Soal kuliner, Bali tak kalah dengan daerah lain. Kuliner khas daerah yang saat ini masih eksis adalah “jaja bali” atau jajan (kue) bali. Jaja bali bisa diperoleh dengan mudah, baik dijual di pasar, supermarket bahkan di penjualan kaki lima.
“Tiang (saya) sudah dari bajang (remaja) jualan jaja bali. Dulu saya jualan di emperan toko, setiap pagi hingga siang. Laris, soalnya kan buat ngopi pagi, jadi ya bayak yang beli. Sekarang sudah tua, cukup jualan di rumah saja,” kata Ketut Wenten, di Denpasar, Bali, Sabtu (17/1/2015).
Wenten menjelaskan, yang dinamakan jaja bali adalah jajan atau kue yang dijual di pasar seperti serabi kecil yang disebut laklak, giling-giling berbahan tepung kanji (di Jawa disebut cenil), ketan kukus, lukis (atau lupis yang terbuat dari ketan putih yang dikukus berbentuk segitiga) dan masih banyak jenis jajan lainnya. Jaja bali dinikmati dengan parutan kelapa dan siraman gula merah yang dikentalkan.
“Kalau tiang (saya) jualan, kelapa parutnya dikukus dulu biar awet. Jadi tidak cepat basi. Semua jaja buatan tiang (saya) tidak cepat basi kok, tidak pakai pengawet, tapi cara membuatnya yang harus benar. Ini belajar dari orang tua dulu saat tinggal di Klungkung,” tambahnya.
Wenten juga bercerita, kalau dulu dia jualan jaja bali hanya Rp 500 per bungkus. Kini, karena perkembangan zaman dan harga bahan olahan bertambah mahal, maka sekarang dijual Rp 3.000-Rp 5.000 per bungkus atau per porsi.
Bakat membuat jaja bali diperoleh Wenten dari orang tuanya. Kini bakat tersebut diturunkan ke anaknya nomor dua yang juga berprofesi sama. Bahkan, anaknya kini sering mendapat pesanan untuk hidangan kudapan di berbagai acara.
(kompas.com)