Seiring dengan semakin berkembangnya agama-agama minoritas di Amerika, banyak yang meminta agar sekolah negeri libur tidak hanya pada hari Natal dan Paskah, tapi juga pada hari raya keagamaan besar lainnya seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
Menurut laman berita VOA Enam distrik sekolah sudah meliburkan siswanya pada hari raya Islam tersebut, dan Walikota New York Bill de Blasio baru-baru ini mengumumkan New York akan meliburkan sekolah-sekolah pada Idul Fitri bulan Juli tahun ini dan Idul Adha pada bulan September. Tapi kampanye “Equality for Eid” yang dilancarkan baru-baru ini menemui masalah.
Di sebagian besar distrik sekolah negeri di seluruh Amerika, agama minoritas masih relatif kecil. Tapi di Montgomery County, Maryland, sebuah tempat di luar Washington D.C., populasi Muslim meningkat sekitar 10 persen. Montgomery County juga tercatat sebagai salah satu daerah yang memiliki sekolah terbaik di Amerika.
Pada bulan November lalu, orang tua dan aktivis Islam menghadiri pertemuan dengan dewan pendidikan di wilayah tersebut untuk meminta agar hari libur agama Islam dimasukkan ke dalam kalendar sekolah.
Seorang siswa kelas empat, mengatakan seharusnya Idul Adha juga dijadikan libur sekolah. “Setiap kali Idul Adha jatuh pada hari sekolah, saya harus bolos sekolah dan itu jadi catatan buruk di rapor saya, dan saya tidak suka itu.”
Kerugian bagi umat Muslim
Seorang aktivis, Zainab Chaudry mengatakan walaupun bolos yang terkait dengan perayaan keagamaan seperti itu diperbolehkan, anak-anak Muslim seperti Musa tetap mengalami kerugian.
“Pelajaran di kelas terus berjalan. Guru tetap mengajar. Kalau ada ujian yang dijadwalkan pada hari itu, anak-anak yang memutuskan untuk tidak masuk akan ketinggalan ujian tersebut.”
Umat Muslim di wilayah tersebut melihat ada kesempatan di tahun 2015 karena Idul Adha akan jatuh bersamaan dengan libur Yahudi, Yom Kippur, yang sudah ditetapkan sebagai hari libur di Montgomery County sejak tahun 1970-an, ketika dewan pendidikan mengetahui bahwa 15 persen siswa dan guru di wilayah tersebut tidak masuk sekolah.
Rabbi Batya Steinlauf dari Dewan Hubungan Masyarakat Yahudi di wilayah Washington D.C. dan sekitarnya mengatakan bahwa Idul Fitri dan Idul Adha seharusnya ditambahkan ke dalam kalendar sekolah sebagai salah satu cara mengakui “keragaman di Montgomery County.”
Tapi anggota dewan pendidikan skeptis dengan pernyataan tersebut.
“Institusi publik seharusnya tidak mengurusi hari libur keagamaan,” kata ketua dewan Phil Kauffman.
Nama hari libur dihapus
Alih-alih mengakui libur Muslim, dewan pendidikan memilih untuk menghapus semua nama hari libur keagamaan dari kalendar sekolah, termasuk Natal, Paskah dan libur Yahudi, walaupun sekolah masih akan libur pada hari-hari tersebut.
Orang tua dan aktivis Islam, Saqib Ali, dari Equality for Eid Coalition mengatakan keputusan dewan pendidikan adalah suatu kesalahan.
“Sepertinya dewan melakukan upaya apapun agar tidak memberikan persamaan hak kepada komunitas Muslim,” ujar Saqib Ali dari Equality for Eid Coalition. Ia memperkirakan keputusan tersebut akan “memicu reaksi keras dari masyarakat lebih luas terhadap sekolah dan melawannya.”
Memang, beberapa reaksi online menuduh sekolah-sekolah dan umat Muslim Montgomery County anti Natal.
Charles Haynes, seorang ahli tentang agama dan pendidikan dari Religious Freedom Center di Washington, mengatakan dewan sekolah Montgomery County berada dalam posisi terjepit, seperti di banyak tempat lainnya di Amerika, “karena Amerika Serikat kini merupakan salah satu negara dengan agama paling beragam.”
“Semakin lama, komunitas agama minoritas di Amerika mulai berani mengungkapkan pendapat mereka dan mengatakan, “Kami juga ada di negara ini. Negara ini mengakomodasi umat Kristen dan Yahudi pada kalendar sekolah. Bagaimana dengan kami?”
Haynes menambahkan bila satu kelompok agama minoritas cukup besar di suatu distrik sekolah, maka mereka bisa menggunakan alasan sekuler bahwa sekolah harus libur karena banyak yang tidak masuk. “Tapi bila tidak ada alasan tersebut, pihak sekolah mungkin tidak mau meliburkan sekolah, tanpa melanggar amandemen pertama,” tambahnya mengacu pada ketentuan konstitusional yang memisahkan agama dengan negara.
(tribunnews)