Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Pemerintah Indonesia akhirnya mengeksekusi enam terpidana mati kasus kejahatan narkotika. Dibutuhkan tindakan tegas untuk mengatasi persoalan ”Indonesia darurat narkotika” yang membahayakan generasi muda. Inilah sinyal yang benderang, genderang perang terhadap mafia dan bandar narkoba sudah ditabuh. Negara hadir dalam ”pertempuran” melawan sindikat narkoba!
Indonesia saat ini bukan lagi sebagai tempat transit sindikat narkoba internasional, melainkan sudah menjadi ”pasar” yang menggiurkan. Jika pada 1990-an, dalam setiap sidang umum Interpol, nama Indonesia hanya disebut sebagai tempat transit, kondisi ini sudah berubah sejak tahun 2000-an.
Salah satu bukti adalah terbongkarnya kasus penyelundupan 862 kilogram sabu oleh warga negara asing, Wong Ping Ching, belum lama ini. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Anang Iskandar menggambarkan, seandainya sabu itu beredar, sedikitnya 3,2 juta orang akan diracuni narkoba itu. Masa depan mereka suram. Apa yang didapatkan BNN ini termasuk yang terbesar.
Meski sudah berulang kali aparat penegak hukum menangkap bandar dan menyita barang bukti, kasus kejahatan narkoba di Indonesia tak juga berhenti.
Vonis mati untuk para bandar narkoba selama ini dianggap basa-basi. Bandar-bandar narkoba terus merajalela. Mereka tidak peduli berapa banyak anak muda Indonesia kehilangan masa depan dan mati sia-sia akibat narkoba yang mereka perdagangkan. Sedikitnya 50 orang Indonesia meninggal dunia setiap hari karena narkoba.
Karena itulah, tidaklah heran apabila banyak orang Indonesia mendukung penuh kebijakan Presiden Joko Widodo menolak grasi bandar narkoba dan memutuskan agar vonis mati mereka segera dieksekusi.
”Perang terhadap mafia narkoba tidak boleh setengah-setengah karena narkoba benar-benar sudah merusak kehidupan, baik kehidupan penggunanya maupun kehidupan keluarga pengguna narkoba. Tak ada kebahagiaan hidup yang didapat dari menyalahgunakan narkoba. Negara harus hadir dan langsung bertempur melawan sindikat narkoba. Indonesia sehat, Indonesia tanpa narkoba,” demikian ungkap Presiden Joko Widodo dalam Facebook-nya, Minggu (18/1).
Eksekusi mati bandar narkoba itu memancing reaksi Belanda dan Brasil untuk menarik duta besar mereka dari Indonesia. Dari enam orang yang dieksekusi mati itu, dua di antaranya warga negara Belanda dan Brasil. Namun, reaksi masyarakat Indonesia justru mendukung kebijakan Presiden. Banyak orang Indonesia yang makin menyadari betapa bahaya narkoba mengancam generasi muda. Itu bisa terjadi kepada siapa saja, kepada anggota keluarga, kerabat, sahabat atau orang terdekat. Karena itu, tidak ada jalan lain, kecuali menyatakan perang terhadap sindikat narkoba!
Mengeksekusi terpidana mati hanya salah satu cara untuk membuat para bandar narkoba jera. Demikian juga memecat pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti mengonsumsi narkoba—seperti yang dinyatakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama—belum lama ini setelah 13 PNS Pemerintah Provinsi DKI Jakarta positif narkoba.
Namun, pemerintah tetap harus melakukan upaya preventif, mencegah anak-anak muda diracuni sindikat narkoba. Pemerintah juga tetap wajib merehabilitasi korban-korban narkoba agar dapat melanjutkan hidup dengan masa depan lebih baik.
Yang juga penting adalah perilaku aparat penegak hukum sendiri. Dalam beberapa kasus, justru aparat sendiri yang menjadi bagian dari sindikat. Orang-orang semacam ini patut dihukum berat.
Monster pembunuh
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebutkan, perdagangan narkoba tidak lagi bisa dianggap sebagai ”musuh kecil”, tetapi sudah menjadi monster pembunuh. Pada 2003, misalnya, transaksi perdagangan narkoba di seluruh dunia mencapai 321 miliar dollar AS.
Perang terhadap sindikat narkoba sesungguhnya sudah dilancarkan oleh banyak negara lain di dunia. Perdagangan narkoba merupakan kejahatan lintas batas negara. Melalui badan dunia Interpol yang beranggotakan 190 negara, perang terhadap sindikat narkoba sudah lama dicanangkan.
Sedikitnya 32 negara menerapkan hukuman mati terhadap pengedar narkoba. Namun, selama ini Indonesia masuk dalam kategori yang penerapannya lemah (bersama Kuwait, Thailand, Pakistan, Mesir, Yaman, Suriah, dan Taiwan). Negara-negara yang menerapkan hukuman mati dengan tegas, menurut Death Penalty Report 2011, adalah Tiongkok, Iran, Arab Saudi, Vietnam, Singapura, dan Malaysia.
Indonesia harus mencegah agar sindikat narkoba tidak berkembang menjadi kartel yang berakar kuat dalam sendi kehidupan masyarakat, seperti terjadi di Meksiko dan Kolombia, misalnya. Genderang perang sudah ditabuh. Jangan biarkan anak-anak muda Indonesia mati sia-sia karena narkoba!
(kompas)