-nya sendiri sedikit lebih gurih dan lembut dibandingkan kebanyakan mi yang pernah saya cicipi. Dengan masak lembap, mi terasa seperti ditumis, masih ada nuansa basah namun tidak membanjiri mangkuk. Secara “default”, Mi Tarempa disajikan pedas, meski pelanggan bisa saja meminta untuk tidak pedas.
Menurut Ana, setiap harinya kedai Mi Tarempa ini menyajikan 300-500 porsi mi. Dengan pegawai total sebanyak 27 orang, kedai ini buka mulai pukul 8.00 pagi hingga 8.00 malam. Dari tiga pilihan cara memasak, Ana menuturkan, yang menjadi favorit pelanggannya adalah mi yang dimasak lembap. Pilihan saya memang tidak salah.
(kompas.com)