Jembatan Merah adalah nama yang melekat pada jembatan yang menghubungkan Panaragan dengan Jalan Kapten Muslihat di Bogor. Pertempuran di Bogor terutama di Jembatan Merah menjadi sejarah yang harus menjadi bahan inspirasi kita semua.
Tidak banyak yang menyadari bahwa nama Jembatan Merah juga disematkan pada beberapa jembatan lain di beberapa kota di Indonesia, di antaranya; Kota Pahlawan Surabaya, Balikpapan, dan beberapa kota lainnya.
Nama Jembatan Merah yang menjadi titel abadi jembatan-jembatan di beberapa kota itu memiliki latar belakang yang sama di balik penamaannya. Karena ia berhubungan dengan perjuangan para pendahulu kita mempertahankan negara ini dari tangan penjajah.
Darah-darah merah yang tercecer di tembok-tembok dan jalanan jembatan tempat lokasi pertempuran menyisakan nama jembatan-jembatan itu. Termasuk pada Jembatan Merah yang berada di Kota Bogor.
Jembatan biasanya menjadi sebuah pembatas antara satu wilayah yang dikuasai dan yang akan direbut. Ia bagaikan sebuah pintu masuk yang strategis dan akan dipertahankan habis-habisan.
Dan itulah yang terjadi di hari-hari yang nahas di bulan Desember 1945. Saat para pejuang Bogor menyerbu basis-basis tentara sekutu pimpinan Inggris Raya (AFNEI) di seberang jembatan itu dari Pos Polisi sampai Istana Bogor.
Bukti dan Jejak di Museum
Jika Anda mengunjungi Monumen Nasional (Monas) di Jakarta atau ke Museum Perjuangan Bogor. Anda akan menemukan diorama pertempuran sengit yang terjadi antara pejuang kita yang bertempur habis-habisan mempertaruhkan nyawanya.
Anda dapat juga melihat senjata dan pakaian yang dipakai oleh sebagian pejuang kita dengan ceceran darah luka tembaknya yang masih melekat.
Pertempuran Bogor hanyalah satu dari rangkaian pertempuran yang meletus di pelosok negeri pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang dibacakan oleh Bung Karno pada 17 Agustus 1945.
Diproklamirkannya kemerdekaan kita tidak lain berhubungan dengan takluknya Jepang di tangan Amerika Serikat. Ditandai dengan dijatuhkannya Bom Atom di dua kota penting di Jepang, yang memakan korban ratusan ribu jiwa tewas dan terluka.
Dengan takluknya Jepang, maka Inggris ditugaskan untuk melucuti seluruh persenjataan tentara Jepang di Indonesia dan menegakkan keamanan yang sifatnya sementara.
Dengan diumumkannya kemerdekaan Indonesia, maka nusantara saat itu memiliki legitimasi atas berdirinya sebuah negara yang berdaulat dengan susunan pemerintahan yang sah.
Akal Licik Belanda
Namun ternyata, kedatangan pasukan Inggris Raya itu dimanfaatkan oleh Belanda untuk merebut Indonesia dan menjadikannya kembali menjadi negara jajahannya.
Inggris yang terlibat dalam perjanjian dengan Belanda, sesungguhnya tidak dapat berbuat banyak. Pada kenyataannya, meremehkan kekuatan dan tekad bangsa Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap skenario busuk Belanda yang masuk ke nusantara melalui pasukan NICA. Dia menempel pada pasukan AFNEI pimpinan Inggris.
Saat pasukan sekutu memasuki Bogor pada bulan Oktober 1945. Pemuda-pemuda Bogor sudah mencium skenario Belanda melalui tindak-tanduknya yang meresahkan. Caranya dengan melakukan berbagai provokasi dan menduduki kantor-kantor strategis di Kota Bogor, termasuk Istana. Keadaan pun menjadi kian genting.
Tidak memakan waktu lama, para pemuda Bogor beserta perangkat militer, yang termasuk di dalamnya adalah Pasukan Pembela Tanah Air (PETA). PETA adalah tentara didikan Jepang, berkonsolidasi dan melakukan perlawanan.
Mereka di antaranya juga termasuk Divisi I Banten-Bogor pimpinan Kolonel Kiai Haji Syam’un dan Divisi III Priangan-Bogor dengan Kolonel Arudji Kartawinata/A. H. Nasution sebagai panglimanya.
Pertempuran di Jembatan Merah
Pertempuran yang sengit pun pecah pada tanggal 6 Desember 1945 dan berlanjut di hari-hari yang nahas itu.
Jembatan Merah menjadi saksi bisu dari sebuah pertempuran sengit di Bogor yang menewaskan banyak pejuang kita. Salahsatunya Kapten Tubagus Muslihat pada 25 Desember 1945. Saat ia beserta pasukan Bogor mencoba untuk merebut Pos Polisi di Jalan Banten (Jalan Kapten Muslihat sekarang).
Hanya satu peluru yang menembus perut sang kapten, ia mengembuskan napasnya yang terakhir di pangkuan Dokter Marzoeki Mahdi yang namanya kini diabadikan sebagai nama sebuah Rumah Sakit di Jalan Dr. Sumeru.
Pertempuran Bogor meninggalkan banyak cerita. Tapi yang terpenting adalah ia meninggalkan kisah heroik para pejuang Bogor dalam mempertahankan kedaulatan negerinya dari tangan penjajah.
Sudah sepatutnya kita mengenang jasa mereka yang sudah memberikan jiwa raganya bagi kita yang menikmati kemerdekaan sekarang. Semoga, semangat mereka menjadi sebuah inspirasi bagi kita semua.
(Sumber Heibogor dan kontributor jabarmedia)