Bagi warga Bogor, nama Kapten Muslihat sudah tidak asing lagi. Nama ini sering terdengar karena menjadi salah satu nama jalan utama di pusat Kota Bogor.
Sebagai penghargaan atas perjuangan dan pengorbanannya semasa perang kemerdekaan, pemerintah membuat patung sang pahlawan di Taman Topi Plaza.
Patung yang berada di sekitar Jalan Kapten Muslihat itu tampak gagah, di mana dia tengah menunjuk dan di pinggangnya terselip pistol. Namun, siapa sebenarnya Kapten Muslihat dan bagaimana perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan tanah air? Pindah-pindah Kerja Terlahir dengan nama Tubagus Muslihat lahir.
Semua anggota PETA yang ada dikeluarkan dari asrama Badan Keamanan Rakyat (BKR) oleh tentara Jepang setelah sebelumnya senjata larasnya dilucuti. Hanya saja, Muslihat dengan beberapa orang teman latihannya bisa keluar dari asrama sembari membawa pistol dan pedang. Selanjutnya bersama anak buahnya aktif berjuang di BKR dan bekerja sama dengan organisasi pemuda lainnya, seperti API, AMRI, KRIS, dan Pesindo.
Muslihat menjaga keamanan di dalam kota sambil sekalian mengambil barang rampasan dari tangan Jepang. Selanjutnya, merebut kantor dan perusahaan milik Jepang agar menjadi milik Republik Indonesia (RI). Disebabkan memiliki sikap yang tegas, segala perintah dan sikapnya diikuti oleh semua anak buahnya. Pemerintah RI, secara de jure dan de facto, akhirnya resmi didirikan di Kota Bogor.
BKR dibubarkan dan dijadikan TKR oleh Jenderal Urip Sumohardjo. Tubagus Muslihat diangkat jadi Komandan Kompi IV Batalyon II TKR dengan pangkat Letnan Satu (Lettu).
Pada bulan Oktober 1945, keadaan Kota Bogor sangat genting. Tentara Inggris dan Gurkha masuk ke dalam kota dan disusupi oleh Nederlands Indies Civil Administration (NICA). Yang pertama kali didatangi adalah tangsi Batalyon XIV bekas Jepang yang memang telah dikosongkan.
Merasa sudah kuat, lama kelamaan dan lambat laun mereka mulai menunjukkan kekuasaannya. Salah satunya Kota Paris, tempat nyonya-nyonya dan anak-anak Belanda (RAPWI) berkumpul, seterusnya direbut dan jadi wilayah kekuasaannya.
Keadaan didalam Kota Bogor tambah kacau, tingkah laku Inggris ternyata lebih congkak daripada Belanda. Mereka ingin merebut istana yang saat itu dijaga oleh para pemuda kita. Perundingan antara petinggi kita dan Inggris gagal, dengan berat hati para pemuda meninggalkan istana.
Akibat sikap Inggris yang terlalu menyakitkan hati bangsa Indonesia, akhirnya terjadi peperangan pada tanggal 6 Desember 1945 antara bangsa kita dengan tentara Inggris.
Meski hanya menggunakan bambu runcing dan peralatan perang seadanya, Istana Bogor dan Kota Paris jadi tempat peperangan yang sangat dahsyat. Siang dan malam pasukan kapten Muslihat terus menyerang kedua tempat tersebut seperti tidak kenal lelah dan kata mundur.
Ditengah situasi Kota Bogor yang kian memanas dan berbau maut itu, Kapten Muslihat bersama pasukannya melakukan penyerangan. Serangan itu dilakukan ke markas-markas yang diduduki tentara Inggris dan Gurkha, padahal waktu itu istri Kapten Muslihat dalam keadaan mengandung.
Setiap kali akan melakukan peperangan kapten yang berusia relatif muda itu selalu berpesan kepada istrinya supaya ia dapat menjaga si jabang bayi. Bahkan untuk menghibur dan menenangkan hati istrinya kapten muslihat sering berkata apabila kelak anaknya lahir akan ia beri nama Merdeka.
Gugur di Medan Laga 25 Desember 1945 Kapten Muslihat dan pasukannya menyerang tentara Inggris dan Gurkha yang menduduki kantor polisi berada di Jalan Banten (kini Jalan Kapten Muslihat). Kontak senjata tak bisa dihindari dan ketahanan musuh sangat rapat.
Dengan Gagah dan berani Kapten Muslihat keluar dari lokasi persembunyiannya dan melakukan penyerangan secara terbuka. Perang terbuka ini berhasil melumpuhkan beberapa serdadu Inggris dan sekutu.
Namun, tak ayal sebuah peluru panas dari musuh berhasil menembus bagian perut sang kapten, darahpun mengucur deras dari perutnya. Hal tersebut tidak mematahkan semangatnya, ia bukanlah pejuang amatiran. Dirinya sudah bertekad untuk berjihad meski nyawa menjadi taruhan.
Sang kapten seperti banteng terluka, terus menyerang musuh-musuhnya. Ia sudah tidak mempedulikan lagi berapa peluru musuh yang sudah bersarang ditubuhnya. Siapa pun yang melihat peristiwa tersebut, pastilah akan terharu melihat perjuangan Sang Kapten.
Gustiman (sang adik yang ikut berperang) mencoba menolong kakaknya yang sedang berjuang, namun sang kapten memerintahkan agar menyingkir. Sampai akhirnya sebuah peluru tajam dari pasukan sekutu menerjang bagian pinggangnya hingga membuat sang kapten langsung jatuh tersungkur.
Darah mengucur dari seluruh tubuhnya, membasahi kaus yang semula berwarna putih bersih menjadi merah oleh darah. Lokasi di mana Sang Kapten terjatuh ini berada tidak jauh dari patung yang didirikan pada saat ini (Taman Topi).
Akhirnya dengan susah payah lantaran terus-menerus dihujani tembakan, jasad Kapten Muslihat bisa diangkat dan dibawa ke rumahnya di Panaragan (salah satu kelurahan di Bogor Tengah) yang letaknya sejajar dengan Jalan Veteran oleh barisan PMI dan dibantu anak buahnya.
Sebelum sekaratul maut, Muslihat berpesan ke orang tuanya agar uang simpanannya yang berjumlah Rp 600 supaya disedekahkan ke fakir miskin. Kepada teman-teman perjuangan dan anak buahnya yang gugur dalam memerdekakan negeri, beliau memberikan pesan untuk meneruskan perjuangan “Urang pasti meunang jeung Indonesia bakalan merdeka” (kita pasti menang dan Indonesia bakalan merdeka).
Meninggalnya Kapten Muslihat disaksikan oleh Dr. Marzoeki Mahdi (sekarang menjadi salah satu nama rumah sakit di kawasan Cilendek). Sambil mengucapkan takbir Allahu Akbar sebanyak tiga kali, dalam keadaan tenang, pasrah, Kapten Tubagus Muslihat menghadap yang Maha Kuasa. Keesokan hari, jasadnya dikuburkan dalam keadaan masih perang dan meninggalkan istri yang sedang mengandung.
(Heibogor)